Hype Emiten. Minggu, 18 Mei 2025.
Kata kunci: PGEO, Danantara, EBT, Laba Bersih, Target Kapasitas, Saham Energi
PGEO dan Misi Energi Hijau RI: Antara Target 395 MW dan Harapan pada Danantara
Pertumbuhan sektor energi baru dan terbarukan (EBT) terus menjadi fokus utama dalam agenda transisi energi nasional. Salah satu yang paling disorot dalam beberapa pekan terakhir adalah keterlibatan Danantara sebagai liquidity provider baru di pasar saham Indonesia, yang menyebut EBT sebagai sektor prioritas. Langkah Danantara ini menjadi angin segar bagi perusahaan-perusahaan energi terbarukan, termasuk PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang memiliki rekam jejak kuat dalam pengelolaan panas bumi.
Di tengah tantangan kinerja keuangan kuartalan yang menurun, PGEO justru menarik perhatian investor dengan potensi jangka panjangnya. Arah strategis PGEO kini bertumpu pada ekspansi kapasitas yang cukup ambisius, serta peluang kemitraan dengan institusi seperti Danantara yang bisa memperkuat fundamental dan menambah kepercayaan pasar.
---
Target Ekspansi Agresif: 395 Megawatt dalam 2 Tahun
PGEO menargetkan penambahan kapasitas terpasang sebesar 395 MW dalam dua tahun mendatang. Ini bukan angka sembarangan, karena ekspansi tersebut mencerminkan peningkatan lebih dari 20% dari kapasitas yang saat ini dikelola oleh perseroan. Salah satu proyek utama dalam ekspansi ini adalah proyek co-generation tahap pertama bersama PT PLN Indonesia Power, yang diproyeksikan akan mulai beroperasi secara komersial pada Desember 2026.
Tak berhenti di situ, PGEO juga tengah mengembangkan proyek Hulu Unit 1 dan 2 dengan total kapasitas 110 MW, juga bermitra dengan PLN. Proyek ini dijadwalkan rampung pada Juli 2027. Dua proyek ini hanya sebagian dari peta jalan ekspansi panas bumi PGEO, yang memiliki total 15 wilayah kerja panas bumi (WKP) di Indonesia.
Dari total kapasitas terpasang saat ini sebesar 1.877,5 MW, PGEO secara langsung mengelola 672,5 MW, sedangkan sisanya, sebesar 1.205 MW, dijalankan melalui skema kontrak operasi bersama (Joint Operation Contract). Angka ini menempatkan PGEO sebagai salah satu pemain geothermal terbesar di Asia Tenggara.
---
Saham Meroket, Laba Mengecil
Yang menarik, meskipun laporan keuangan kuartal I 2025 menunjukkan kinerja yang tertekan, harga saham PGEO justru mengalami lonjakan tajam. Pada penutupan perdagangan Jumat, 16 Mei 2025, saham PGEO melonjak 19,44 persen ke level Rp1.290 per lembar. Jika dilihat secara year to date, harga sahamnya telah naik sebesar 37,23 persen hanya dalam lima bulan terakhir.
Sentimen pasar yang positif ini sebagian besar digerakkan oleh ekspektasi terhadap ekspansi bisnis dan momentum transisi energi nasional, ketimbang kinerja jangka pendek. Hal ini menunjukkan bahwa pasar mulai menghargai pendekatan long-term value investing terhadap emiten EBT seperti PGEO.
---
Pendapatan Turun, Biaya Naik, Laba Terkikis
Di sisi lain, laporan keuangan per Maret 2025 menunjukkan penurunan laba bersih sebesar 33,97 persen secara tahunan menjadi 31,37 juta dolar AS atau sekitar Rp528,91 miliar. Pendapatan PGEO selama tiga bulan pertama tahun ini tercatat sebesar 101,51 juta dolar AS, sedikit turun dibandingkan 103,32 juta dolar AS pada periode yang sama tahun lalu.
Kontribusi pendapatan masih didominasi oleh lima wilayah operasi utama, yakni:
PLTP Kamojang: 39,08 juta dolar AS
PLTP Ulubelu: 28,12 juta dolar AS
PLTP Lahendong: 21,31 juta dolar AS
PLTP Lumut Balai: 10,51 juta dolar AS
PLTP Karaha: 2,46 juta dolar AS
Namun, beban pokok dan beban langsung mengalami kenaikan sebesar 6,78 persen menjadi 43,25 juta dolar AS, yang menyebabkan laba kotor turun menjadi 58,25 juta dolar AS atau 7,25 persen lebih rendah dibandingkan kuartal I tahun lalu.
Secara operasional, PGEO sebenarnya cukup efisien. Hal ini terlihat dari penurunan beban umum dan administrasi sebesar 34,6 persen menjadi hanya 3,01 juta dolar AS. Sayangnya, tekanan dari sisi pendapatan dan beban langsung membuat laba usaha tetap menurun menjadi 55,33 juta dolar AS dari sebelumnya 58,26 juta dolar AS.
---
Neraca Tetap Solid dan Sehat
Dari sisi neraca keuangan, PGEO tetap menunjukkan kondisi yang sehat. Total aset per akhir Maret 2025 mencapai 3,02 miliar dolar AS atau naik 0,93 persen dibandingkan posisi akhir tahun lalu. Total liabilitas menurun tipis sebesar 0,3 persen menjadi 985,21 juta dolar AS, sementara ekuitas tumbuh 1,56 persen menjadi 2,04 miliar dolar AS. Struktur neraca ini menunjukkan kemampuan PGEO dalam menjaga kestabilan keuangan meskipun laba bersih tertekan.
---
Harapan Baru: Apakah Danantara Akan Masuk?
Ke depan, perhatian tertuju pada potensi masuknya Danantara sebagai investor atau mitra strategis. Dengan mandat untuk mendukung sektor prioritas seperti EBT, Danantara bisa menjadi katalis penting bagi PGEO untuk mempercepat pengembangan proyek dan memperkuat likuiditas sahamnya di pasar.
Jika realisasi kerja sama ini terjadi, PGEO tak hanya akan diuntungkan dari sisi pendanaan, tetapi juga bisa mendapat kepercayaan pasar yang lebih besar, membuka peluang valuasi yang lebih tinggi dan ekspansi yang lebih luas.
---
Kesimpulan: PGEO dalam Persimpangan Strategis
PGEO sedang berada di titik persimpangan antara tekanan jangka pendek dan potensi jangka panjang. Meskipun laba turun, strategi ekspansi yang jelas, neraca yang kuat, serta peluang besar dari kerja sama dengan institusi seperti Danantara membuat emiten ini menarik untuk dicermati para investor yang berpikiran panjang.
Apakah kamu sudah mulai melirik saham energi hijau seperti PGEO? Atau masih menunggu sinyal lebih kuat dari pasar dan institusi besar seperti Danantara?
$PGEO $ELSA $TUGU