Apakah Ini Kisah Baznas Konoha yang Katanya Lembaga Agama yang Suci Tapi Kebanyakan Makan Dodol Garut dan Korupsi Dana Umat? Hanya sekedar bertanya 🙏

Bayangkan sebuah kisah fiktif lembaga fiktif yang seharusnya jadi benteng kepercayaan umat, tempat di mana uang zakat, infak, dan sedekah, yang dikumpulkan dari hasil jerih payah petani, pedagang kecil, buruh harian, sampai jemaah masjid, disalurkan demi kebaikan. Lalu lembaga itu malah terlibat dalam kisah penuh drama, penuh pertanyaan, dan penuh akrobat logika. Itulah yang terjadi di Baznas Jewer Konoha, sebuah lembaga yang tampaknya sedang mengalami krisis identitas antara pengelola dana umat dan pengelola ego kelembagaan. Karena ketika laporan dugaan penyimpangan dana muncul dari internal sendiri, bukannya dibuka, diklarifikasi, atau diluruskan, malah pelapornya yang dijadikan tersangka. Luar biasa. Benar-benar contoh teladan, dalam hal membalik logika. Upgrade skill dodol Baznas https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Sebut saja namanya Tri, nama samaran, mantan Kepala Audit Internal Baznas Jewer Konoha, bukan orang luar, bukan netizen sotoy, bukan juga influencer nyinyir yang cari panggung. Dia orang dalam. Pegawai. Kepala audit. Orang yang justru ditugaskan untuk menjaga lembaga dari kesalahan. Tapi ketika dia melaporkan bahwa ada dugaan penggunaan dana operasional sebesar 20%, padahal regulasi jelas hanya membolehkan maksimal 12,5%, apa yang terjadi? Dia malah dianggap ancaman. Dia dilaporkan balik karena menyebarkan dokumen yang katanya rahasia. Dokumen yang, lucunya, diserahkan ke lembaga resmi seperti Baznas pusat Konoha dan Inspektorat Jewer Konoha. Jadi, ini kita bicara dokumen rahasia yang diserahkan ke atasan sendiri. Logikanya adalah kalau kamu kasih laporan ke bosmu, itu dianggap tindakan kriminal. Mungkin di semesta alternatif, itu bisa dipahami. Tapi di dunia nyata? Itu namanya, yah, Anda tahu lah. Dodol? Hanya sekedar bertanya 🙏

Lebih ajaib lagi, setelah laporan ini viral, tahu-tahu dana operasional Baznas Jewer Konoha di tahun 2024 kembali ke 12,5%. Sesuai aturan. Wah, cepat juga refleksnya. Hebat. Jadi, sebelumnya 20% itu karena apa ya? Salah ketik? Salah baca? Atau karena merasa cukup berkuasa untuk melabrak aturan? Tidak jelas. Yang jelas, saat diperiksa, data koreksi ini seperti mengonfirmasi bahwa laporan Tri Yanto memang bukan ngarang. Tapi sayangnya, yang dibenahi bukan sistemnya, melainkan orang yang membongkarnya. Ya ampun, luar biasa lembutnya empati kelembagaan ini. Kalau Anda bawa laporan, siap-siap masuk babak baru yakni kriminalisasi episode satu.

Dalam sistem yang sehat, whistleblower itu dilindungi. Dikasih ruang, bahkan mungkin dikasih penghargaan karena menjaga integritas institusi. Tapi di sistem yang... mari kita sebut “unik”, whistleblower justru dianggap penyusup, pengkhianat, dan sumber kerusakan. Bukan karena salah, tapi karena berani menyuarakan yang tidak nyaman. Baznas Konoha tampaknya memilih jalur “jangan bikin malu lembaga”, walaupun harus menindas kebenaran. Seolah yang paling penting itu menjaga citra, bukan memperbaiki isi. Seolah-olah yang menyebalkan dari laporan itu bukan fakta dana kelebihan 7,5%, tapi fakta bahwa publik mengetahuinya. Jadi, masalah bukan pada pelanggarannya, tapi pada siapa yang berani buka mulut. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dan cara mereka merespons ini membuat orang bertanya-tanya, apakah mereka merasa diri selevel nabi yang tak boleh dikritik? Sebab gaya komunikasi Baznas Jewer Konoha cenderung menolak semua tuduhan, menutup ruang transparansi, dan menganggap pelapor bukan bagian dari solusi, tapi masalah yang harus dibungkam. Bahkan ketika publik mulai menyoroti, jawaban mereka adalah audit internal dan SK rahasia. Audit internal itu ibarat kamu mengklaim sehat karena kamu sendiri yang bikin hasil lab-nya. Ya pasti sehat dong, masa iya kamu nyatakan dirimu sendiri busuk?

Jadi, apakah wajar jika banyak orang menganggap cara Baznas menghadapi ini sebagai bentuk dari keputusan yang kurang tajam secara logika? Atau dodol? Hanya sekedar bertanya 🙏

Sangat bisa dimaklumi kalau kelakuan mereka begitu. Apakah bisa dikatakan bahwa strategi mereka menunjukkan tingkat intelektualitas pengelolaan krisis yang, mari kita bilang, tidak tinggi? Ya, sangat mungkin. Karena kalau lembaga sebesar Baznas tidak bisa membedakan antara “diserang” dan “diingatkan,” antara “pengkhianat” dan “penjaga,” maka ada yang salah secara mendasar. Dan kalau refleksnya setiap dikritik adalah membawa pasal ITE, bukan memperbaiki diri, ya kita patut bertanya, ini apakah sebenarnya lembaga pelayanan umat atau rezim Korea Utara kecil-kecilan? Hanya sekedar bertanya 🙏

Seharusnya bagaimana dong? Sederhana aja. Kalau memang ada laporan dugaan korupsi, ya tinggal klarifikasi terbuka aja. Jelaskan ke publik, tunjukkan audit independen, ajak NGO, masyarakat sipil, dan tokoh agama untuk diskusi terbuka. Kalau salah, akui dan perbaiki. Kalau benar, tunjukkan datanya. Jangan main rahasia-rahasiaan pakai SK internal. Itu lembaga zakat, bukan badan intelijen negara. Sok rahasia padahal itu kan duit ummat Islam, bukan duit nenek moyang pengurus Baznas cabang Jewer Konoha. Dan kalau ada pegawai yang berani melapor, ya hargai. Jangan dibungkam pakai pasal karet hanya karena suara mereka bikin tidak nyaman. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Karena yang lebih memalukan dari menyalahgunakan dana zakat adalah menyalahgunakan kuasa atas nama kepercayaan. Dan kalau gaya kepemimpinan seperti ini terus dijalankan, maka reputasi Baznas sebagai lembaga suci tinggal menunggu waktu untuk diganti stempel, “tidak menerima kritik, hanya menerima pujian.” Dan kalau sudah sampai titik itu, publik pun paham bahwa kata-kata yang tak bisa diucapkan di sini, mungkin sudah terlalu ringan untuk menggambarkan cara berpikir yang ditunjukkan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Sadar diri Baznas, kalian itu cuma lembaga pengelola dana umat. Bukan lembaga intelijen negara, bukan Influencer yang tugasnya menuntut orang pakai UU ITE. Tugas kalian cukup terima dana umat dan manfaatkan dengan jujur, jangan sembunyi-bunyi.

Kalau perilaku seperti yang ditunjukkan Baznas cabang Jewer Konoha terjadi di sebuah perusahaan terbuka atau saham publik, bisa dipastikan nasibnya tidak akan jauh-jauh dari delisting atau bangkrut, dan mungkin CEO-nya sudah dikecam habis-habisan dalam RUPS darurat. Bayangkan sebuah emiten yang semestinya menjaga kepercayaan investor malah sembarangan pakai dana, tidak patuh regulasi internal, lalu ketika ada auditor internal mengungkap dugaan pelanggaran, bukan perbaikan yang dilakukan, tapi malah auditor itu dipecat dan dilaporkan ke polisi. Gila aja. Investor pasti panik, saham langsung auto ARB berjilid-jilid, manajemen digeruduk media, dan OJK turun tangan dalam waktu semalam. Tapi karena ini lembaga keagamaan, publik malah disuguhi alibi “dokumen rahasia” dan audit internal yang entah bisa dipercaya atau tidak. Seolah - olah itu dokumen intelejen dari Presiden Prabowo.

Dalam dunia pasar modal, keterbukaan informasi itu harga mati. Transparansi bukan sekadar etika, tapi kewajiban. Laporan keuangan harus sesuai PSAK, harus diaudit independen, harus diumumkan ke publik. Dan kalau ada kesalahan, bahkan dugaan saja, market bisa bereaksi keras. Kalau ada emiten yang ketahuan menggunakan dana operasional di luar batas yang diatur, investor akan menuntut ganti rugi. Tapi dalam kasus Baznas, ketika ada dugaan penggunaan dana operasional mencapai 20%, padahal aturan jelas membatasi di 12,5%, yang terjadi malah pembungkaman. Bayangkan perusahaan yang ketahuan main-main dengan beban operasional langsung bilang, “nggak kok, udah diaudit internal, bersih.” Lah, itu sama saja kayak CEO bilang dia sehat karena hasil lab buatan sendiri. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Yang lebih memprihatinkan, ketika kritik dari internal dianggap ancaman, itu sama seperti direksi perusahaan memecat kepala audit karena terlalu jujur. Dalam dunia korporat, itu red flag besar. Dalam lembaga sosial? Itu bisa jadi pertanda bahwa amanah bukan lagi prioritas, melainkan citra. Dan kita semua tahu, perusahaan yang cuma sibuk menjaga citra tanpa menyelesaikan akar masalah pada akhirnya hanya menunda kehancuran. Karena pasar mungkin bisa dimanipulasi sebentar, tapi kepercayaan? Sekali rusak, susah dibeli lagi, dan dalam kasus zakat, yang rusak bukan sekadar reputasi lembaga, tapi juga kepercayaan umat.

Jadi, kalau ini terjadi di bursa efek, besar kemungkinan tickernya sudah berubah status jadi “suspended,” digosipkan mau pailit, dan ramai dibahas di forum-forum dengan stempel “jangan disentuh, bau bangkai.” Tapi sayangnya, ini bukan saham. Ini lembaga pengelola dana umat, yang kebal dari sentimen pasar, tapi sangat rentan kehilangan legitimasi. Dan kalau cara kerja seperti ini terus dipertahankan, mungkin nasib akhirnya memang bukan bangkrut secara keuangan, tapi gulung tikar secara moral. Dan itu jauh lebih memalukan.

Apakah masih mau kalian bayar zakat kalau lembaga pengelola-nya korupsi? Hanya sekedar bertanya 🙏.

Saya sih ogah. Mending langsung bayar zakat sendiri aja cari orang miskin disekitar lingkungan sendiri. Langsung tepat sasaran tidak dikorupsi oknum pengabdi setan tapi ngaku menyembah tuhan. Iya, menyembah Tuhan duit dan dodol.

Ngaku mengelola dana syariah umat padahal rampok. Itu rampok dikasi duit gratis ya senang mereka.

Sekali lagi ini hanya kisah fiktif yang terjadi di Baznas cabang Konoha.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BRIS $BTPS $ASII

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy