Tentang Cara Pandang Moving Average untuk INVESTOR/TRADER

Studi kasus BTPS

Moving average merupakan indikator teknikal yang penting dan paling simpel, sering diremehkan namun sekelas fund managers biasa memakai ini untuk mengetahui market pricing. Yang dimaksud market pricing itu adalah berapa harga fair yang ditentukan pada demand and supply, bukan hanya pada fundamentalnya. Pengaruh faktornya bisa saja fundamental, tapi juga sentimen, likuiditas dan sebagainya. Maka biasanya market pricing ini digambarkan sebagai harga pergerakan rata - rata 1 bulan (MA 20), kuartal (MA 50), atau satu tahun (MA 200). MA 200 ini menjadi penting karena dipakai standar uptrend dan downtren jangka panjang oleh banyak fund managers.

EMA itu moving average yang lebih condong ke harga terbaru. Kalau SMA (simple moving average) kasih bobot yang sama ke semua harga, EMA lebih fokus ke harga terakhir. Jadi dia lebih cepat terlihat tren jangka pendek.

Misalnya kamu pakai EMA 20. Kalau harga tembus ke atas EMA 20, bisa jadi itu awal trend naik. Tapi kalau malah turun dan mantul di bawah EMA 20, artinya tekanan jual masih dominan. EMA itu kayak garis dinamis yang bisa kasih kita konfirmasi: trend ini beneran atau cuma koreksi teknikal. Dalam konteks analogi EMA 20 menggambarkan bahwa harga sudah di atas rata - rata sebulan jadi ketika harga cross EMA ke bawah, ada pelaku pasar yang menganggap bahwa harga sudah lebih murah dari market pricing satu bulan sehingga timbul support atau demand. Sebaliknya jika cross ke atas EMA 20 misalnya, ada sebagian pelaku pasar yang beranggapan bahwa tekanan buyer sudah melebihi tekanan seller sehingga harga bisa bergerak naik dengan baik.

Biasanya trader/investor dapat memakai kombinasi EMA:
- EMA 20 buat swing pendek
- EMA 50 buat peralihan arah
- EMA 200 buat tren besar jangka panjang

Tapi ingat, EMA cuma alat bantu. Jangan jadikan sinyal tunggal. Tetap lihat volume, lihat struktur harga, momentum dan yang paling penting — *jangan lupa cutloss*. Banyak yang terlalu percaya EMA tapi nggak punya rencana exit. Ending-nya nyangkut sebagai trader.

EMA bagus buat bantu baca trend dan nentuin area beli/jual. Tapi tetap balik ke rencana dan disiplin eksekusi. Karena di market, yang paling mahal itu bukan indikator... tapi judgement dan money management. Sebagai trader kita harus melihat suatu trade sebagai peluang, bisa berhasil bisa gagal. Jadi jangan lupa untuk cut posisi untuk mengamankan modal dan sebaliknya Take Profit bila naik namun tidak sesuai ekspektasi atau sudah mencapai target.

Investor harus menganggap EMA sebagai hal yang penting juga sebab market pricing merupakan petunjuk bahwa ada informasi yang diketahui oleh pelaku pasar. Jika suatu company tiba - tiba menembus garis EMA 200 dan tidak rebound, hal itu biasanya menunjukkan Fund Managers yang berusaha keluar dari market tidak peduli pada market pricing yang 'murah' dalam satu tahun. Alasannya bisa jadi deep fundamentals atau macro yang uncertain sehingga terjadi risk off.

Kita ambil contoh saja $BTPS di tahun 2022 - 2023, harga menembus EMA 200 dan tidak recover selama beberapa tahun. Di sana diikuti dengan volume dan distribusi yang luar biasa. Ini petunjuk fundamental, bahwa ada deep problem yang menjadi dasar penurunan hebat ini misalnya perilaku high risk taking credit dari BTPS yang sebenarnya sudah menunjukkan perlunya switch ke conservative karena CKPN namun di tahun 2023 masih menunjukkan LDR yang masih tinggi. Market melakukan pricing sampai - sampai BTPS dianggap akan bangkrut, waktu itu saya hitung fairnya dalam kondisi laba tetap tidak turun/naik di 2400 dan Nilai Pailit sekitar 1400. Maka market akan menghukum dengan bergerak ke MOS 50% dari Nilai Pailit,

Mengapa market pricing menjadi penting karena hal ini, in the end of the day kita boleh bilang company have a value or moat, tapi tetap apresiasi ditangan yang punya uang. Ketika performa menurun dan mereka expect sampai pada kebangkrutan disitu saham akan dibuang separah - parahnya. Dan begitu kondisi membaik BTPS sudah berada di titik setengah dari hitungan Fair Value saya di 2400 (konstan earnings).

Kamu boleh menganggap bahwa oh ya, fundamental is the best, tapi practicalnya bisa jadi sahamnya terus underappreciated. Terutama di era low liquidity 3 tahun ini, PMI global tidak beranjak dari level kontraksi 40 - 50. Fundamental yang diajarkan Warren juga tidak cocok 100% untuk diterapkan di Indonesia, misalnya dalam konteks balancing Treasury (Bond) dan saham. Dalam historikalnya, sangat jarang Bond Market Indonesia mengalahkan kencangnya inflasi dan depresiasi rupiah. Beda dengan US Treasury, jadi tidak cocok. Kalau misalnya sekarang $BBRI $BMRI menawarkan deviden di atas 8%, itu ga make sense sekali kamu beli FR yang kasih yield 7% minus tax, apalagi SBR.

Teknikal Analysis termasuk MA ini harus dianggap sebagai petunjuk yang melengkapi analisi lain termasuk fundamental. Tidak ada yang lebih unggul. Bahkan untuk Investor.

Goodluck!

Gabung GoInvest ID
https://bit.ly/GoInvestID

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy