imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$TLKM LK Q1 2025: Sedekah Kuota Nasional Lewat Piutang Macet?

Request salah satu member External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Dalam dunia bisnis telekomunikasi global yang modern, ada satu hukum tak tertulis tapi sakral, kalau kamu mau nelepon, browsing, streaming, atau main Mobile Legends, ya bayar dulu, baru pakai. Gak ada tuh yang namanya, akses dulu, bayar nanti kalau mood. Tapi kalau kamu hidup di Indonesia, lebih tepatnya kalau kamu adalah pelanggan TLKM dan kalau kartu kamu pasca bayar seperti Kartu Halo maka semua itu bisa terjadi. Apalagi, kalau kamu sesama BUMN, maka hukum bayar kuota pulsa itu sifatnya fleksibel. Di sinilah muncul fenomena unik khas negeri +62 di mana perusahaan telekomunikasi kelas dunia yang seharusnya super digital, malah nyambi jadi warung bakso Pak Toto, di mana sistem penagihannya pakai prinsip, utang dulu, bayar nanti, atau jangan bayar sekalian juga gak apa-apa. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Per Maret 2025, piutang usaha Telkom membengkak jadi Rp18,82 triliun. Dari angka itu, Rp6,27 triliun langsung dipotong sebagai ECL (Expected Credit Loss), alias cadangan rugi karena kemungkinan besar uang itu gak bakal nyampe ke kas. Ini bukan angka sambil lalu. Ini setara 33,3% dari total piutang atau dengan kata lain, setiap 3 rupiah tagihan yang dicatat, 1 rupiahnya udah dianggap sedekah ikhlas sok sial duluan. Dan jangan pikir ini terjadi karena pelanggan kelas bawah atau wilayah pedalaman. Justru sebagian besar piutang bermasalah itu datang dari pihak-pihak berelasi BUMN yang katanya masih satu ekosistem, satu keluarga, bahkan satu kementerian.

Yang paling parah? Piutang yang sudah jatuh tempo lebih dari 6 bulan jumlahnya mencapai Rp6,1 triliun. Dari situ, Rp4,88 triliun udah masuk kategori ngarep pun gak usah karena rasio ECL-nya mencapai 80,1%. Ini bukan lagi warning, ini udah lampu merah strobo. Kalau Telkom ini warung bakso Pak Toto, berarti ada sepertiga pelanggan yang udah makan dua kali sehari selama setahun, tapi nggak bayar-bayar, dan Pak Toto udah pasrah ngeluarin baskom buat ngaduk kuah sambil bilang, Yowes, tak ikhlasin wae lah. Amal Pak Toto besar di surga. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Lalu, apakah ini semua mempengaruhi laba dan revenue Telkom? Secara angka, sudah pasti. Laba bersih Q1 2025 masih tercatat Rp5,81 triliun, dan revenue Rp36 triliun. Tapi ini bisa menyesatkan. Kenapa? Karena laporan keuangan pakai metode akuntansi akrual artinya, revenue tetap dicatat walau duitnya belum masuk. Jadi, kamu bisa terlihat kaya di sheet Excel, padahal ATM kamu isinya bon tagihan dari tetangga sebelah. Revenue naik, tapi kas dari pelanggan belum tentu ikut naik. Mismatch ini jadi bom waktu, karena kas yang gak masuk artinya Telkom bisa kesulitan bayar capex, bunga utang, atau bahkan dividen ke pemerintah. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Bukti makin nyata kalau kita lihat perbandingan umur piutang terhadap kas, laba, ekuitas, dan CFO. Piutang >6 bulan saja menyumbang 77,9% dari total ECL, dan besarnya itu setara dengan 84% dari total laba bersih. Artinya, laba Telkom bisa langsung lenyap dalam satu malam kalau tagihan-tagihan ini tiba-tiba diputuskan untuk dihapus penuh. Bahkan jika kita bandingkan dengan kas Rp34,41 triliun milik Telkom, piutang macet ini setara 14% dari seluruh kas. Jadi kalau kamu pikir ini tidak mengancam likuiditas, selamat datang di alam fantasi. Entah apa kerjanya direktur dan komisaris TLKM sampai punya piutang macet segede itu. Apakah ini efek kebanyakan makan dodol buatan Pak BudiDol bin Judd Oll?

Masalah tambah pelik ketika kita bongkar piutang berelasi. BUMN-bumnan yang katanya bersaudara ini ternyata justru yang paling bandel. Misalnya, PT Indonusa Telemedia (legacy IndiHome) masih nyangkut Rp386 miliar sejak 2024 dan gak gerak-gerak. Ada juga BUMN anonim yang utangnya Rp1,9 triliun tapi gak disebutkan namanya, entah karena lupa, atau karena gengsi. Bahkan ECL dari piutang berelasi naik Rp108 miliar hanya dalam tiga bulan. Tapi gak ada bunga, gak ada jaminan, dan gak ada tekanan, ya gimana mau lancar itu piutang? Ini bukan transaksi bisnis, ini lebih mirip transfer resiko antar institusi negara atau bisa dikatakan sedekah ikhlas Telkom ke negara. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Sementara itu, Telkom dengan santainya menyatakan bahwa manajemen risiko kredit mereka terkendali dan tidak terkonsentrasi. Mungkin maksudnya, gak ada satu pelanggan besar yang nunggak, tapi justru banyak pelanggan kecil dan sedang yang nunggaknya bareng-bareng. Jadi bukan satu orang ngemplang Rp6 triliun, tapi seribu orang ngemplang Rp6 miliar. Secara kolektif, sama aja bikin bolong.

Jadi masalah piutang Telkom itu bukan cuma serius tapi ini adalah lubang di lambung kapal. Revenue boleh naik, laba bisa dicetak, tapi kalau piutang dibiarkan busuk seperti ini, maka laporan keuangan hanyalah pencitraan. Dan sialnya, karena yang macet itu adalah pihak-pihak yang seharusnya paling dekat dan paling bisa ditelepon langsung pakai line internal, maka ini bukan sekadar masalah bisnis, ini sudah soal struktur dan budaya pengelolaan keuangan antar-BUMN yang acak adul. Maka mau sepintar apapun Pak Toto bikin strategi digitalisasi, kalau tiap mangkok baksonya dibayar pakai janji, ya tetap aja, habis modal sebelum sempat buka franchise. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$EXCL $ISAT

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy