imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$TLKM Q1 2025: Gaji Komisaris dan Direktur Tetap Naik Ketika Revenue dan Laba Anjlok?

Request salah satu member Stockbit di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Untuk menjelaskan tentang gaji Direktur dan Komisaris TLKM, kita awali dengan sebuah kisah fiksi tentang Pak Toto.

Pagi itu, matahari baru naik setengah tiang ketika Pak Toto mendorong gerobak baksonya ke halaman depan kantor Telkom. Udara Jakarta masih sejuk, tapi dalam hati dia mendidih, bukan karena kuah baksonya, tapi karena cerita yang ia dengar kemarin dari pelanggan setia yang kerja sebagai teknisi jaringan. Gaji direktur gue, Pak, rata - rata, lima miliar sebulan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Pak Toto berhenti mendorong gerobak. “Lima miliar? Per bulan? Hah! Jadi satu kali gajian bisa beli rumah di PIK 2 $PANI?”

Pelanggan itu hanya senyum getir. “Iya Pak. Bisa beli Alphard tiga biji. Bahkan sisa buat Mercy satu.”

Cerita ini mungkin terdengar dramatis, tapi angka-angkanya tidak bohong. Menurut laporan keuangan Telkom kuartal I tahun 2025, total gaji 9 direktur mencapai Rp139 miliar dalam 3 bulan. Itu berarti satu orang menerima Rp15,44 miliar per kuartal, alias Rp5,15 miliar per bulan. Sementara 9 komisaris digaji Rp53 miliar per kuartal, setara Rp5,89 miliar per orang dalam 3 bulan, atau Rp1,96 miliar per bulan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Lalu, bagaimana dengan 19.693 karyawan non-manajemen? Mereka dibayar Rp3.966 miliar dalam satu kuartal, atau rata-rata Rp201 juta per orang dalam 3 bulan, alias Rp67 juta per bulan. Angka yang lumayan untuk hidup di Jakarta, tapi tetap jauh dari dunia elite direktur yang bisa beli 1 rumah mewah dalam satu gaji.

Dan mari kita bicara soal logika. Apa iya struktur ini masih masuk akal kalau kita lihat kinerja perusahaan?

⏩Revenue Telkom turun 2,11% dari Rp37,43T ke Rp36,64T

⏩Laba bersih turun 3,38% dari Rp6.013M ke Rp5.810M

⏩Arus kas dari operasi (CFO) turun 2,42% dari Rp17,19T ke Rp16,77T

Tapi lihat gaji mereka

❌Direktur naik 19,83%

❌Komisaris naik 6%

🗿Karyawan biasa naik cuma 0,18%

Pak Toto tidak pernah ikut pelatihan GCG (Good Corporate Governance), tapi dia tahu ada yang janggal. “Kalau omzet turun, masa iya bosnya malah naik gaji?” katanya sambil nyendokin kuah ke mangkok pelanggan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Di ruang HRD, mungkin perdebatan ini hanya dilihat sebagai angka. "Retention strategy," kata salah satu manajer SDM. “Kita harus menjaga talenta.” Tapi retensi siapa? Talenta siapa? Kalau laba dan revenue turun, lalu gaji eksekutif naik paling tinggi, logika apa yang sedang dipakai?

Karena kalau dipikir-pikir, gaji direktur sebesar Rp5,15 miliar per bulan cukup untuk:
⏩Beli 3 Alphard baru
⏩Beli 1 rumah di PIK 2 (tipe 7x15) setiap 2 bulan
⏩Makan 250.000 mangkok bakso Pak Toto per bulan (Rp20.000 per mangkok)

Sedangkan gaji karyawan biasa Rp67 juta per bulan, ya cukup untuk:
⏩Cicil rumah kelas menengah
⏩Sekolah anak
⏩Naik TransJakarta tiap hari
⏩Cicil Mobil Avanza $ASII

Dalam satu bulan, gaji satu direktur setara 77 karyawan biasa. Satu komisaris setara 29 karyawan biasa. Pertanyaannya adalah apakah kontribusi mereka juga 77 kali lebih besar?

Investor pun mulai bertanya-tanya. “Kita tanam dana, kita hold saham, tapi pertumbuhan tipis, laba turun, kas mengecil. Tapi direksi naik gaji seolah-olah perusahaan baru IPO dan cetak rekor kenaikan laba tertinggi dalam sejarah perusahaan. Agak lain.”

Sementara itu, di luar kantor, teknisi Telkom masih naik-turun tiang, pasang fiber optik, dan disalahkan pelanggan kalau internet IndiHome mati. Mereka yang jadi tulang punggung operasional, kerja di bawah tekanan waktu dan cuaca, hanya naik gaji 0,18%. Bahkan mungkin lebih kecil dari kenaikan harga beras.

Pak Toto menyimpulkan semuanya dengan logika gerobak bakso, “Kalau gerobak makin sepi, yang harus ngirit itu yang duduk di atas, bukan yang dorong dari bawah.”

Dan itu masuk akal. Karena dalam usaha sekecil gerobak atau sebesar Telkom, keadilan tidak diukur dari berapa banyak kamu duduk di ruangan ber-AC, tapi seberapa besar kamu menghasilkan nilai untuk pelanggan, pegawai, dan pemegang saham.

Telkom boleh mengklaim diri sebagai perusahaan teknologi modern, tapi kalau struktur kompensasinya masih seperti zaman feodal, yang banyak dapat bukan yang banyak kerja, tapi yang duduk di atas, maka semua jargon transformasi digital cuma jadi bahan promosi, bukan fondasi nilai.

Kalau Telkom ingin jadi panutan nasional, maka keadilan struktural dan logika kompensasi harus dibenahi. Jangan sampai yang menciptakan value ditinggal jalan, dan yang pegang jabatan malah digaji terus meski perusahaan stagnan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Karena perusahaan besar bukan dibentuk oleh laporan keuangan doang, tapi oleh rasa percaya. Dan kalau kepercayaan itu hancur, tinggal tunggu waktu sampai pelanggan pergi, karyawan lelah, dan investor minggat.
Dan saat itu terjadi, mungkin tinggal Pak Toto yang masih setia di depan pagar, ngaduk kuah bakso sambil melihat gedung megah itu kosong perlahan.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy