Tentang $BELI: Saudara $BBCA dan $TOWR yang Boncos Melulu
Request salah satu member di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kisah ini bermula di suatu siang yang ramai, dua sosok duduk berdampingan di pinggir trotoar yakni Pak Toto, si penjual bakso Malang di lingkungan itu, dan satu lagi sosok besar yang tak kalah terkenal, Jeff Bezos, pendiri Amazon, yang datang jauh-jauh dari Seattle hanya untuk makan bakso Pak Toto. Yang satu jual bakso pakai gerobak, yang satu bangun kerajaan e-commerce global. Tapi keduanya sama-sama paham satu hal bahwa bisnis bukan soal omzet besar, tapi soal bagaimana uangnya muter. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Pak Toto mulai hari dengan modal Rp500 ribu, belanja daging, bumbu, dan gas. Jam 10 pagi, gerobaknya mangkal. Pembeli datang, mangkok demi mangkok keluar, dan semua transaksi langsung dibayar tunai. Modal kembali di hari yang sama, margin bersih 40%, dan gak ada ceritanya utang bank. Kalau dagangan gak habis? Besok tinggal dimasak ulang jadi bakso goreng. Praktis, kas lancar, dan setiap rupiah yang masuk bisa langsung dipakai buat belanja lagi. Model bisnisnya sederhana, tapi sehat karena arus kas yang kuat, bukan karena branding bombastis.
Di sisi lain, duduk Bezos, masih botak seperti Pak Toto, bukan dalam jas rapi, tapi dalam memori bisnisnya tahun 1997. Amazon waktu itu baru jualan buku. Margin tipis. Barang dikirim sendiri. Rugi bertahun-tahun. Tapi sejak awal 2000-an, Amazon pelan-pelan berubah. Pertama, mereka sadar gak bisa terus beli barang sendiri, karena itu menyedot kas. Maka mereka buka pintu untuk third-party sellers (3P), para penjual lain yang berjualan di Amazon, dan Amazon hanya ambil komisi. Kedua, Amazon bangun FBA (Fulfillment by Amazon), dimana penjual bisa titip barang di gudang Amazon, logistik diurus, tapi semua biaya dibayar seller. Ketiga, Amazon bikin Amazon Ads, menjual slot pencarian dan ruang promosi di websitenya ke para seller. Dan yang paling mengubah segalanya adalah AWS (Amazon Web Services), divisi cloud computing yang sekarang menyumbang lebih dari separuh laba operasi Amazon. Ini yang namanya Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Sekarang kita bandingkan itu dengan BELI, pemilik Blibli di Indonesia. Blibli bukan toko kecil. Mereka punya gudang besar, anak usaha distribusi, ratusan toko fisik dari Ranch Market sampai Apple Store, dan platform digital yang lengkap. Tapi dalam laporan keuangan Q1 2025, kita melihat model bisnis yang tidak jauh berbeda dari Amazon versi 1997, hanya dengan risiko yang lebih besar.
BELI mencatatkan revenue Rp4,69 triliun, tapi mayoritas, lebih dari 90%, datang dari jual barang yang mereka beli sendiri, lalu simpan di gudang, dan distribusikan ke toko fisik atau pelanggan institusi. Sama seperti Amazon dulu, mereka main di first-party retail. Bedanya? Amazon cepat bertransformasi. Sementara Blibli masih nyaman dengan model lama. Margin kotornya tipis banget, segmen institusi hanya 6,6%, first-party 9,2%. Bandingkan dengan segmen marketplace mereka, third-party seller, yang margin-nya hampir 100% karena Blibli hanya ambil komisi. Tapi kontribusinya? Cuma 7,5% revenue.
Lalu, apakah mereka untung? Tidak. Rugi bersih Rp641,5 miliar dalam 3 bulan. Dan ini bukan karena kurang jualan. Tapi karena struktur keuangannya berat. Inventory Rp3,2 triliun. Piutang Rp2,2 triliun. Barang dibeli dulu, dijual nanti, dan uang masuk belakangan. Tapi operasional tetap jalan. Maka arus kas operasional mereka negatif Rp2,09 triliun alias bakar duit hampir Rp698 miliar per bulan. Dengan kas hanya Rp1,65 triliun, napas mereka tinggal dua bulan. Upgrade skill napas buatan https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Darimana uang itu ditutup? Bukan dari laba, bukan dari investor publik, tapi dari utang bank jangka pendek senilai Rp3,02 triliun. Pinjaman ini harus digulung tiap beberapa bulan. Tidak ada utang jangka panjang yang stabil. Seolah-olah Blibli hidup dari koperasi rolling dalam skala triliunan. Apakah nanti Blibli akan ajukan pinjaman ke Koperasi Merah Putih? Tanya Budi?
Sementara Amazon sekarang menghasilkan laba dari seller, iklan, dan cloud, BELI justru masih bergantung pada utang dan diskon. Di Q1 2025, mereka memberikan diskon Rp916,8 miliar, sekitar 20% dari revenue. Ibarat Pak Toto ngasih bakso gratis tiap dua mangkok, dan bilang “bayar nanti aja, mas.” Kalau Pak Toto lakuin itu, besok dia harus jual motor. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Bedanya, Pak Toto tahu bahwa bisnis harus cashflow positif. Bukan soal seberapa ramai gerobaknya, tapi seberapa cepat uangnya balik. Dan Jeff Bezos pun tahu itu. Dia pusing di awal, tapi dia pivot cepat. Marketplace, Ads, AWS, semua dibangun untuk mencetak repeatable margin tinggi tanpa beban inventory. Itulah kenapa Amazon bisa tumbuh dan untung.
Lalu, apakah Blibli bisa berubah? Hanya sekedar bertanya 🙏
Mungkin saja BELI bisa berubah dengan cara, pertama, mereka harus memperbesar kontribusi segmen third-party. Marketplace ini adalah model yang tidak menyedot kas, tidak perlu gudang, dan margin-nya bersih. Kedua, monetisasi seller lewat iklan dan logistik. Jangan biarkan seller pakai platform gratis tanpa kontribusi. Ketiga, pangkas ekspansi toko fisik yang fixed cost-nya tinggi, dan hanya pertahankan outlet yang efisien. Keempat, perbaiki cashflow dengan mengurangi pembelian barang yang belum tentu laku, serta mempercepat penagihan piutang. Dan kelima, cari pendanaan jangka panjang, bukan lagi mengandalkan utang bank jangka pendek yang bikin posisi keuangan terus tercekik.
Blibli tidak perlu meniru AWS. Tapi cukup meniru prinsip dasar Amazon, berhenti jadi toko, dan mulai jadi platform. Berhenti berpikir “jualan banyak = untung,” karena nyatanya yang dicetak sekarang bukan laba, tapi utang. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dan saat Pak Toto mengangkat mangkoknya, menyeruput kuah bakso hangat sambil melirik laporan keuangan Blibli, dia hanya berkata pelan,
“Yang penting itu bukan omzet triliun, Mas Bezos… tapi uangnya balik hari itu juga.”
Bezos tersenyum. Karena dia tahu, prinsip yang sama membuatnya jadi orang terkaya di dunia, bukan karena jualan buku, tapi karena paham kapan berhenti pegang barang, dan mulai pegang sistem.
Tinggal lihat saja nanti Djarum mau ngapain di BELI. Pivot bisnis ke Data Center?
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10