imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$ACST LK Q1 2025: Beban Keluarga $ASII

Request member External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Kalau kita bedah ACST dari semua sisi mulai dari laporan keuangan kuartalan, aksi korporasi terbaru, struktur bisnis, hingga transaksi dengan pihak berelasi, maka ceritanya tidak lagi sekadar tentang perusahaan konstruksi biasa yang lagi seret napas, tapi tentang satu entitas yang eksistensinya bergantung sepenuhnya pada good will dan infus dana dari grup induk. ACST ini bukan hanya proyek bisnis, tapi juga proyek penyelamatan reputasi dari keluarga besar Astra. Dan drama keuangannya, kalau dibikin film, pantas diberi judul Anak Tidak Berguna. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Pendapatan ACST di Q1 2025 naik 30% yoy menjadi Rp713,6 miliar. Mayoritas (92%) berasal dari lini konstruksi inti, sisanya dari jasa pendukung. Margin kotor akhirnya balik sehat karena naik ke 7,8% dari hanya 1,1% di tahun sebelumnya. Ini pertanda bahwa secara operasional, mereka mulai bisa nafas, proyek-proyek berjalan mulai menghasilkan marjin yang wajar. Beban penjualan bahkan tercatat negatif Rp1,9 miliar karena ada pembalikan provisi. Beban umum-administrasi stabil di Rp36,9 miliar, dan laba sebelum pajak berhasil positif Rp1,8 miliar dari yang sebelumnya rugi Rp44 miliar.

Tapi catatan penting dari laba tahun berjalan Rp1,8 miliar itu, justru entitas induk masih merugi Rp3,9 miliar. Laba malah dinikmati oleh pihak nonpengendali sebesar Rp5,7 miliar. Jadi ini bukan laba yang mengalir ke pemegang saham ACST, tapi ke mitra atau anak usaha yang tidak dikendalikan penuh. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Sekarang kita buka dompetnya di Cashflow. Uang tunai yang masuk dari pelanggan hanya Rp666,5 miliar (angka yang bikin merinding karena mirip angka setan), sedangkan pembayaran ke vendor dan pegawai mencapai Rp864 miliar. Alhasil, arus kas operasi (CFO) anjlok ke minus Rp194,4 miliar. Bahkan ketika capex mereka minim karena hanya Rp186 juta, free cash flow-nya tetap negatif karena CFO minus. Ini kondisi yang disebut kerja keras bagai kuda tapi ngutang terus.

Untuk menutup lubang likuiditas, ACST harus menarik utang bank jangka pendek yang melonjak dari Rp110 miliar menjadi Rp340 miliar hanya dalam satu kuartal. Belum cukup, mereka juga harus minta suntikan dari pemegang saham pengendali (KSP) $UNTR sebesar Rp245 miliar dengan bunga lunak (JIBOR + spread tipis). Secara struktur neraca, kas mereka cuma Rp452 miliar, sementara tagihan bruto yang belum bisa ditagih mencapai Rp1,16 triliun. Modal kerja bersih defisit Rp413 miliar, current liabilities lebih besar dari current assets. Dalam istilah lapangan, ini perusahaan yang kerja dulu, dibayar nanti, tapi harus bayar vendor sekarang. Nggak heran kalau dompetnya selalu bolong. Biar tekor asal kesohor.

ACST bukan hanya pemborong bangunan biasa. Mereka main dari hulu ke hilir mulai dari fondasi dalam, struktur tinggi, jalan, jembatan, terowongan, hingga dekorasi dan MEP. Proyek yang mereka tangani mayoritas berasal dari grup Astra, entah itu Samadista Karya, GDS IDC, atau Marga Mandalasakti. Artinya, secara pemasaran mereka diuntungkan oleh jaringan keluarga. Tapi itu juga jadi masalah. Karena walaupun dapat proyek, pembayaran dari grup sendiri sering telat. Banyak tagihan lewat 90 hari, bahkan sebagian besar proyek utama sudah melewati tenggat waktu penyelesaian. Bahkan di laporan keuangan, ada akrual proyek dan tagihan bruto yang sangat besar, menunjukkan proyek belum selesai tapi cash belum bisa ditarik. Vendor-vendor mereka memang tersebar dan tidak ada satu pun yang dominan lebih dari 10%, ini sisi positif, tapi tekanan ada di bagian kas masuk, bukan kas keluar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dan inilah akar dari segala kegelisahan yakni tagihan ke pelanggan terutama grup sendiri tidak cair, tapi utang ke vendor tetap harus dibayar. Ditambah lagi, beban bunga terus berjalan. Bahkan interest coverage mereka cuma 1,4x EBITDA. Satu sentuhan naiknya bunga BI bisa langsung melubangi P&L. Mereka memang masih sanggup membayar bunga tapi jelas tidak dari uang yang dihasilkan operasi. Uangnya dari utang baru. Kalau ini terus dibiarkan, siklus gali lubang tutup lubang akan membesar jadi lubang neraka.

Lalu datanglah aksi korporasi Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD) alias private placement dengan jumlah 5 miliar saham baru di harga Rp100 per saham. Nilainya Rp500 miliar, dan akan diserap seluruhnya oleh KSP, yang dimiliki 99,97% oleh United Tractors. Ini bukan sekadar aksi korporasi, tapi perpanjangan napas yang eksplisit diakui dalam dokumen keterbukaan karena ekuitas negatif dan modal kerja bersih negatif. Kalau aksi ini berhasil, ekuitas ACST yang sebelumnya negatif Rp140 miliar akan berubah jadi positif Rp359 miliar. Rasio lancar naik ke 1,0x, dan modal kerja balik positif Rp79 miliar. Tapi investor publik yang tidak ikut aksi ini akan terdilusi sampai 28%.

Dan di sinilah letak ironi anomali cappuccino assassino nya karena ACST tidak lagi bisa hidup dari bisnisnya sendiri, melainkan dari uang pemegang saham pengendali. Tidak ada individu yang menguasai lebih dari 50% secara langsung, tapi grup Astra melalui KSP dan UT memegang kendali mutlak. Bahkan Komisaris dan Direktur ACST banyak yang rangkap jabatan dengan posisi strategis di UT dan KSP. Jadi hubungan afiliasi bukan cuma di laporan, tapi sudah masuk ke dalam struktur napas perusahaan.

Secara teori, ACST bisa diperbaiki. Tapi itu butuh lebih dari sekadar suntikan dana. Perusahaan harus mengubah cara main. Skema proyek harus milestone-based, bukan lunas di akhir. Manajemen harus berani menegosiasikan jadwal bayar yang lebih sehat. Piutang yang lewat 90 hari harus dikejar mati-matian. Proyek-proyek yang molor harus dipercepat supaya tagihan bisa ditarik. Kalau itu semua bisa dilakukan, cashflow akan balik positif. Kalau sudah positif, barulah laba bisa dinikmati pemegang saham, bukan cuma pihak nonpengendali. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau semua berjalan sesuai harapan, saham ACST yang sekarang masih di Rp91 dan secara valuasi hanya 0,4x Price/Sales bisa melonjak karena pasar akan mulai menghargai perbaikan likuiditas dan solvabilitas. Tapi kalau tidak? Maka ini bukan pertama atau terakhir kalinya mereka rights issue. Dan investor publik akan terus jadi korban dilusi, sambil menonton ACST makin lama makin jadi divisi operasionalnya UT, bukan lagi perusahaan publik independen.

Jadi ACST hari ini adalah perusahaan dengan prospek operasional yang membaik, tapi struktur finansial yang masih sangat rapuh. Keberhasilan di atas kertas tidak cukup jika uangnya tidak masuk ke kas. Semua harapan investor bergantung pada satu kata yakni cashflow. Tanpa itu, semua margin, semua backlog, dan semua laba hanyalah angka dalam laporan. Sebaliknya, dengan cashflow yang sehat, ACST bisa berubah dari kontraktor nyangkut jadi kontraktor bangkit. Tapi sampai saat ini? Mereka masih kerja keras, tapi belum dibayar. Jadi, pertanyaannya sederhana: mau investasi di perusahaan yang proyeknya jalan tapi duitnya belum cair? Silakan. Tapi siapkan nyali, dan jangan kaget kalau ternyata yang panen duluan malah pihak nonpengendali.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/9

testestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy