imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Pengen Investasi di Bursa Saham Amerika?

Pertanyaan salah satu user Stockbit yang juga merupakan salah satu member External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Kalau kamu mulai tergoda ngelirik saham-saham di Amerika yang harganya masih di bawah $50 dan rutin bagi dividen empat kali setahun, selamat, kamu tidak sendirian. Banyak investor Indonesia yang mulai capek sama market lokal yang jalannya pelan-pelan tapi ditarik nyangkut, FCA ndak jelas, UMA ndak jelas, libur kebanyakan, dll akhirnya mulai cari alternatif ke pasar yang lebih dalam di bursa luar negeri yang lebih global dan lebih terstruktur, tidak ada UMA, tidak ada ARA ARB, tidak ada FCA aneh seperti di Indonesia. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Tapi sebelum kamu langsung buka akun broker US dan beli saham Western Union cuma karena murah dan dividennya 10%, penting banget untuk pahami satu hal mendasar bahwa pasar saham Amerika itu bukan cuma lebih besar, tapi juga jauh lebih kompetitif dan kejam. Salah langkah, kamu bisa nyangkut bukan cuma secara harga, tapi juga dari sisi pajak, timing, dan ekspektasi yang salah.

Investasi di saham US itu seperti masuk ke pasar finansial paling likuid di dunia. NYSE dan NASDAQ punya kapitalisasi ribuan triliun dolar, dan hampir semua perusahaan top dunia mangkal di sana. Mau cari saham yang fokus ke dividen kayak Coca-Cola, atau growth stock kayak Nvidia dan Amazon, semuanya ada. Bahkan kamu bisa beli fraksi saham mulai dari $1, lewat platform kayak Gotrade, Interactive Brokers, atau Tiger Brokers. Likuiditasnya luar biasa karena saham-saham seperti Apple, Microsoft, sampai penny stocks-nya pun punya volume harian yang ngalahin gabungan LQ45. Kalau kamu dari latar belakang trader atau value investor, ini surganya. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Dividen? Ini yang bikin investor Indonesia banyak pindah ke US. Di Amerika, dividen biasanya dibayar tiap kuartal, bukan setahun sekali seperti mayoritas saham BEI. Dan jumlahnya kadang lumayan. Contoh saham Western Union (WU), dengan harga sekitar $9–10 per Juni 2025, kasih dividen tahunan $0.94, atau sekitar 9.9% yield. Dividen dibayar empat kali setahun. Jadi tiap 3 bulan kamu dapet cash masuk akun, dalam bentuk USD pula. Buat kamu yang cari cashflow, ini ideal. Belum lagi beberapa saham US kayak Realty Income (ticker: O) malah bagi dividen bulanan. Jauh beda sama di Indonesia yang kadang dividen diumumin mendadak dan kadang cuma sekali doang seumur hidup, kayak saham-saham zombie.

Tapi jangan salah sangka. Yield tinggi bukan berarti aman. Western Union memang terlihat menarik, tapi kamu harus lihat juga grafiknya. Dalam lima tahun terakhir, WU udah turun dari kisaran $22 ke $9. Ini bukan penurunan kecil, ini jurang. Jadi meskipun kamu dapet dividen tinggi, kamu tetap bisa rugi kalau harga saham turun terus. Inilah yang disebut dividend trap. Orang cuma lihat yield-nya 9%, tapi gak sadar bisnisnya udah sunset. Western Union digerus habis-habisan oleh fintech seperti Wise, Revolut, PayPal, dan layanan transfer uang digital lain. Generasi muda gak pakai Western Union buat kirim uang. Bahkan mereka transfer duit pakai kripto. Jadi walau laba masih ada, revenue stagnan, dan valuasinya terus turun karena market udah gak percaya. Kalau kamu beli saham ini cuma karena yield, itu seperti beli warung fotokopi pas Google Drive udah jadi standar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Soal pajak transaksi, ini hal yang sering dilupakan pemula. Saat kamu dapet dividen dari saham US, itu langsung dipotong pajak 15% di sana, karena Indonesia dan AS punya tax treaty. Jadi kalau kamu dapet dividen $100, yang masuk rekening kamu cuma $85. Di Indonesia, kamu tetap wajib lapor dividen ini di SPT Tahunan. Tapi ada aturan terbaru yang bisa bantu yakni kalau dividen luar negeri itu kamu investasikan kembali di Indonesia, misalnya beli saham BEI, reksa dana, atau obligasi pemerintah, kamu bebas pajak di Indonesia berkat PP 55 Tahun 2022. Tapi kalau gak kamu investasikan ulang, maka dividen itu masuk hitungan pajak penghasilan pribadi dan dikenakan tarif progresif (5%–35%) sesuai total penghasilan kamu.

Bagaimana dengan capital gain? Ini kabar baiknya. Amerika gak mengenakan pajak capital gain untuk investor asing seperti WNI (asalkan kamu gak tinggal di AS >183 hari atau punya properti real estate). Tapi di Indonesia, capital gain saham luar negeri wajib dilaporkan di SPT dan akan kena pajak progresif juga kecuali kamu bisa buktikan dana hasil jual saham itu kamu investasikan di Indonesia.

Lalu soal jam perdagangan. Saham AS diperdagangkan dari jam 20:30 sampai 03:00 WIB, jadi kalau kamu tipe investor aktif atau swing trader, siap-siap begadang. Kalau kamu long-term holder, sih santai aja, cukup cek pas bangun tidur. Tapi tetap saja ini faktor yang perlu dipertimbangkan, apalagi buat kamu yang kerja pagi-pagi atau sudah capek urus pasien seharian.

Bagaimana dengan perbandingan ke saham lokal di BEI? Di Indonesia, proses jauh lebih familiar. Jam bursa pagi-sore, laporan keuangan pakai bahasa Indonesia, dan pajak lebih simpel karena transaksi jual kena 0.1% final, dividen kena 10% potong sendiri atau bisa bebas pajak dividen kalau reinvestasi dividen. Tinggal laporan di SPT. Tapi kekurangannya juga banyak. Likuiditas rendah, terutama di luar LQ45. Banyak saham nyangkut karena spread lebar dan investor dominan ritel (XL Sekuritas misalnya). Dividen cuma setahun sekali, kadang gak konsisten. Belum lagi praktik manajemen yang kadang kayak usaha keluarga, gak semua keputusan berpihak pada pemegang saham minoritas. Dan tentu saja, kamu tetap megang Rupiah, yang nilainya makin lama makin lemah terhadap USD. Banyak libur. Banyak FCA. Banyak UMA. Banyak ARA ARB.

Jadi investasi saham US itu bisa jadi jalan keluar yang menarik, tapi bukan jalan tol bebas hambatan. Kamu dapet akses ke perusahaan besar, dividen rutin dalam USD, dan potensi capital gain tanpa pajak di AS. Tapi kamu juga harus siap hadapi kompleksitas pajak di Indonesia, risiko mata uang, dan harus lebih cermat milih sahamnya. Western Union itu contoh sempurna saham yang kelihatan “manis dari luar” tapi ternyata mengandung potensi rugi besar karena perusahaannya berada di sektor yang sedang sekarat.

Kalau kamu pengen mulai, mulailah dari saham-saham yang fundamentalnya kuat dan bisnisnya masih relevan 10–20 tahun ke depan. Misalnya PepsiCo, Johnson & Johnson, Texas Instruments, atau bahkan ETF seperti SCHD yang fokus ke dividend aristocrats. Jangan cuma tertarik karena harganya di bawah $50 atau yield-nya besar. Karena di Wall Street, harga murah itu bukan berarti underappreciated, bisa jadi memang pantas dihargai murah.

Dan terakhir, pilihlah broker yang sesuai dengan gaya kamu. Gotrade cocok untuk pemula, bisa beli fraksi, UI sederhana. Tiger Brokers atau Interactive Brokers cocok buat kamu yang udah siap lebih serius dan pengen akses fitur lebih dalam. Jangan lupa juga urus laporan pajak kamu dengan rapi karena dalam investasi global, yang bikin rugi bukan cuma market, tapi juga kelalaian administrasi.

Kalau kamu siap dengan semua itu, investasi saham US bisa jadi lompatan besar dari investor lokal jadi investor global. Tapi ingat, bursa saham bukan tempat buat cari cepat kaya, tapi tempat buat bangun portofolio yang tahan banting dalam jangka panjang. Dan itu selalu dimulai dari pemahaman yang utuh, bukan sekadar FOMO harga murah. Bursa saham bukan judol. Jangan jadi seperti BudiDolDol bin Judd Old.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BREN $ADRO $BSSR

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy