Apakah Susu Bisa Bikin Mencret Nasional?
Beberapa hari lalu ada diskusi tentang susu di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Perdebatan susu tersebut lahir bukan karena susu adalah aset masa depan terbesar untuk saham seperti $ULTJ DMND dan $CMRY tapi karena pernyataan nyentrik seorang pejabat publik. Upgrade skill aset masa depan dan latar belakang https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ketika seorang pejabat tinggi negara bicara di media, kata-katanya bisa punya bobot besar. Apalagi kalau yang bicara adalah Kepala Badan Gizi Nasional, institusi yang seharusnya jadi mercusuar kebijakan gizi publik. Dan baru-baru ini, publik dibuat geleng-geleng kepala sekaligus was-was setelah sang pejabat menyarankan bahwa anak-anak Indonesia sebaiknya minum susu 2 liter per hari agar tumbuh tinggi, berdasarkan pengalaman pribadi beliau yang katanya berhasil membesarkan dua anak setinggi 181 cm dan 185 cm berkat kebiasaan minum susu sebanyak itu. Sekilas terdengar masuk akal, apalagi dikaitkan dengan pertumbuhan. Tapi mari kita berhenti sebentar, tarik napas, dan pakai akal sehat plus data ilmiah sebelum saran ini berubah jadi kebijakan resmi dan menyasar 39 juta anak sekolah di Indonesia. Manusia saja disarankan minum air 2 liter per hari, kalau sudah minum susu 2 liter per hari, air bening nya tambah 2 liter lagi, itu apakah ndak kembung bin mencret? Hanya sekedar bertanya 🙏.
Dari sisi nutrisi, tidak ada yang menyangkal bahwa susu adalah salah satu sumber kalsium, protein, dan vitamin D yang penting untuk pertumbuhan, terutama untuk tulang dan otot. Tapi perlu digarisbawahi bahwa penting itu bukan berarti satu-satunya faktor dan lebih banyak minum susu bukan berarti lebih baik. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Rekomendasi dari berbagai lembaga kesehatan dunia seperti WHO, CDC (Amerika), dan Kemenkes RI menyarankan konsumsi susu sekitar 250–500 ml per hari untuk anak-anak usia 5 tahun ke atas. Bandingkan dengan pengalaman pribadi Kepala BGN, susu 2 Liter per hari. Angka 250 - 500 cc per hari itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan protein jika pola makannya seimbang. Maka, ketika seorang pejabat menyarankan konsumsi empat kali lipat dari batas atas rekomendasi, itu seperti menyuruh orang makan empat kali dosis obat karena merasa cepat sembuh waktu minum dua butir parasetamol.
Lantas bagaimana bukti ilmiahnya? Meta-analisis oleh Kang et al. (2019) yang menelaah 17 uji klinis acak dengan total 2.844 anak usia 6–18 tahun menunjukkan bahwa konsumsi susu memang meningkatkan berat badan (+0,48 kg) dan massa otot tanpa lemak (+0,21 kg), namun tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan tinggi badan. Artinya, minum susu bisa membantu pertumbuhan secara umum, tapi tidak menjadikan anak tiba-tiba menjulang. Genetik, kualitas tidur, asupan protein lain (daging, telur, ikan), dan aktivitas fisik tetap berperan lebih besar. PMID: 30839054
Ada juga studi observasional dari Duan et al. (2020) di Tiongkok terhadap lebih dari 41 ribu anak. Mereka menemukan bahwa anak-anak yang secara rutin minum susu memiliki rerata tinggi badan yang lebih baik dan risiko obesitas lebih rendah, tetapi efek ini tercapai dengan konsumsi moderat, bukan dua liter sehari. Dan sekali lagi, korelasi tidak berarti kausalitas. Anak yang lebih tinggi bisa jadi berasal dari keluarga dengan pola makan dan ekonomi lebih baik secara umum, bukan karena susu semata. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Bahkan bila efeknya positif, ada batas maksimal aman konsumsi susu. Minum terlalu banyak bisa berdampak negatif bagi kesehatan anak. Meta-analisis oleh Griebler et al. (2016) menunjukkan bahwa anak-anak yang mengonsumsi susu lebih dari 500 ml per hari memiliki risiko anemia defisiensi besi hampir 4 kali lipat dibandingkan dengan yang mengonsumsi susu dalam jumlah wajar. Hal ini karena kalsium dalam susu bersaing dengan zat besi dalam usus dan menghambat penyerapannya. PMID: 25989719
Efek lainnya adalah peningkatan risiko obesitas. Dalam studi oleh Lee et al. (2021) yang dilakukan di Korea Selatan, konsumsi susu berlebihan (lebih dari 500 ml per hari) pada anak-anak usia 6–12 tahun berkorelasi dengan peningkatan risiko berat badan berlebih dan obesitas. DOI: 10.3390/nu13103494
Namun masalah yang paling sering dilupakan, bahkan oleh pejabat yang membidangi gizi, adalah kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia dan Asia secara umum, mengalami intoleransi laktosa. Kajian oleh Storhaug et al. (2017) dalam Nature Reviews Gastroenterology menyebutkan bahwa prevalensi intoleransi laktosa di Asia Tenggara mencapai 80–100%, termasuk Indonesia. Artinya, sebagian besar anak Indonesia tidak memiliki cukup enzim laktase untuk mencerna laktosa dalam susu sapi. Jika mereka dipaksa minum 2 liter susu setiap hari, dampaknya bukan tinggi badan, tapi justru perut kembung, mual, diare kronis, dan penurunan nafsu makan. DOI: 10.1038/nrgastro.2015.161
Sekarang mari kita ajak logika fiskal ikut bicara. Berdasarkan data Kemendikbud, jumlah siswa SD, SMP, dan SMA pada tahun ajaran 2023/2024 adalah 39,33 juta orang. Jika masing-masing siswa diberi 2 liter susu per hari dengan harga pasaran Rp18.000/liter, maka:
⏩Biaya per anak per hari: Rp36.000
⏩Total per hari: Rp36.000 × 39,33 juta = Rp1,42 triliun
⏩Per bulan: Rp42,5 triliun
⏩Per tahun: Rp510 triliun
Sebagai perbandingan:
⏩Anggaran Kemenkes 2024: ±Rp186 triliun
⏩Anggaran pendidikan nasional 2024: ±Rp660 triliun
Artinya, kebijakan susu 2 liter per hari akan menelan 77% dari anggaran pendidikan nasional, hanya untuk susu. Belum menghitung logistik, distribusi, cold chain, susu rusak atau kadaluwarsa. Itu baru hitung biaya, belum hitung efek medis dari diare massal akibat intoleransi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Lalu siapa yang diuntungkan? Sudah pasti perusahaan susu seperti ULTJ (Ultra Jaya), DMND (Diamond), dan CMRY (Cimory) akan mengalami lonjakan penjualan luar biasa. Jika permintaan 2 liter per anak per hari diberlakukan nasional, maka volume produksi bisa naik ratusan persen. Laba menggelembung, saham melonjak. Tapi pertanyaannya adalah apakah negara mau membiayai pertumbuhan bisnis swasta dengan mengorbankan kesehatan anak-anak dan stabilitas fiskal nasional?
Pertanyaan terakhir dan paling mendasar adalah apakah pengalaman pribadi boleh dijadikan dasar kebijakan nasional? Jawabannya, tergantung Sesajen. Dalam dunia kesehatan masyarakat dan kebijakan publik, pengalaman pribadi tidak pernah cukup untuk menggantikan bukti ilmiah yang terstandarisasi. Apalagi jika pernyataan itu keluar dari mulut seorang pejabat negara, maka tanggung jawab moral dan etikanya jauh lebih berat. Ucapan seorang kepala badan gizi bukan sekadar opini, tapi bisa dianggap sebagai acuan nasional. Jika dia salah bicara, maka jutaan anak bisa salah arah, dan triliunan rupiah bisa salah alokasi.
Kebijakan harus disusun berdasarkan evidence-based policy, bukan testimoni rumah tangga. Pejabat publik punya kewajiban untuk bicara dengan data, bukti, dan pertimbangan ilmiah, bukan sekadar anekdot. Karena di tangan mereka, bukan hanya anggaran yang dipertaruhkan, tapi juga masa depan gizi, kesehatan, dan kecerdasan generasi Indonesia. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Jadi minum susu itu baik, tapi 2 liter per hari bukan ide cerdas, baik dari sisi medis, logistik, ekonomi, maupun etika kebijakan. Jika benar-benar ingin membuat anak-anak Indonesia tumbuh tinggi, sehat, dan cerdas, arahkan kebijakan pada perbaikan gizi seimbang, akses protein lokal, sanitasi layak, dan edukasi keluarga. Karena tinggi badan tidak dibentuk dari volume susu, tapi dari kecerdasan kebijakan yang tidak asal tumpah dari gelas kekuasaan.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BBRI
1/10