imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

IHSG – Ketika Stock Split Jadi Awal Petaka

Beredar kabar bahwa akan ada saham “viral” dan “tren” yang akan segera melakukan stock split. Katanya, ini peluang CUAN yang sayang dilewatkan. Akibatnya, euforia sedang melanda para investor ritel. Tetapi, benarkah demikian? Mari kita telaah kembali sejarah beberapa stock split yang pernah terjadi — dan bagaimana akhirnya.

Dualisme Saham: Antara Bisnis dan Euforia
Dalam fisika kuantum, cahaya bisa bersifat sebagai “partikel” dan/atau “gelombang”, tergantung bagaimana kita mengamatinya. Fenomena ini dikenal sebagai dualisme gelombang-partikel.

Saham pun demikian. Jika dilihat sebagai partikel bisnis, saham mewakili nilai intrinsik. Namun jika hanya dikejar sebagai gelombang harga, ia mudah berubah menjadi arena spekulasi massal.

Masalah muncul ketika investor lebih tertarik pada “angka kecil yang bisa meledak” daripada “bisnis yang bisa bertumbuh.” Ketika saham dianggap sekadar angka di layar, bukan cerminan aset dan kinerja, pasar kehilangan arah: fundamental memudar, yang tersisa hanyalah volatilitas dan harapan kosong.

Stock Split: Antara Aksi dan Ilusi
Secara teori, stock split adalah aksi korporasi. Tapi apa manfaat riilnya? Kalau ini tidak menambah aset, tidak meningkatkan laba, tidak memperbaiki prospek, dan tidak menciptakan efisiensi. Yang berubah hanyalah angka nominal saham — yang kemudian memicu persepsi tertentu di mata investor.

Maka, lebih tepat bila kita menyebut stock split sebagai "Corporate Illusion", atau bahkan "Market Action" — karena nilai tambah aksi ini bukan untuk kepentingan korporasi, melainkan untuk kepentingan "market maker": bandar dan pemegang saham pengendali yang ingin keluar saat euforia membuncah.

$BEBS – Dari Multibagger Menjadi Zombi
Dulu dielu-elukan sebagai “saham multibagger”. Kini menjadi pelajaran mahal:
• IPO Maret 2020 di Rp100
• Meroket hingga Rp6.000
• Desember 2022: split 1:5 → harga Rp735
• Kepemilikan publik melonjak dari 22,2% jadi 62,8%
Distribusi sukses. Bandar keluar. Ritel terjebak. Kini? Laporan keuangan berhenti di Q3 2024, saham disuspensi di harga Rp5. BEBS berubah menjadi emiten zombi — tanpa arah, tanpa nadi.

$HILL dan $SAMF – Janji Likuiditas yang Gagal
• HILL: Split 1:5 (Maret 2025) dari Rp1.965 → Rp392. Sekarang? Rp292. Jumlah investor? Tetap: 2.295 sebelum dan sesudah split.
• SAMF: Split 1:2 (Februari 2025) dari Rp900 → Rp450. Kini? Rp338. Jumlah investor justru turun: dari 3.372 menjadi 3.228.

Alih-alih meningkatkan likuiditas, stock split ini justru tidak menarik minat investor baru. Likuiditas yang dijanjikan tak pernah datang. Tanpa fundamental, harga saham hanyalah angka—dan semakin kecil angkanya, semakin besar jebakannya.

Stock Split: Kosmetik Pasar yang Membius
Stock split sering dipromosikan sebagai cara “meningkatkan likuiditas.” Namun data berkata lain. Yang sebenarnya terjadi: saham jadi lebih mudah dijual ke investor ritel, sementara bisnisnya stagnan atau bahkan menurun.

Ini adalah distribusi massal yang rapi — legal, tapi membahayakan investor awam. Seperti gula dalam minuman kemasan yang tampak sehat — manis di mulut tapi bisa mematikan.

Empat Pelajaran bagi Investor
1. Stock split bukan jaminan cuan, seperti diet tanpa olahraga bukan jaminan kurus.
2. Harga kecil ≠ valuasi murah. Jika gaji kamu Rp1 miliar tapi semua barang Rp200 juta, kamu tetap kere.
3. Distribusi ke publik bukan kabar baik, melainkan sinyal untuk waspada.
4. Bandar keluar lebih dulu. Kamu baru sadar saat dia sudah di pintu keluar.

Saham adalah Cahaya
Saham, seperti cahaya, bisa menjadi partikel bernilai atau gelombang yang mengelabui. Jika kamu adalah investor jangka panjang, berhentilah membeli ilusi.

Dan jika Ingin portofoliomu sehat seperti tubuh, stabil seperti molekul, dan waras seperti fisikawan? Jangan kejar saham yang dibelah-belah — carilah yang bisa bertumbuh utuh.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy