$MINE in my Mind
"Semua perusahaan yang akan IPO pasti menunggu momentum yang tepat. Ketika angin berpihak, maka semua terlihat cemerlang. Dengan begitu valuasi mahal terlihat masuk akal"
IPO MINE menggalang dana sebesar Rp 132,2 Milyar.
Rp 63 M dipergunakan untuk capex pembelian alat berat.
Sementara Rp 14 Milyar digunakan untuk membeli aset owner. Pada Q4 2024 perusahaan membagikan dividen interim kepada owner sebesar Rp 100 M. Wajar dong kalau mau tarik cuan dulu. Jadi total owner sudah tarik duit Rp 114 M sebelum IPO.
Jika dibandingkan dengan free cash flow yang dihasilkan, sebenarnya MINE tanpa IPO bisa membeli alat berat.
Lantas ngapain IPO?
Yang jelas, momentumnya tepat.
Pendapatan utama MINE disumbangkan oleh dua kontrak jasa pertambangan, yaitu :
1) PT Weda Bay Nickel (WBN). Tambang nikel terbesar di dunia dengan skala produksi mencapai 17% dari total produksi dunia.
2) PT Hengjaya Mineralindo. Tambang nikel di Morowali.
Sekitar 95%-99% pendapatan MINE disumbang kedua tambang tadi. Manajemen juga mengungkap risiko besar dari ketergantungan ini.
Di WBN MINE bersaing dengan RIM, PPRE dan $HILL. Manajemen berusaha memperluas jangkauan pelanggan dengan pengalamannya.
Jika kita belajar dari IPO kontraktor tambang baru-baru ini, semuanya melakukan IPO saat momentum yang tepat. Baik HILL maupun $MAHA.
Laba HILL longsor jauh pasca IPO. MAHA sejauh ini masih bisa mempertahankan profitabilitasnya.
Secara valuasi pun, MINE masih terlihat murah jika dibandingkan dengan emiten sejenis (average PE > 25x). Sejalan dengan WBN yang bakal selalu meningkatkan skala produksinya. MINE masih punya potensi growth. Momentumnya pas.
Tidak ada yang menarik dari MINE sebagai kontraktor mining selain tidak ada distribusi berarti dalam post IPO-nya sejauh ini.
1/2