imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$SCNP Kapan Mau Bikin MRI Lokal?

Lanjutan dari postingan sebelumnya tentang SCNP di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Kalau kita tarik mundur cerita SCNP ke akar sejarahnya, kita akan ketemu dengan satu nama sederhana tapi penuh daya tahan: Toko Kian Sin, berdiri tahun 1940 di jantung Jakarta, dirintis oleh Simon Nursalim—seorang pengusaha keturunan Tionghoa yang memulai bisnis dari menjual barang pecah belah dan perlengkapan rumah tangga. Nggak ada yang membayangkan toko itu, 80 tahun kemudian, akan menjadi perusahaan publik yang sedang bersiap memproduksi MRI lokal—alat kesehatan canggih yang biasanya cuma bisa dibeli lewat anggaran triliunan dan impor. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Tahun 1978, Simon wafat mendadak. Warisan yang ditinggalkan bukanlah bisnis mapan yang siap diwariskan, tapi tanggung jawab besar kepada anak-anaknya yang masih muda, belum ada yang menginjak usia 30. Tapi di situlah letak benih karakter keluarga Nursalim yang paling menonjol: mereka nggak panik, tapi jalan terus. Enam bersaudara—Xaverius, Hendrik, Richard, Freddy, Willy, dan saudari mereka—bekerja sama, belajar dari nol, dan mulai membangun ulang bisnis keluarga dalam bentuk yang lebih modern.

Langkah pertamanya bukan langsung bikin pabrik. Mereka mulai dengan memperkuat jalur distribusi. Dari toko, mereka berubah jadi importir dan distributor resmi berbagai merek home appliances dari Eropa: Moulinex (Prancis), Rowenta (Jerman), Taurus (Spanyol), hingga Prestige dan La Germania. Lalu, pada 1982, mereka mendapat kepercayaan besar dari Philips untuk menjadi distributor resmi lini consumer lifestyle mereka. Momen ini menjadi titik balik. Pasar elektronik rumah tangga sedang booming di Indonesia, dan keluarga Nursalim jadi salah satu pemain dominan dengan jaringan ribuan toko dan penjualan jutaan unit tiap tahun.

Tapi distribusi punya batas. Biaya cukai yang tinggi bikin produk mereka kalah saing dengan barang selundupan. Maka, Xaverius—yang waktu itu masih muda banget—nekat ambil langkah ekstrem: meyakinkan Philips Belanda untuk produksi langsung di Indonesia. Modalnya? Keyakinan bahwa mereka punya jaringan distribusi kuat, dan pasar Indonesia terlalu besar untuk diabaikan. Tahun 1985, Philips setuju, dan berdirilah pabrik SCNP yang pertama di Jakarta Barat. Mereka mulai merakit mixer dan blender. Lalu pada 1993 pindah ke lahan yang lebih besar di Cakung. Dan puncaknya, tahun 2001, mereka beli lahan seluas 11 hektar di Cileungsi, Bogor. Pabrik ini yang hari ini jadi markas besar SCNP. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dengan fasilitas itu, SCNP nggak cuma produksi Philips. Mereka jadi OEM untuk banyak merek besar lain: Sharp, Oxone, Kels, Kris, hingga Turbo—merek internal mereka sendiri. Mereka punya semua sertifikasi internasional: ISO 9001, ISO 14001, SNI, DEKRA, hingga UL dari Amerika Serikat. Bahkan sebagian produk mereka sudah diekspor ke pasar Malaysia dan AS.

Tapi roda industri berubah. Distribusi mulai goyah, merek asing beralih ke strategi direct entry, dan pasar maklun makin padat. Pada 2024, SCNP menjual merek Turbo ke CKM (yang juga milik keluarga). Itu bukan mundur, tapi semacam konsolidasi. Dan inilah momen ketika SCNP mutusin buat loncat ke sektor baru yang lebih strategis: alat kesehatan.

Dan mereka mulai dengan NIVA—alat deteksi pembuluh darah non-invasif berbasis teknologi photoplethysmography (PPG) dan sensor tekanan darah. Bisa deteksi risiko stroke, kekakuan arteri, komplikasi diabetes, hingga 15 parameter kardiovaskular. Alat ini nggak cuma gimmick, tapi benar-benar sudah dapat izin edar dari Kemenkes, sertifikasi ISO 13485, dan TKDN sebesar 42,33%. Pada 2023, NIVA sudah digunakan di berbagai instansi pemerintah seperti Lemhanas dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan.

Masuk 2024–2025, SCNP makin agresif. Mereka tampil di ajang HAIFest, mengadakan CSR skrining jantung gratis untuk 400 warga Cileungsi, dan... menandatangani kerja sama dengan BRIN untuk mengembangkan MRI lokal. Iya, MRI. Dari yang tadinya bikin kipas angin, SCNP sekarang siap memproduksi alat diagnostik canggih yang selama ini hanya bisa didatangkan dari Jerman atau Jepang. Proyek ini melibatkan semua lini riset BRIN—dari elektronika, nanoteknologi, material, sampai energi. SCNP akan jadi pelaksana hilir: produksi massal MRI dalam negeri.

Dan dari sisi struktur, SCNP tetap dijaga rapat oleh keluarga. Lebih dari 80% saham dipegang oleh keluarga Nursalim, baik lewat PT Sena Dwimakmur (45%), PT Generasi Dua Sukses (26,67%), maupun nama-nama individu seperti Xaverius, Hendrik, dan adik-adiknya masing-masing 1,67%. Tidak ada ipar, menantu, atau orang luar. Bahkan anak-cucu pun baru boleh masuk jika menggantikan ayahnya, dan cuma di posisi komisaris. Prinsipnya: stabilitas di atas segalanya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Sempat ada investor asing masuk: Albula Investment Fund Ltd, fund asal Mauritius. Mereka beli 12,46% saham di 2023, tapi keluar total per April 2025. Entah karena sudah cuan, atau karena kaget lihat pabrik blender nyebur ke MRI. Yang jelas, setelah mereka keluar, saham publik SCNP naik jadi 12,31% dan kembali jadi perusahaan domestik murni.

Sementara itu, Xaverius Nursalim, tokoh sentral di balik perjalanan panjang SCNP, kini memilih “pensiun aktif”. Sejak 2022, ia menjabat sebagai Direktur Utama PT Puri Sentul Permai Tbk, pemilik Hotel Kedaton 8 $KDTN. Hotel ini berdiri sejak 2011, dengan luas lahan 1,6 hektar dan 71 kamar—dengan target pasar ekspatriat, pegolf, dan profesional industri di kawasan Sentul. Pada 2021, nama hotel diubah dari Sentul 8 menjadi Kedaton 8, dengan tagline "The Hotel with a Heart". Bahkan anaknya, Irene Nursalim, kini juga menjabat sebagai Direktur sejak Mei 2024—sebagai bagian dari regenerasi bisnis ke generasi ketiga.

Hotel Kedaton 8 dan SCNP mungkin kelihatan seperti dua bisnis yang jauh berbeda. Tapi di baliknya, semuanya dijalankan dengan prinsip yang sama: trust, kerja sama keluarga, regenerasi tertib, dan keberanian untuk berubah arah tanpa kehilangan nilai lama. Dan itulah kekuatan keluarga Nursalim—mereka bisa konsisten tanpa stagnan, bisa berubah tanpa ribut, dan bisa naik kelas industri tanpa kehilangan kendali internal. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Jadi, hari ini, kalau dengar nama SCNP, jangan cuma ingat kipas angin. Ingat juga alat deteksi jantung, MRI lokal, hotel eksklusif di Sentul, dan keluarga yang tetap solid sejak 1940. Karena kadang, perubahan bukan dimulai dari ide besar—tapi dari keputusan berani untuk nggak stuck di tempat yang nyaman. Dan keluarga Nursalim sudah membuktikannya, 80 tahun berturut-turut.

Entah ada hubungan apa Simon Nursalim dengan Sjamsul Nursalim $GJTL. Mungkin kebetulan mirip saja.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy