$ACRO LK Q1 2025: Perusahaan yang Memberikan Utang ke Direktur
Request salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau kita lihat laporan keuangan ACRO kuartal I 2025, kesannya seperti perusahaan yang “sehat”, “tumbuh”, dan “bertanggung jawab secara finansial”. Tapi begitu dicermati, ternyata laporannya lebih mirip rumah sakit: ada yang masih hidup, ada yang kritis, dan beberapa bagian mungkin sudah masuk ICU tapi belum dikabarkan ke publik. Dari sisi neraca, total aset ACRO turun dari Rp244,22 Miliar ke Rp226,27 Miliar hanya dalam tiga bulan. Turun Rp17,95 Miliar ini bukan karena rugi usaha, tapi karena pembakaran kas yang cukup brutal: kas mereka menyusut Rp5,18 Miliar dalam waktu singkat. Apa penyebabnya? Bukan karena beli pabrik baru atau ekspansi gila-gilaan, tapi karena bayar dividen jumbo Rp16,94 Miliar — lebih besar dari labanya sendiri. Kesan pertama: ini perusahaan publik, tapi mentalnya masih perusahaan keluarga yang suka bagi-bagi duit tanpa mikir sustainability. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Aset lancarnya memang turun, tapi piutang usaha malah melonjak dari Rp10,17 M ke Rp13,25 Miliar. Sekilas terlihat seperti peningkatan penjualan, tapi ketika kita ngintip isi piutangnya, isinya malah bikin geleng-geleng. Ada Rp5,5 Miliar piutang dari pelanggan "lain-lain" tanpa nama, naik drastis dari Rp1,89 Miliar sebelumnya. Ditambah lagi, Rp1,49 Miliar masih dicatat sebagai piutang dari PT Sri Rejeki Isman alias SRIL — perusahaan tekstil yang sudah bangkrut dan resmi dipailitkan oleh pengadilan. Jadi logikanya begini: ACRO jualan ke perusahaan pailit, kemudian mencatatnya sebagai aset, dan berharap Tuhan menyelesaikan piutang itu lewat mukjizat. Rasanya seperti berharap mantan balikan tanpa ada komunikasi sama sekali. Dan meski porsi piutang macet (>90 hari) sudah 15% dari total, manajemen tetap tenang-tenang saja. Cadangan kerugian kredit stagnan di Rp1,5 Miliar. Entah terlalu optimis, atau terlalu percaya diri kalau semua pelanggan akan sadar dan tiba-tiba bayar.
Masih dari sisi neraca, ada satu hal yang bikin dahi makin berkerut: piutang ke direktur utama Chung Tae Sung yang mencapai Rp57,19 Miliar, sekitar 23% dari total aset. Iya, benar, ini utang pribadi sang bos ke perusahaan. Tanpa jaminan, tanpa agunan, hanya bermodalkan bunga 7% per tahun dan janji akan lunas dalam lima bulan. Kalau kamu minjam ke bank pakai KTP dan janji manis, mungkin langsung ditolak. Tapi kalau kamu direktur utama dan pemilik perusahaan, ternyata bisa. Sementara perusahaan lain sibuk cari klien baru atau ekspansi, ACRO justru bertransformasi menjadi “lembaga pembiayaan pribadi” buat pemegang sahamnya. Rasanya seperti menyewa taksi untuk antar orang lain liburan, tapi kamu sendiri tetap jalan kaki ke kantor. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau kita geser ke sisi utang, total liabilitas ACRO memang turun dari Rp52,11 Miliar ke Rp47,59 Miliar, turun 8,7%. Kelihatannya bagus, seperti orang yang berhasil turunin berat badan. Tapi ternyata, sebagian besar hanya karena pembayaran sebagian utang bank jangka pendek. Porsi utang bank masih mendominasi 84% dari total liabilitas, yakni Rp39,81 Miliar. Dan semua ini jangka pendek, berbunga mengambang, dijamin tanah dan dua rusun, plus jaminan pribadi direktur utama (lagi-lagi beliau). Jadi kalau ada masalah, perusahaan bisa kehilangan aset, dan direktur bisa kehilangan rumah. $BBRI $BBCA tidak kasi pinjaman. Hanya SDRA saja yang kasi pinjaman utang. Sesama Korea.
Sementara di sisi lain, utang pajak malah melonjak dua kali lipat ke Rp1,68 Miliar. Nggak dijelaskan ini karena kurang setor atau karena koreksi fiskal. Tapi jelas, kenaikan 101,7% ini cukup bikin kening berkerut. Apakah ini utang atau denda? Kita tidak tahu. Mungkin ACRO juga tidak tahu — atau pura-pura tidak tahu.
Berlanjut ke profitabilitas, ACRO mencatatkan laba bersih Rp3,44 Miliar, naik 23% dari tahun lalu. Tapi mari kita jujur: ini bukan karena operasional makin moncer, tapi karena ada pendapatan bunga dari deposito sebesar Rp1,27 Miliar. Revenue naik tipis 5,7% ke Rp13,92 Miliar, tapi margin justru menyempit. Gross profit hanya naik 3,3%, sementara beban administrasi malah naik 67%. Jadi kalau disederhanakan: mereka jualan lebih banyak, tapi biayanya naik lebih cepat dari kecepatan jualannya. Hasil akhirnya, laba usaha justru turun dari Rp3,98 Miliar jadi Rp3,29 Miliar. Tapi laba bersih tetap naik karena bunga deposito. Ini ibarat kamu rugi di bisnis, tapi untung karena parkirin duit warisan di deposito. Bagus? Mungkin. Tapi jangka panjang? Nope. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dan akhirnya kita sampai di puncak gunung es: arus kas. Cashflow dari operasional (CFO) memang positif Rp2,09 Miliar, naik dari Rp631 Juta tahun lalu. Tapi tetap saja, ini hanya 61% dari laba bersih. Artinya, hampir separuh dari laba bersih tidak muncul dalam bentuk uang tunai. Uang yang benar-benar masuk ke kas tidak sebanding dengan angka laba yang ditulis di laporan. Dan celakanya, mereka justru nekat bayar dividen Rp16,94 Miliar — hampir lima kali lebih besar dari cashflow operasional. Jadi wajar kalau kas perusahaan susut Rp5,18 Miliar dalam waktu singkat.
Jadi, apakah cashflow-nya bagus? Jawaban jujurnya tidak buruk, tapi juga tidak 100% aman. Kalau ngandelin CFO saja, butuh hampir 5 tahun untuk lunasin utang berbunga Rp39,81 Miliar. Memang mereka masih punya kas Rp36,34 Miliar, tapi kalau itu dipakai buat lunasin utang, maka perusahaan akan kehabisan likuiditas — dan selamat datang di dunia pinjam-meminjam lagi. Jadi walaupun mereka masih bisa nafas, napasnya sudah mulai tersengal. Dan dengan utang jangka pendek yang jatuh tempo dalam waktu dekat, piutang macet yang numpuk, dan dividen yang kelewat royal, bisa jadi ACRO sedang berjalan di tali tipis antara optimisme dan mimpi indah.
ACRO memang masih hidup. Tapi dengan struktur neraca yang berat sebelah, cashflow yang seret, dan strategi bagi-bagi dividen yang lebih mirip mentalitas 'keluarga kerajaan', jangan heran kalau suatu saat nanti mereka harus cari suntikan modal entah lewat RI atau PP.
Kuncinya itu direktur harus kembalikan duit perusahaan sebesar 57 Milyar.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10