Apakah Tentang Dugaan Korupsi Baznas dan Saham?
Diskusi hari ini tentang dugaan korupsi Baznas di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau zakat adalah salah satu rukun Islam yang paling mulia, yakni alat pemurnian harta, penjaga solidaritas sosial, dan jaring pengaman ekonomi umat, maka pengelolaannya seharusnya berada dalam standar integritas tertinggi. Tapi apa jadinya kalau lembaga pengelola zakat justru menjadi ladang konflik kepentingan, minim transparansi, dan menindak pegawainya sendiri yang justru ingin menegakkan akuntabilitas? Inilah yang terjadi pada kasus Tri Yanto, eks Kepala Audit Internal dan Kepatuhan Baznas Jawa Barat. Bukannya diberi penghargaan karena membongkar dugaan penyelewengan dana zakat senilai hampir Rp9,8 miliar, ia malah dijadikan tersangka pidana oleh Polda Jabar. Pasal yang dipakai? UU ITE. Sementara dalihnya adalah menyebarkan dokumen rahasia. Padahal dokumen itu justru ia serahkan ke Inspektorat Jawa Barat dan Baznas RI, bukan ke media sosial atau kanal publik. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau kita telaah dari sisi hukum, Tri justru bertindak dalam koridor perlindungan hukum yang jelas. Ada UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 yang secara eksplisit menyebutkan bahwa pelapor dugaan korupsi tidak bisa dituntut pidana atau perdata asalkan bertindak dengan itikad baik dan menyertakan bukti awal. Tri Yanto tidak pernah mempublikasikan dokumen ke media, tidak membocorkan ke luar sistem, dan justru melaporkannya ke atasan dan lembaga pengawas. Jadi penggunaan Pasal 32 UU ITE terhadapnya adalah bentuk overkriminalisasi, bertentangan langsung dengan semangat perlindungan pelapor dan malah membuka preseden berbahaya yakni pelapor bisa jadi korban, pelanggar bisa terus bebas.
Masalah utamanya bukan cuma soal satu orang dilaporkan ke polisi, tapi sistem Baznas itu sendiri yang mengandung cacat struktural. UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat memberikan Baznas posisi superbody yakni bisa mengatur, mengelola, mengawasi, memberi izin, bahkan membina lembaga zakat lain (LAZ). Tidak ada pemisahan fungsi regulator, operator, dan pengawas sebagaimana di sektor lain. Bandingkan dengan sistem perbankan dimana OJK sebagai regulator, bank sebagai operator, dan BPK sebagai auditor.
Tapi di Baznas? Mereka bisa jadi panitia, pemain, dan wasit sekaligus. Dan ketika muncul pengaduan atau potensi pelanggaran, laporan itu ditelan dalam ruang hampa audit internal atau dikunci rapat dengan klaim "sudah diaudit dan wajar." Lembaga Superbody. KPK aja kalah sama Baznas.
Audit oleh KAP swasta pun belum menjamin independensi. Bahkan dalam kasus Baznas Jabar, pihak lembaga mengklaim telah diaudit oleh KAP, Inspektorat, hingga Kemenag, dan semuanya "tidak menemukan pelanggaran." Tapi publik tak pernah diberi akses terhadap detail laporan audit itu, padahal Pasal 20 UU Zakat mewajibkan laporan dan hasil audit dipublikasikan secara terbuka. Ini bukan pilihan, ini kewajiban hukum. Ketika laporan keuangan zakat hanya disampaikan ke pejabat, bukan ke umat, maka kepercayaan publik mulai retak. Ingat, zakat bukan pajak, zakat dikumpulkan atas dasar kepercayaan spiritual dan akuntabilitas moral. Kalau itu hilang, maka umat akan berhenti membayar atau memilih jalur distribusi pribadi.
Lantas bagaimana sikap negara, khususnya Presiden Prabowo, dalam menghadapi situasi ini? Kalau Prabowo ingin benar-benar dikenang sebagai presiden yang berpihak pada umat Islam, maka ini bukan soal simbolisasi zakat di pidato kenegaraan. Ini soal membenahi fundamental kelembagaan dan pengawasan dana umat. Pertama, Prabowo harus mendorong revisi UU No. 23 Tahun 2011 agar fungsi pengelolaan zakat dipisah antara pengelola dan pengawas. Bisa saja dibentuk Badan Pengawas Dana Umat, semacam OJK Syariah, yang khusus menangani akuntabilitas zakat, infak, sedekah, dan wakaf. Jangan sampai dana umat digarong rampok. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kedua, Prabowo wajib menerbitkan Instruksi Presiden atau Perpres yang memerintahkan seluruh Baznas di pusat dan daerah untuk diaudit rutin oleh BPK, bukan hanya auditor swasta. Karena begitu dana hibah APBD/APBN masuk ke Baznas, maka menurut UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK, itu sudah menjadi dana publik yang wajib diaudit negara. Ketiga, mekanisme seleksi pimpinan Baznas harus direformasi total mulai dari sistem penunjukan oleh presiden, gubernur, atau bupati yang sarat politisasi, menjadi sistem seleksi terbuka berbasis uji kompetensi dan rekam jejak keuangan. Harus ada tes integritas, pelaporan LHKPN, dan keterlibatan ormas Islam independen sebagai panel seleksi.
Keempat, Prabowo bisa memperkuat digitalisasi dan transparansi pengelolaan dana umat dengan membangun dashboard publik nasional untuk zakat dan wakaf, seperti SIPD untuk APBD. Dashboard ini harus real-time dan terbuka, seperti siapa muzaki-nya (tanpa nama), berapa total zakat masuk per bulan, disalurkan ke program apa, dan siapa penerimanya. Dengan begitu, umat tahu zakatnya bukan cuma dikumpulkan, tapi benar-benar digunakan sesuai syariat dan tepat sasaran.
Dan terakhir, Prabowo perlu mendorong optimalisasi pemanfaatan dana umat sesuai hukum Islam dan regulasi nasional. Secara fikih, dana zakat hanya boleh disalurkan ke 8 asnaf, yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, gharimin (orang berutang), fi sabilillah (di jalan Allah), ibnu sabil (musafir), dan budak (riqab). Tapi di era modern, cakupan ini bisa dikontekstualisasi untuk mendanai yakni pendidikan Islam di 3T, rumah sakit wakaf, koperasi mikro syariah, pembebasan utang petani, hingga insentif dai dan guru ngaji. Dana infak dan sedekah bisa lebih fleksibel, misalnya untuk bencana, pembangunan masjid, pembelian ambulans, atau pelatihan keterampilan. Dana wakaf cocok untuk aset jangka panjang seperti sekolah, rumah sakit, bahkan pabrik sosial. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dengan potensi zakat Indonesia mencapai Rp327 triliun per tahun, dan realisasi baru menyentuh Rp33 triliun, maka ada celah lebih dari Rp290 triliun yang belum tergarap. Tapi sebelum kita bicara soal menggenjot pemasukan zakat, yang harus dibenahi dulu adalah kepercayaan dan transparansi pengelolaannya. Karena umat tak akan rela menitipkan hartanya ke lembaga yang ketika dikritik, justru mempidanakan orang yang jujur.
Singkat kata, kalau Prabowo ingin mewariskan sesuatu yang lebih bermakna dari sekadar infrastruktur fisik, maka meletakkan fondasi zakat nasional yang transparan, bersih, dan profesional, itulah proyek peradaban umat yang nilainya tak tergantikan. Karena saat dana umat benar-benar dikelola untuk kepentingan umat, saat itulah kita bukan sekadar mengelola zakat, tapi sedang mengelola masa depan keadilan sosial yang berpijak pada syariat. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau ada yang berpikir bahwa kasus zakat di Baznas ini nggak ada hubungannya sama saham, itu keliru besar. Justru krisis kepercayaan terhadap pengelolaan dana umat bisa berdampak ke ekosistem keuangan syariah, ekonomi umat, bahkan ke emiten-emiten yang selama ini digerakkan oleh trust publik, terutama yang punya sentuhan langsung dengan citra Islam dan keuangan sosial. Zakat bukan sekadar urusan sosial; ia adalah salah satu komponen penting dari arsitektur ekonomi Islam yang mendasari geliat bisnis halal, emiten syariah, hingga sentimen investor retail Muslim. Dan ketika pengelola zakat terlihat tidak amanah, yang goyah bukan cuma reputasi Baznas, tetapi juga kepercayaan publik terhadap instrumen dan lembaga berbasis nilai Islam, termasuk saham-saham syariah.
Lihat saja realitanya, hingga 2024, jumlah saham syariah di BEI mencapai lebih dari 500 emiten, dan kapitalisasi pasar Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) menyentuh lebih dari Rp4.000 triliun. Banyak investor ritel Muslim yang masuk ke saham berbasis kehalalan usaha, laporan keuangan bersih dari riba, dan citra Islami yang kuat. Apalagi dengan maraknya program literasi keuangan syariah dan fatwa-fatwa halal terhadap investasi saham dari MUI. Tapi semua itu sangat bergantung pada trust dan narasi integritas. Jadi ketika zakat, sebagai pilar dasar sistem ekonomi Islam, justru jadi ajang abuse of power dan kriminalisasi pelapor, maka trust itu bisa rontok. Bahkan bisa merambat ke saham-saham yang diklaim sebagai “saham umat.”
Contoh nyata bisa dilihat dari reaksi investor terhadap saham-saham yang berlabel syariah ketika terjadi kasus reputasi. Misalnya, saham-saham bank syariah seperti $BRIS sempat volatile saat ada isu pengelolaan merger yang tidak transparan. Atau emiten-emiten berbasis bank syariah, yang cukup sensitif terhadap sentimen sosial umat. Investor retail, apalagi yang religius, cepat merespons krisis kepercayaan, apalagi jika menyangkut dana umat. Hal ini juga bisa berdampak pada minat investor terhadap instrumen-instrumen berbasis syariah seperti Sukuk Negara Ritel (SR) atau Reksa Dana Syariah. Karena kalau zakat saja bisa dikorupsi, bagaimana publik yakin kalau dana investasi syariah dikelola lebih aman? Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Lebih jauh, trust terhadap Baznas dan lembaga zakat berpengaruh langsung pada sektor-sektor yang bergantung pada kolaborasi dana sosial umat, sepertisektor pendidikan (emiten jasa pendidikan), sektor kesehatan syariah (rumah sakit berbasis wakaf), sektor keuangan mikro (bank wakaf mikro), dan sektor retail halal. Kalau donatur zakat mulai enggan menitipkan dana ke lembaga resmi, maka distribusi zakat ke sektor-sektor itu bisa terganggu. Dan kalau distribusi terganggu, cash flow lembaga penerima (termasuk lembaga afiliasi emiten) pun akan ikut macet. Ini berarti potensi turunnya pendapatan operasional, yang ujungnya mempengaruhi bottom line alias laba bersih.
Efek lainnya lebih tidak langsung tapi sama serius seperti kepercayaan publik terhadap regulasi ekonomi syariah bisa menurun. Dalam jangka panjang, ini akan memengaruhi nilai saham perusahaan yang branding-nya selama ini mengandalkan sentimen “halal, syariah, dan berintegritas.” Masyarakat bisa balik arah: dari “investasi berbasis iman” jadi “lebih baik yang sekuler tapi transparan.”
Jadi kasus zakat Baznas punya pengaruh ke pasar saham, terutama saham-saham yang secara branding atau core business-nya menyentuh nilai-nilai Islam. Buktinya adalah bagaimana trust publik jadi tulang punggung pergerakan saham syariah, sukuk ritel, hingga reksa dana berbasis nilai-nilai spiritual. Dan ketika trust itu diguncang oleh kelakuan lembaga zakat yang tidak transparan, maka pasar syariah bisa kena imbasnya. Karena dalam ekonomi umat, integritas itu lebih mahal dari dividend yield dan begitu kepercayaan hilang, investor bisa cabut bahkan sebelum chart-nya turun. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BTPS $PNBS
1/10