imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$PBRX vs SRIL: Sama - sama Gagal Bayar Utang, Mengapa Hanya Petinggi SRIL yang Dipenjara?

Kasus gagal bayar di dunia tekstil Indonesia melibatkan banyak perusahaan tapi yang listing di bursa ada dua nama besar yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dan PT Pan Brothers Tbk (PBRX). Keduanya menghadapi tekanan keuangan berat, utang jumbo, dan penurunan penjualan ekspor. Tapi meskipun sama-sama terjepit, reaksi hukum terhadap keduanya sangat berbeda. Petinggi SRIL seperti Iwan Setiawan Lukminto sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Rumahnya digeledah, dokumen disita, bahkan aset pribadi mulai ditelusuri. Di sisi lain, manajemen PBRX tetap menjalankan operasional, menghadiri RUPSLB, dan belum ada indikasi penyelidikan pidana. Ini bukan soal siapa lebih buruk secara bisnis, tapi soal struktur hukum dan pembuktian dalam koridor hukum pidana. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Berdasarkan data resmi dari laporan Kejagung dan pemberitaan yang terverifikasi, kasus SRIL bermula dari dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit dari bank BUMD, yaitu Bank DKI dan Bank $BJBR, masing-masing senilai Rp149 miliar dan Rp543 miliar. Total kerugian negara yang dihitung mencapai Rp692 miliar. Berdasarkan hasil penyidikan, dana kredit yang seharusnya digunakan untuk modal kerja, diduga justru digunakan untuk membayar utang lama dan bahkan untuk pembelian aset non-produktif, termasuk tanah pribadi yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha SRIL. Perbuatan ini memenuhi unsur melawan hukum, karena menyalahi perjanjian kredit serta mengalihkan dana ke tujuan yang tidak sah. Karena melibatkan bank milik daerah (BUMD), maka secara hukum, kerugian ini dikategorikan sebagai kerugian negara menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebaliknya, jika kita telaah struktur pembiayaan di PBRX, pinjaman yang mereka peroleh mayoritas berasal dari bank swasta dan bank asing, seperti HSBC, UOB, Citibank, Permata, Maybank, dan CIMB Niaga $BNGA, yang tergabung dalam sindikasi internasional. Tidak ada keterlibatan bank BUMN atau BUMD dalam fasilitas kredit utama mereka. Maka, kerugian yang terjadi akibat default atau restrukturisasi utang tidak dapat dikategorikan sebagai kerugian negara, melainkan kerugian komersial privat, yang tunduk pada mekanisme perdata dan bisnis. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

PBRX sendiri mengakui melalui laporan keuangannya bahwa mereka mengalami gagal bayar, dan kemudian mengajukan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) yang disetujui pengadilan dan mayoritas kreditur. Dari proses PKPU inilah muncul laba bersih besar USD 94,7 juta, yang bukan berasal dari penjualan, tapi dari item “gain on modification of financial liabilities” sebesar USD 92,6 juta. Artinya, setelah utang direstrukturisasi, selisih antara utang lama dan nilai utang baru yang lebih ringan diakui sebagai keuntungan. Hal ini sepenuhnya diperbolehkan dalam PSAK 71 dan tidak melanggar hukum selama disetujui para kreditur. Semua transaksi itu dilaporkan dalam LK yang diaudit.

Jika kita runut data dari laporan PBRX per 31 Maret 2025:

⏩Pendapatan anjlok dari USD 92,2 juta menjadi USD 51,8 juta (-43,8%).

⏩Gross margin menyempit menjadi 7,9%.

⏩SGA meningkat jadi USD 5,95 juta, dengan mayoritas ke jasa konsultan restrukturisasi.

⏩Cash flow operasional negatif: USD -8,47 juta.

⏩Piutang pihak berelasi tidak tertagih: USD 32 juta, termasuk ke PT Teodore Pan Garmindo, PT Victory Pan Multitex, dan dua individu (Handy dan Eugene).

Tapi semua itu dicatat dan dijelaskan, dan belum ada bukti bahwa uang tersebut mengalir ke aset pribadi pemegang saham seperti di kasus SRIL.

Jadi, pertanyaannya adalah apakah ada pelanggaran hukum di PBRX? Sampai data Q1 2025 dan berdasarkan laporan resmi, jawabannya adalah belum terbukti. PBRX memang dalam kondisi rawan karena utang besar, revenue anjlok, piutang macet, bahkan OWK yang berpotensi mendilusi saham publik secara masif. Tapi mereka masih beroperasi dalam koridor hukum karena tidak ada dana bank pemerintah yang diselewengkan, tidak ada penggunaan dana kredit untuk aset pribadi, dan proses restrukturisasi dilakukan dengan kesepakatan para kreditur.

Sementara di SRIL, dari bukti penyidikan yang dikumpulkan Kejaksaan Agung, ditemukan adanya pengalihan dana secara melawan hukum, keterlibatan pejabat bank, hingga ketidaksesuaian pemeringkatan kredit dengan realisasi pencairan. Maka wajar jika kasusnya naik ke pidana. Tapi di PBRX, semua cacat bisnis, sebanyak dan seserius apapun, selama tidak menyentuh kerugian negara atau pelanggaran perjanjian kredit, maka tidak cukup alasan untuk proses pidana. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Mirip Bentjok dan Heru Hidayat waktu itu, mereka goreng saham pakai duit Asabri dan Jiwasraya akhirnya kena tangkap deh. Duit negara jangan pakai goreng saham. Kecuali sudah ada UU yang membolehkan goreng saham tanpa diperiksa KPK. Danantara? Let's see.

Jadi perbedaan utama antara SRIL dan PBRX bukan soal besarnya utang atau parahnya kerugian, tapi pada asal dana dan peruntukan kredit. SRIL kena karena menggunakan uang negara dan menyalahgunakannya. PBRX selamat karena hanya menimbulkan kerugian bisnis kepada pihak swasta, dan masih menjalankan prosedur legal formal secara utuh. Maka wajar jika hukum memperlakukan keduanya secara berbeda. Dalam negara hukum, kerugian bukan kejahatan, kecuali disertai niat jahat dan pelanggaran hukum yang sah terbukti.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy