Jangan Telan Mentah Narasi Media - Tidak Jarang kalau Bad News Buat Akumulasi, Good News Buat Distribusi.

1. Narasi Dibentuk, Tidak selalu Netral

Dalam dunia saham, pergerakan harga bukan cuma soal angka atau laporan keuangan. Narasi memainkan peran besar, dan sering kali narasi ini dibentuk oleh media, entah sadar atau enggak.

Media bisa jadi alat, ketika berita negatif mulai dibesar-besarkan terkait emitennya, sektor tertentu mulai lesu, atau sentimen kebijakan pemerintah yg belum pasti, biasanya itu bikin fear.

Tapi justru di fase fear inilah harga saham banyak ditekan. Ini bukan kebetulan. Ini fase markdown yang seringkali dimanfaatkan buat akumulasi diam-diam oleh pemain besar.

2. Euforia harus tetap Waspada

Sebaliknya, saat berita-berita positif mulai dibombardir, tentang pertumbuhan emiten, sektor yang “bakal terbang,” atau saham tertentu yang “akan to the moon”, kita perlu waspada.

Narasi good news bisa jadi bukan buat ngajak masuk, tapi buat distribusi. Retail disuruh FOMO, sementara yang sudah “akumulasi dibawah” justru lagi jualan ke yang baru masuk.

Inilah fase markup menuju distribusi. Harga dinaikin dulu, sentimen dibagusin, lalu didistribusikan perlahan ke pasar.

3. Volatilitas Itu Wajar, Fokus ke Fundamental

Yang penting, jangan mudah ke-trigger narasi. Selama fundamental perusahaan masih baik, volatilitas itu hal yang wajar.

Market selalu punya siklus: naik, turun, konsolidasi, euforia, dan fear. Kita gak bisa kontrol narasi, tapi kita bisa kontrol cara berpikir dan strategi.

Jangan kejebak fear, jangan juga kebawa greed. Selalu kroscek dengan data, cek valuasi, dan lihat arah bandar kalau bisa.

Narasi media sering kali jadi alat, bukan cermin realita.

Bad news? Bisa jadi akumulasi.
Good news? Bisa jadi distribusi.

Selama fundamental aman, volatilitas itu bukan musuh.
Justru jadi peluang, kalau kita tahu cara bacanya 😁


$ANTM $GOTO $BREN

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy