$MNCN LK Q1 2025: Ada Apa Denganmu?
Request salah satu member External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau kita bicara soal kebijakan korporasi, MNCN adalah salah satu perusahaan media paling komplet yang ada di Indonesia. Mereka punya empat stasiun TV besar yaitu RCTI, MNCTV, GTV, dan iNews yang mana semuanya ini memiliki jangkauan nasional dan rating tinggi. Kontennya tidak hanya diproduksi untuk konsumsi internal, tapi juga dijual ke luar negeri. Produksinya semua in-house mulai dari sinetron, reality show, infotainment, animasi, film. Mereka juga punya agensi iklan, manajemen artis, label musik, bahkan multi-channel network yang mencakup ribuan akun YouTube. MNCN juga ekspansi ke dunia digital lewat RCTI+ dan Vision+, sebagai respons terhadap tren OTT global. Semua ini menjadikan MNCN sebagai perusahaan media dengan rantai produksi dan distribusi yang sangat vertikal dan terkonsolidasi. Dalam buku teori bisnis, ini model yang sempurna. Dalam presentasi ke investor, ini terdengar seperti perusahaan yang ideal. Dan secara kinerja operasional, mereka memang terbukti tangguh karena meskipun dihantam pandemi dan tekanan iklan digital, mereka tetap rutin mencetak laba bersih triliunan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Tapi, di pasar modal, narasi dan angka itu tidak cukup. Harga saham MNCN dalam lima tahun terakhir jatuh bebas dari puncak Rp1.270 di 2020, kini tinggal Rp232 per lembar. Mirip induknya yang juga nyungsep yakni $BMTR dan $BHIT. Penurunan sebesar minus 81% ini terjadi bukan karena MNCN rugi, bukan karena bangkrut, dan bukan karena industri mati. Laporan keuangan mereka masih menunjukkan laba bersih Rp2,23 triliun di 2019, Rp2,37 triliun di 2021, Rp2,05 triliun di 2022, dan meskipun sempat turun ke Rp1,03 triliun di 2023, Q1 2025 mereka sudah mencatatkan Rp443,9 miliar, dengan proyeksi Rp1,78 triliun untuk setahun penuh. Jadi kenapa harga sahamnya bisa seperti mayat hidup?
Jawabannya karena bisa jadi perusahaan ini tidak memberikan apa-apa ke pemegang saham. Selama bertahun-tahun, mereka mencetak laba besar, tapi tidak ada dividen berarti. Tahun 2019 mereka sempat membagikan Rp15 per saham, tapi setelah itu semakin pelit. Tahun 2021 hanya Rp8, dan tahun 2023 dividen yang dibagi cuma Rp5 per saham. Yield-nya? Di bawah 1%. Tahun 2020 dan 2022 bahkan tidak ada dividen sama sekali, padahal itu tahun-tahun di mana mereka untung Rp1,7โ2 triliun. Ini berarti payout ratio-nya sangat rendah, kadang bahkan nol. Untuk perusahaan yang rutin mencetak laba tinggi dan punya kas lebih dari Rp1 triliun, ini adalah sinyal yang sangat tidak bersahabat bagi investor. Sudah ndak dapat dividen, harga saham juga nyungsep. Gimana investor bisa happy? Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Lebih lanjut, MNCN juga pernah melakukan buyback besar-besaran. Mereka menyimpan 1,82 miliar saham treasury senilai Rp2,97 triliun, dengan harga beli rata-rata Rp1.632 per lembar. Tapi sampai hari ini, saham treasury itu tidak pernah dimusnahkan, tidak pernah dijual, tidak dibagikan, tidak dikonversi. Mereka hanya numpang tidur di neraca. Ironisnya, harga saham saat ini Rp278. Artinya, perusahaan menahan rugi tak terealisasi lebih dari -80% atas buyback tersebut. Dan karena saham treasury tidak memberikan dividen dan tidak punya hak suara, ini adalah dana mati, nyaris Rp3 triliun duit yang hanya jadi beban equity tanpa menghasilkan apa pun. Ini MNCN Nyangkut di Sahamnya Sendiri. Sudah bisa jadi anggota kehormatan Grup Pintar Nyangkut.
Yang lebih mengkhawatirkan, laporan arus kas terbaru per 31 Maret 2025 menunjukkan bahwa kas perusahaan turun dari Rp1,49 triliun menjadi Rp1,23 triliun dalam 3 bulan. Arus kas operasional hanya Rp294 miliar, sementara belanja modal (capex konten + aset tak berwujud) mencapai Rp303 miliar. Artinya, free cash flow negatif. Ini bukan pertama kali terjadi karena sejak beberapa tahun terakhir, kas terus terkikis untuk investasi ke OTT dan produksi konten baru, tapi revenue digital belum memberikan kontribusi yang layak disebut. Bahkan beban langsung (COGS) Q1 2025 naik dari Rp1 triliun ke Rp1,18 triliun, sementara revenue turun dari Rp2,35T ke Rp2,29T. Gross profit turun, laba bersih turun 18% yoy. Beban bunga juga tinggi karena utang berbunga mereka Rp842 miliar, dengan suku bunga mengkhawatirkan: sindikasi RCTI 10%, Deutsche Bank pakai SOFR + 5,85%, Mayapada 14%. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Bukan cuma itu. Piutang pihak berelasi mencapai Rp143 miliar, tapi kontribusi revenue hanya 0,38%. Artinya perusahaan seperti pinjam-pinjam antar entitas yang tidak memberikan imbal balik berarti. Ini jadi tanda tanya soal efisiensi manajemen modal kerja. Dan dari sisi strategi digital, platform OTT seperti Vision+ dan RCTI+ tidak menghasilkan porsi pendapatan yang signifikan. Tidak ada data ARPU, user growth, atau metrik konversi yang membuat investor percaya bahwa segmen ini layak dibakar uang tiap tahun.
Pasar sudah memberi sinyal berkali-kali. Pemegang saham asing turun drastis dari kepemilikan 39,85% di April 2022 menjadi 22,78% di April 2025. Ritel pun mulai cabut dari 32.727 akun di November 2024 tinggal 30.190 akun di April 2025. Dana pensiun, reksadana, institusi, semua kabur. Bahkan valuasi ekstrem pun tidak menarik mereka kembali. Saat ini PBV MNCN hanya 0,19x. Ekuitas Rp23 triliun dihargai hanya Rp4 triliun oleh pasar. Ini artinya satu lembar saham MNCN secara akuntansi nilainya Rp1.480, tapi di pasar dihargai Rp278. Diskon 81%. Tapi pasar tetap tidak mau sentuh. Kenapa? Apakah karena investor sadar ini bukan undervalued? Apakah ini underdelivered? Hanya sekedar bertanya ๐
Model bisnis mereka bagus, struktur usaha solid, brand kuat, operasional tangguh. Tapi tidak ada nilai yang dikembalikan ke investor. Tidak ada dividen, tidak ada aksi nyata, tidak ada trust. Laba hanya muncul di laporan, tapi tidak mengalir ke kantong pemilik saham. Treasury stock besar tapi didiamkan. Strategi digital ambisius tapi belum terbukti untung. Free cash flow negatif, piutang tak efisien, dan kas makin menipis. Jadi kalau harga saham anjlok seperti ini, bukan karena pasar tidak tahu angka, tapi karena pasar sudah tahu terlalu banyak dan terlalu lama dikecewakan. Tidak ada dividen, tidak ada Capital gain, apa yang diharapkan investor? Ikhlas Nyangkut? Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Jadi MNCN bukan perusahaan yang buruk dari sisi model bisnis bahkan bisa dikatakan bagus banget, tapi mereka gagal menjalankan tugas mendasar dalam dunia publik yakni membagi hasil dividen ke pemegang saham. Sebagus apa pun model bisnis, kalau tidak ada trust, tidak ada distribusi nilai, dan tidak ada insentif bagi investor untuk bertahan, maka pasar akan pergi dan harga akan ambruk. Dan itulah yang terjadi. Bukan karena mereka rugi, tapi karena mereka tidak mau berbagi.
Semoga saja bandarnya mau menolong ritel yang nyangkut di saham ini. Amiin.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10