$CSAP Apakah Ada Indikasi Makan Dalam?
Lanjutan dari postingan sebelumnya di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau kita telusuri laporan keuangan CSAP per kuartal I 2025, ada beberapa hal yang menarik untuk diamati soal hubungan mereka dengan vendor vendor utama. Bukan untuk menuduh, tapi lebih ke menggali apakah ada indikasi praktik makan dalam, situasi di mana perusahaan bertransaksi dalam jumlah besar dengan pihak pihak yang punya hubungan dekat, yang secara tak langsung bisa mempengaruhi efisiensi operasional atau margin perusahaan. Dan CSAP, dalam hal ini, memang punya struktur vendor yang layak diamati lebih dalam. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Salah satu nama vendor yang mencolok adalah PT Primagraha Keramindo, yang disebut secara eksplisit sebagai pihak berelasi dalam laporan keuangan. Kenapa penting? Karena selama tiga bulan pertama 2025, pembelian dari vendor ini mencapai Rp572,3 miliar, atau sekitar 14,91 persen dari total beban pokok penjualan (COGS). Artinya, hampir 1 dari setiap 7 rupiah barang dagang CSAP berasal dari satu perusahaan yang punya hubungan khusus dengan mereka. Dan kalau ditambahkan dengan vendor berelasi lainnya seperti PT Kokoh Inti Arebama $KOIN (Rp21 miliar), total transaksi dengan pihak berelasi jadi Rp593,2 miliar, alias 15,45 persen dari seluruh COGS.
Apakah harga barang dari vendor vendor ini wajar dan kompetitif dibanding pasar? Hanya sekedar bertanya 馃檹
Sayangnya, di laporan keuangan tidak ada rincian margin per produk atau per vendor. Jadi kita tidak bisa tahu apakah pembelian dari Primagraha dan kawan kawan ini memberi margin lebih baik atau malah lebih tipis dibanding pembelian dari vendor non berelasi.
Yang perlu dicatat adalah perjanjian eksklusif dengan Primagraha berlaku sampai 2026. Artinya CSAP terikat untuk tetap membeli dari vendor ini dalam jangka panjang, tanpa ruang fleksibilitas yang besar.
Tidak ada transparansi soal mekanisme penentuan harga pembelian antar pihak berelasi. Tidak dijelaskan apakah dilakukan dengan perbandingan harga pasar (arm's length) atau tidak.
Vendor berelasi juga menyumbang sisi liability. CSAP mencatat utang usaha kepada pihak berelasi sebesar Rp829,5 miliar, dan bahkan ada yang jatuh tempo lebih dari 90 hari senilai Rp62,2 miliar. Ini artinya hubungan dagang mereka tidak hanya soal beli membeli, tapi juga menyangkut struktur utang.
Kalau dilihat dari kacamata investor, semua fakta ini belum tentu salah atau curang. Tapi ketika sebuah perusahaan membeli lebih dari 15 persen barang dagangnya dari pihak yang berkeluarga, dan tidak menjelaskan apakah harga beli itu wajar, maka wajar juga kalau muncul tanda tanya. Apakah margin perusahaan jadi kecil karena beli dari orang sendiri? Apakah ada potensi shifting margin ke vendor luar struktur bursa?
Jadi, apakah CSAP benar benar makan dalam? Jawabannya belum tentu, dan kita tidak punya bukti untuk menyimpulkan ke arah sana. Tapi kalau ditanya apakah ada indikasi dan pola yang mengarah ke situ? Jawabannya, iya, ada. Baru dugaan, belum ada bukti valid.
Dan karena itulah transparansi menjadi penting. Di mata publik, yang diperlukan bukan sekadar nama vendor dan nilainya, tapi juga jawaban, apakah transaksi ini dijalankan secara wajar dan efisien? Kalau iya, semua tenang. Kalau tidak jelas, ya wajar kalau investor ragu dan harga sahamnya turun pelan pelan, seperti yang sudah terjadi dari 2022 sampai sekarang.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10