Tentang Insidensi Keracunan MBG
Diskusi tentang MBG di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Saya itu mendukung semua program Pak Presiden yang memang niatnya membangun negara. Salah satu contoh program yang menurut saya bagus adalah MBG. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) awalnya digadang-gadang sebagai solusi negara untuk memperbaiki kualitas gizi anak-anak Indonesia. Gagah di podium, manis di brosur, dan penuh janji di konferensi pers. Tapi begitu realisasinya turun ke lapangan, isinya bukan cuma nasi dan telur ceplok, tapi juga E. coli, Salmonella, dan cerita muntah massal. Dalam lima bulan pertama, dari 3,4 juta penerima MBG, sudah ada 1.488 korban keracunan. Bukan karena makan gorengan pinggir jalan, tapi karena makan dari dapur yang katanya dikelola negara. Pakai anggaran negara. Untuk anak-anak bangsa. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Daftar lokasi korban pun sudah seperti itinerary tur bencana:
1. Tasikmalaya: 400 anak keracunan, tapi katanya belum luar biasa
2. Bandung: 342 orang tumbang, tetap belum luar biasa
3. Bogor: 223 orang masuk KLB karena ada bakteri terdeteksi
4. Cianjur: 78 orang, KLB
5. Sisanya tersebar dari Nunukan sampai PALI, total 12 titik
Kita hidup di negara di mana 400 anak keracunan sekaligus masih dianggap biasa. Mungkin karena mereka bukan anak pejabat. Karena kalau yang keracunan itu cucu menteri, atau anak staf ahli, bisa jadi headline-nya langsung berubah: "Negara Bertindak Cepat! Vendor Ditangkap! Dapur Ditutup!" Tapi kalau yang keracunan adalah anak-anak desa, ya cukup dibilang, “mohon evaluasi dan introspeksi.” Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dan saat publik menunggu transparansi—siapa vendor makanannya? Mana audit dapurnya? Kenapa gak ada blacklist?—jawaban yang keluar sungguh spektakuler yakni rencana asuransi MBG. Ya, daripada repot-repot perbaiki kualitas makanan, mending langsung siapkan formulir klaim. Premi asuransi ditetapkan Rp16.000 per orang per bulan. Dengan target 82,9 juta penerima, maka negara siap gelontorkan hampir Rp16 triliun per tahun hanya untuk berjaga-jaga kalau anak-anak keracunan. Jadi kalau kamu tanya, “Apa yang dilakukan negara untuk mencegah keracunan?” jawabannya: mencetak polis asuransi.
Bayangkan kamu punya mobil rusak rem, tapi bukannya benerin rem, kamu malah asuransiin semua penumpang dan nyetir terus. Itulah analogi sempurna untuk MBG. Kita gak benerin dapurnya, gak kontrol vendor-nya, tapi siapin uang buat bayar kalau anak-anak masuk IGD.
Dan supaya makin lengkap, ada juga pernyataan yang bilang bahwa anak-anak keracunan karena makan pakai tangan, bukan sendok. Jadi setelah negara kasih makanan basi, anak-anak malah disalahkan karena protokol makan mereka tidak “standar kesehatan.” Ibarat kamu dikasih ayam mentah, lalu dimarahin karena gak punya microwave. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kita semua tahu ini bukan soal “insidens kecil” atau “hanya 0 koma sekian persen.” Ini soal satu nyawa pun terlalu mahal untuk dikorbankan hanya karena dapur tidak diaudit, telur tidak dicek, dan vendor dipilih berdasarkan koneksi. Tapi selama yang keracunan itu bukan anak pejabat, program ini akan terus jalan dengan narasi: “Kita sudah berikan yang terbaik.” Padahal pertanyaannya adalah:
1. Audit dapur? Tidak harian. Kadang-kadang. Kadang juga gak ada.
2. Vendor bermasalah? Tidak disebut. Tidak diproses. Bahkan mungkin dapat proyek baru.
3. Pelaporan publik? Tidak transparan. Gak tahu siapa masak, siapa ngirim, siapa ngawasin.
4. KLB? Tergantung siapa korbannya. Kalau hanya anak-anak biasa, bisa ditunda.
5. Solusi utama? Bukan peningkatan kualitas. Tapi asuransi.
Padahal kalau negara benar-benar serius, solusinya bukan klaim asuransi. Tapi:
1. Tender vendor makanan secara terbuka dan akuntabel
2. Audit dapur sekolah setiap hari
3. Rekrut ahli gizi di setiap kabupaten
4. Sistem pelaporan digital yang bisa dipakai guru dan orang tua
5. Blacklist permanen untuk vendor yang lalai
6. Sanksi pidana kalau lalainya menyebabkan keracunan massal
Dan kalau mau asuransi, silakan. Tapi posisinya pelengkap, bukan ganti SOP. Karena satu anak keracunan bukan statistik. Itu bukti negara gagal jaga yang paling berharga yakni nyawa generasi penerus bangsa. Dan kalau negara terus mengelola program makan siang dengan cara ini, maka MBG bukan lagi “Makan Bergizi Gratis.” Tapi jadi “Makan Bikin Gugup”—karena setiap suapan bisa bikin orang tua was-was: hari ini anak saya kenyang atau masuk IGD?
Selamat menikmati nasi dari negara. Dan jangan lupa bawa sendok, biar kalau keracunan, kamu gak disalahkan.
Saya terus terang berharap semoga MBG bisa lebih baik di masa depan. Kalau program Makan Bergizi Gratis (MBG) benar-benar dikelola dengan baik, transparan, dan tepat sasaran, dampaknya bisa luar biasa positif—bukan cuma untuk kesehatan anak-anak, tapi juga buat perekonomian nasional, bahkan buat pasar saham. Bayangkan ada puluhan juta anak sekolah setiap hari mendapat makanan bergizi dari sumber yang higienis dan terstandar. Itu berarti permintaan tetap dan masif untuk beras, telur, ayam, sayuran, tahu-tempe, bumbu, plastik makanan, dan jasa distribusi. Dalam skenario ideal, rantai pasok MBG bisa jadi penggerak ekonomi daerah karena petani, peternak, dan produsen kecil ikut menikmati lonjakan permintaan secara rutin dan berkelanjutan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dampak lanjutan dari keberhasilan MBG bisa menyentuh sektor saham. Emiten-emiten yang bergerak di sektor agrikultur (seperti AALI, LSIP), poultry ($JPFA, $CPIN, MAIN), logistik (WINS, $ASSA), sampai kemasan makanan (ADES, AKPI) bisa ikut kecipratan berkahnya. Bahkan saham BUMN yang menangani distribusi seperti PGN, BULOG, atau PPI (jika kelak IPO) bisa jadi lebih menarik bagi investor karena mereka jadi bagian dari program strategis nasional yang rutin dan besar skalanya. Belum lagi sektor asuransi (kalau sistemnya sehat), atau emiten catering dan makanan siap saji yang punya kapasitas besar.
Tapi semua itu hanya akan terjadi kalau dikelola dengan serius—dari tender vendor yang transparan, audit mutu yang konsisten, sampai pengawasan publik yang terbuka. Kalau itu tercapai, MBG tidak hanya menjadi alat pengentasan stunting, tapi juga jadi stimulus ekonomi riil dan memberi potensi pertumbuhan untuk emiten-emiten yang sebelumnya stagnan. Di situ, pasar saham tidak hanya merespon sentimen, tapi juga mencerminkan hasil nyata dari program publik yang efektif. Dengan kata lain, MBG yang sehat bisa menghasilkan anak-anak sehat, ekonomi sehat, dan pasar saham yang—akhirnya—ikut gembira. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10