[%Klsj%] Mantap Pak! This is the most realistic way. Tadinya saya pikir skemanya akan mirip ADRO-AADI atau kalau jaman dulu 1997 ketika 51% ownership [%cZjf%] di spin-off oleh [%iIDp%] ke existing shareholder INTP dengan mekanisme special devidend-in-kind.

@IPOhunter2 Mantap Pak! This is the most realistic way. Tadinya saya pikir skemanya akan mirip ADRO-AADI atau kalau jaman dulu 1997 ketika 51% ownership $INDF di spin-off oleh $INTP ke existing shareholder INTP dengan mekanisme special devidend-in-kind.

IHSG - Tanpa Akuisisi, Danantara Kuasai $BRIS: Strategi Kendali via Vehicle"

Menteri BUMN mengumumkan rencana pengalihan pengendalian BRIS ke Danantara. Pasar merespons negatif.

Alih-alih menduga ini akan berujung manis, seperti tender offer dan cuan instan bagi investor $BMRI, BBNI, $BBRI, mari kita bongkar faktanya. Transaksi ini bukan akuisisi biasa. Ini adalah strategi penguasaan lewat vehicle, tanpa harus membeli secara langsung.
--------------------------------------------------------------
Danantara Mau Kendali — Tapi Tak Mau Beli

Banyak mengira Danantara akan membeli saham BRIS dari BMRI, BBNI, dan BBRI. Faktanya tidak demikian. Ini adalah restrukturisasi internal antar sesama BUMN, bukan akuisisi pasar modal.

POJK No.4 Tahun 2018 Pasal 6(b) menegaskan:
“Jika pengendalian berpindah antar entitas yang dikendalikan oleh negara, maka tidak wajib dilakukan tender offer.”

Jadi meski PSP (pengendali) BRIS berpindah dari BMRI ke Danantara, publik tak berhak menuntut tender offer. Yang ada malah…. Take it or leave it.

Artinya, peluang bagi investor publik untuk mendapatkan keuntungan dari mekanisme tender offer, seperti biasa terjadi saat pergantian pengendali bank, tidak akan terjadi dalam skema ini.
---------------------------------------------------------------
Vehicle: Satu Wadah, Banyak Kuasa

Danantara tidak akan membeli langsung BRIS, melainkan membentuk entitas baru, sebut saja “vehicle”.
Strukturnya seperti ini:
• 51% dimiliki Danantara (negara),
• 49% dimiliki BMRI, BBNI, dan BBRI,
• Saham BRIS dari ketiga bank diserahkan sebagai inbreng, bukan dijual.

Alhasil:
• BRIS tak lagi dimiliki langsung oleh BMRI, BBNI, dan BBRI,
• Tapi oleh vehicle yang jadi pengendali baru.

PSAK 38: Rapi Tapi Tak Ada Untung
Sesuai PSAK 38 (restrukturisasi entitas sepengendali):
• Tidak boleh ada laba/kerugian diakui,
•Semua dicatat berdasarkan nilai buku, bukan nilai pasar.

Simulasi:
• Nilai buku BRIS: Rp47 triliun,
• 90% milik ketiga bank: Rp42,3 triliun,
• Maka valuasi vehicle agar proporsional = Rp42,3 T / 49% = Rp86,3 T,
• Vehicle menerbitkan saham baru 49% (senilai Rp42,3 T) untuk ditukar dengan saham BRIS.
----------------------------------------------------------------------------
Dividen BRIS Dulu Bocor ke Publik

Dulu, saat BRIS membagi dividen Rp100, uang itu "bocor" ke publik lewat berbagai jalur:
• 10% langsung ke publik lewat BRIS,
• 40% dari jatah dividend BMRI (karena publik punya 40% saham BMRI),
• 40% dari jatah dividend BBNI,
• 46% dari jatah dividend BBRI.

Total kebocoran? Sekitar 47% dari dividen BRIS mengalir ke publik lewat berbagai tingkatan.
Jadi dari Rp100 dividen BRIS, negara hanya menerima Rp53.
Sisanya Rp. 47 bocor ke pasar terbuka (publik).
--------------------------------------------
Setelah “Vehicle”: Dividen Efisien, Kuasa Maksimal

Setelah BRIS dimiliki langsung oleh “vehicle”:
•  90% saham BRIS kini di tangan “vehicle”,
• Saat BRIS membagi dividen Rp100, maka Rp90 langsung masuk ke “vehicle”,
• Tidak lagi bocor lewat BMRI, BBNI, dan BBRI.

Jadi tanpa perlu mengubah kebijakan dividend payout ratio, aliran dana ke negara otomatis meningkat dari Rp53 → menjadi Rp90: Hanya karena struktur kepemilikan yang lebih langsung dan efisien.

Dan selanjutnya “danantara via “vehicle”, atas dividend yang diterima dari BRIS dapat memutuskan:
• Apakah dividen yang diterima dari BRIS, selanjutnya akan dibagikan kembali ke BMRI, BBNI, dan BBRI, sebagai dividend “vehicle”;
• Atau digunakan sendiri untuk proyek strategis danantara: Jalan tol, pupuk, tambang, ibu kota baru, atau apa pun rencana besar negara.

Dan karena “vehicle” bukan Tbk, ia tidak wajib membayar dividend dan tidak juga wajib memberi penjelasan kepada publik.
----------------------------------------------------------------
Goodwill?  Bisa Saja, PPJK Solusinya

Pertanyaan wajar:
“Masa vehicle baru nilainya Rp86 triliun? Gak maksa?”

Jawabannya: bisa, asal ada penilai independen (PPJK) yang menyusun valuasi berdasarkan potensi arus kas masa depan (DCF). Contohnya sudah ada: GOTO mencatat goodwill Rp93 triliun ketika merger antara gojek dan tokopedia.

Arus kas masa depan mungkin berasal dari return atas investasi pada proyek strategis Danantara yang dibiayai oleh “vehicle”.
-----------------------------------------------
Kesimpulan: Ini Bukan Akuisisi, Ini Optimalisasi

Jangan salah kaprah: ini bukan Danantara mengakuisisi “BRIS”.
Yang terjadi:
• Sebaliknya; BMRI, BBNI, dan BBRI berinvestasi pada Danantara (“vehicle”),
• BRIS diserahkan sebagai inbreng,
• Negara tetap pengendali, tapi lebih efisien dan langsung.

Manfaat:
• Dividen tidak bocor ke publik,
• Struktur kendali lebih ringkas,
• Fleksibilitas fiskal meningkat, tanpa perlu gaduh di pasar.