imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Logistik $ASSA?

Request salah satu user Stockbit di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Kalau kita bedah ASSA di kuartal pertama 2025, tampilannya tuh kayak anak kos baru gajian: kelihatan tajir dari luar, isi dompetnya tebal, tapi begitu diintip struk belanjaannya—waduh, ternyata semua barangnya dicicil dan belum dibayar lunas. Total aset tembus Rp8,23 Triliun, naik 6,5% dari akhir tahun lalu yang masih Rp7,72 Triliun. Keren, kan? Tapi tenang dulu, mayoritas naiknya bukan dari cuan nganggur yang ditanam di deposito, tapi dari aset tetap, kendaraan sewa, dan receivable yang belum jadi duit. Aset tetap Rp5,31 Triliun, alias 64,6% dari total aset. Kendaraan sewa masih jadi primadona, nilainya bruto Rp7,71 Triliun, setelah dikurangi penyusutan Rp3,06 Triliun, nilai bukunya tinggal Rp4,65 Triliun. Dan ya, ada juga kendaraan yang udah disusutkan sampai ke tulang tapi masih dipakai. Namanya juga irit—yang penting masih nyala, gas terus. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kas naik 27,9% ke Rp758,78 Miliar—kesannya sih sehat, tapi jangan dulu sujud syukur. Lihat dulu piutang usaha yang naik 31,3% ke Rp576,23 Miliar. Uangnya belum masuk bos, baru janji-janji manis di atas kertas. Dan 78% piutangnya memang belum jatuh tempo, tapi 3,6% udah mulai macet lebih dari 90 hari. Mungkin customer-nya juga lagi galau bayar utang karena kebanyakan cicilan mobil lelang. Untungnya, ASSA udah antisipasi dengan naikin cadangan kerugian ekspektasian dari Rp9,16 M ke Rp12,16 Miliar. Ya minimal mereka tahu bakal ada yang nyangkut.

Persediaan? Naik 83,5% ke Rp117,83 Miliar. Isinya? Mobil bekas. Ya wajar sih, armada sewa yang udah disusutkan habis kan harus cari duit lagi. Makanya dilempar ke JBA buat dilelang. Di situlah model bisnis ASSA jadi lingkaran setan yang elegan: sewa, habis masa pakai, jual, repeat. Aset kontrak juga naik 33,4% ke Rp211,98 Miliar. Artinya, mereka udah ngakuin pendapatan, tapi uangnya belum ditagih. Siapa tahu customer-nya lagi staycation dulu sebelum bayar invoice.

Sekarang, yuk kita tilik utangnya. Total liabilitas naik ke Rp5.300 Miliar, naik 7,2%. Tapi liat lebih dalam: pinjaman jangka pendek melonjak dari Rp5 Miliar ke Rp91,44 Miliar alias naik 1.729%. Wadidaw. Mungkin ini efek ‘tahun baru semangat baru utang baru’. Mayoritas dari Mandiri, BCA, dan Maybank. Pinjaman jangka panjang juga naik tipis ke Rp4.044 Miliar. Bunga? Masih mengambang, alias bisa naik sewaktu-waktu kayak harga cabai pas Lebaran. Total utang bunga Rp4,13 Triliun atau 78% dari total liabilitas. Enak, ya. Bayar bunga tiap kuartal kayak cicilan motor. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Yang lebih ‘ajaib’ lagi, liabilitas kontrak—alias DP dari pelanggan—naik 162% ke Rp125,66 Miliar. Ini sih bagus, pelanggan percaya duluan, tapi juga PR: layanan belum dijalanin, duitnya udah dipakai buat nutupin utang. Jangan sampe DP jadi ‘Down Problem’. Utang usaha pihak ketiga? Naik 169% ke Rp88,17 Miliar. Utang lain-lain ke pihak ketiga? Naik juga, jadi Rp240,7 Miliar. Bahkan utang pajak pun ikut-ikutan naik dua kali lipat jadi Rp54,6 Miliar. Kalau yang ini sih wajar—negara juga pengen jatah.

Revenue Q1 2025 cetak Rp1,39 Triliun, naik dari Rp1,18 Triliun. Bravo. Tapi yuk kita korek: segmen logistik nyumbang Rp577 Miliar atau 41,7%. Penyewaan kendaraan Rp489 Miliar (35,3%), penjualan mobil bekas Rp253 Miliar (18,2%), dan jasa lelang Rp63 Miliar (4,6%). Logistik lagi hot-hotnya, tapi jangan lupa—biaya logistik juga naik. COGS naik 14,8% jadi Rp967 Miliar. Gaji dan tunjangan Rp262 Miliar, penyusutan Rp210 Miliar, dan beban jual kendaraan bekas Rp185 Miliar. Bahkan biaya logistik juru mudi naik 63% ke Rp98,6 Miliar. Tapi margin kotor tetap naik jadi 30,2% dari 28,7%. Kenapa? Karena harga dinaikkan, beban ditahan, dan kalau perlu—lempar beban ke vendor.

SGA naik tipis 6,4% ke Rp186,5 Miliar. Yang menarik, pos perjalanan dinas naik 40%, tapi perlengkapan kantor justru turun. Mungkin sekarang semua rapat cukup lewat Zoom dari hotel bintang lima. Laba usaha naik ke Rp251 Miliar, tapi beban bunga tetap stabil di Rp72,7 Miliar. Pendapatan bunga? Hanya Rp7,7 Miliar. Jadi net finance expense-nya tetap berat: Rp65 Miliar, alias 26% dari laba usaha disedot buat bayar utang.

Segmen logistik bikin bangga: margin kotor naik ke 28,2%, margin operasional lompat ke 18,9%. Tiga bulan udah cetak laba Rp109 Miliar, padahal setahun 2024 cuma Rp75 Miliar. Penyewaan kendaraan juga makin efisien: margin operasi naik ke 15,3%. Bahkan segmen bekas yang tahun lalu berdarah, sekarang cetak laba operasi Rp59,66 Miliar. Lelang juga masih sakti: margin kotor 91%, dari tiap Rp1 yang masuk, Rp910 masih bisa disisain. Ini namanya bisnis ala bakso Pak Toto, seimbang rasanya, efisien bumbunya, dan sadis pedasnya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Sekarang mari kita buka lembaran cashflow—yang katanya paling jujur. CFO positif Rp201 Miliar, lebih besar dari laba bersih Rp143,8 Miliar. Tapi… penerimaan dari pelanggan cuma Rp1,08 Triliun, padahal revenue Rp1,385 Triliun. Artinya? Ada Rp301 Miliar yang belum jadi duit, alias cuma ngendon di piutang dan aset kontrak. Capex Rp375 Miliar tapi aset tetap cuma naik Rp45 Miliar. Hah? Sisanya kemana? Oh iya, jual mobil bekas Rp250 Miliar—mungkin sebagian masuk situ, sebagian lagi habis kena depresiasi. Mereka juga tanam Rp126 Miliar ke surat berharga, tapi nilainya malah turun Rp0,4 Miliar. Niat nabung malah boncos?

Yang paling ‘mistis’: liabilitas naik Rp359 Miliar, tapi uang masuk dari pendanaan cuma Rp43 Miliar. Sisanya datang dari liabilitas non-kas: utang vendor, DP pelanggan, utang pajak. Alias: “utang gaya baru”—kas nggak nambah, kewajiban nambah. Di akhir kuartal, kas tinggal Rp758 Miliar tapi utang jangka pendek Rp2,06 Triliun. Rasio kas terhadap utang lancar cuma 36%. Current ratio 0,92x. Jadi kalau arus kas seret atau piutang nggak masuk, siap-siap kering tenggorokan. Beban bunga Rp72,7 Miliar per kuartal tuh bukan angka main-main—itu artinya butuh laba Rp300 Miliar setahun cuma buat bayar bunga. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Soal valuasi, dengan harga saham Rp710 dan jumlah saham 3,69 miliar, market cap ASSA sekitar Rp2,62 Triliun. Ekuitas pemilik Rp2,05 Triliun, jadi BVPS Rp557, dan PBV 1,27x—agak mahal untuk value investor. Laba bersih Q1 Rp101 Miliar, anualisasi jadi Rp407 Miliar, jadi EPS sekitar Rp110 dan PER 6,44x—murah dari sisi laba, tapi dari sisi aset, ya nanggung.

Jadi, ASSA ini bukan sekadar perusahaan logistik atau rental kendaraan. Ini adalah maestro akuntansi kas modern: muter kendaraan, muter uang, dan kalau perlu, muter kewajiban sambil tetap kelihatan sehat. Tapi semua ini butuh keseimbangan. Satu putaran roda yang macet bisa bikin rantai bisnis tergelincir. Jadi ya, sekarang kelihatannya smart dan efisien, tapi kalau terus begini tanpa kontrol piutang, kontrol akrual, dan perbaikan likuiditas, bisa-bisa ini bukan strategi jitu, tapi jebakan elegan yang pelan-pelan nyedot napas sampai habis. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Soal goreng saham, serahkan ke bandar.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy