Laporan Bulan April 2025 $BJBR: Laba Nyungsep?
Lanjutan dari diskusi di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Pak Toto, si juragan Bakso Ikhlas Nyangkut yang dulunya ngiderin gerobak bakso dari Waru ke Wonokromo, kini bukan cuma tukang bakso biasa. Ia adalah sosok yang cermat mengatur keuangan, disiplin ngitung margin kuah, dan yang lebih penting melek laporan keuangan. Setelah 12 cabang baksonya sukses merambah Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Gresik, serta jadi investor BJTM, Pak Toto akhirnya mulai melirik Bandung. Tujuannya bukan cuma ekspansi warung, tapi juga investasi. Dan ketika ia melihat dominasi Bank BJB (BJBR) di wilayah Jawa Barat dan Banten, nalurinya sebagai investor langsung tertarik, apakah bank ini layak dijadikan tempat nitip duit, nyari pinjaman ekspansi, bahkan tempat beli saham? Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Pak Toto mulai menyelami laporan keuangan BJBR per April 2025. Pertama yang dilihatnya adalah total aset sebesar Rp175,84 triliun, dan dari angka itu, Rp116,03 triliun atau 66% adalah kredit yang disalurkan. Secara teori fungsi perbankan, ini sesuai ideal. Bank yang sehat memang seharusnya mengalokasikan asetnya ke kredit produktif, bukan sekadar parkir di surat berharga atau penempatan jangka pendek. Tapi waktu Pak Toto teliti lebih dalam, ia lihat bahwa kredit ini justru turun dari April 2024 sebesar Rp117,55 triliun (-1,3% YoY), bahkan lebih rendah dari Maret 2025 yang sempat tembus Rp118,25 triliun (-1,9% MoM). Artinya, BJBR sedang tidak ekspansif.
Bank yang seharusnya jadi mesin pertumbuhan daerah malah sedang ngerem gas. Bagi Pak Toto yang niat buka cabang Bakso Ikhlas Nyangkut di Cimahi atau Sumedang, ini tanda bahwa cari kredit usaha dari BJBR bisa jadi butuh tenaga ekstra. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Lalu Pak Toto melirik sisi pendapatan. BJBR masih mengandalkan pendapatan bunga sebesar Rp4,59 triliun (naik tipis +1,5% YoY). Tapi beban bunga-nya juga naik ke Rp2,57 triliun (+4,7%), bikin margin makin tipis. Pendapatan bunga bersih (NII) tercatat Rp2,02 triliun, malah turun -2,3% dibanding tahun lalu. Lalu muncul angka yang bikin Pak Toto cemberut: laba bersih BJBR hanya Rp319,52 miliar, padahal di April 2024 masih Rp420,22 miliar. Artinya laba anjlok -24% YoY, dan kalau dihitung dari ekuitas Rp15,97 triliun, ROE-nya cuma 2,0%. Dalam teori perbankan dan investasi, ROE di bawah 10% itu tanda manajemen belum efisien mengelola modal. Buat investor seperti Pak Toto, yang biasa dapat margin bersih 25% dari satu gerobak bakso, angka 2% ini terasa menyedihkan.
Lebih parahnya lagi, di tengah laba yang seret, beban operasional malah naik gila-gilaan. Beban pegawai melonjak dari Rp575 miliar (Maret) ke Rp824 miliar (April) dalam sebulan (+43,3%), dan beban lainnya dari Rp709 miliar ke Rp1,21 triliun (+70,9%). Ini seperti warung bakso yang pendapatannya tetap, tapi pengeluaran buat belanja daging dan gaji anak buah naik dua kali lipat. Dalam teori efisiensi, cost-to-income ratio (CIR) ideal di bawah 50%. Tapi CIR BJBR sekarang sudah mendekati 42% hanya dari sisi non-bunga saja, dan kalau ditambah dengan beban bunga dan cadangan kerugian (CKPN), margin laba makin terjepit. Pak Toto langsung ngomong dalam hati: “Ini bukan bank yang irit, ini bank yang boros tapi gak ngaku.” Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Lalu soal likuiditas, keadaannya juga gak begitu segar. Kas turun dari Rp4,70 triliun ke Rp2,91 triliun (-38,1%), penempatan di BI dari Rp13,08 triliun ke Rp7,73 triliun (-40,9%), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga turun dari Rp127,69 triliun ke Rp123,21 triliun (-3,5%) YoY. Rinciannya adalah giro turun -10,7%, deposito -6,6%, meskipun tabungan naik +9,4%. Dana repo juga anjlok dari Rp9,22 triliun ke Rp4,00 triliun (-56,6%). Ini menunjukkan likuiditas makin mengetat. Pak Toto, yang pernah merasakan panik saat kas warungnya tinggal sejuta dan utang belanja belum dibayar, paham bahwa kondisi begini bukan main-main.
Tapi ada satu hal yang bikin dia heran, meski kondisi keuangan begitu, BJBR tetap membayar dividen Rp896,95 miliar. Untungnya, setelah Pak Toto selidiki, dividen itu bukan dari laba kuartal ini yang cuma Rp319 miliar, tapi dari laba full year 2024 yang sebesar Rp1,274,98 miliar, jadi payout ratio-nya sekitar 78,4%, masih wajar secara teori. Tapi dengan laba 2025 yang menurun drastis, payout seperti ini ke depan berisiko tidak bisa dipertahankan.
Lalu datang badai berikutnya yakni dua kasus hukum besar yang menimpa BJBR dalam waktu berdekatan. Pertama, kasus korupsi pengadaan iklan sebesar Rp409 miliar antara 2021–2023, di mana ditemukan selisih Rp222 miliar yang diduga disulap jadi “dana non-budgeter” untuk kickback dan manuver internal. Yang terlibat langsung? Direktur Utama (YR) dan Kepala Divisi Corporate Secretary (WH). Ini bukan soal prosedur, tapi pelanggaran berat terhadap prinsip tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Lalu kasus kedua muncul dari pemberian kredit modal kerja ke PT Sritex tahun 2020, di mana mantan pegawai BJBR berinisial DS ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Kredit itu sekarang macet, dengan tagihan pokok dan bunga mencapai Rp671,79 miliar, dan yang bisa diselamatkan hanya Rp543,98 miliar yang sudah dicadangkan penuh. Artinya, ratusan miliar sudah hangus, bukan cuma rugi keuangan, tapi juga menunjukkan lemahnya sistem risk management bank dalam memberi kredit besar.
Catatan kredit, pembentukan cadangan, dan dividen BJBR semua sesuai PSAK dan regulasi. Tapi secara teori manajemen risiko, efisiensi biaya, governance, dan sustainability, BJBR sedang ada di fase gawat tapi belum darurat. Kredit stagnan, laba menyusut, biaya melonjak, dan tata kelola bermasalah. Kalau gak ada perubahan arah dan reformasi struktural, bukan gak mungkin bank ini bisa nyangkut beneran, dan bukan dalam arti ikhlas”, tapi terpaksa.
Buat Pak Toto, kalau jadi nasabah, masih aman. Jaringan luas, layanan jalan, dan duit tetap cair. Kalau jadi debitur, mesti siap proses ketat dan bunga yang mungkin gak kompetitif. Kalau beli saham, masih bisa buat dividen hunter jangka pendek, tapi jangka panjang penuh risiko.
Tapi kalau jadi komisaris, ini momen emas. BJBR butuh figur seperti Pak Toto, yang ngerti operasional, disiplin biaya, dan berani bikin keputusan gak populer, untuk benahin dapur manajemen dari dalam.
Karena dalam bisnis, baik itu perbankan atau bakso, yang paling penting bukan cuma branding, tapi kepercayaan, efisiensi, dan tata kelola yang bersih. Kalau semua itu dijaga, pelanggan loyal. Kalau dilanggar, ya siap-siap nyangkut permanen. Dan kali ini bukan di mangkok, tapi di neraca. Semua tergantung keinginan Bapak Aing. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10