imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Juara Laba IHSG di Q1 2025

Lanjutan analisis dari rekap Saham di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Di kuartal I 2025, daftar 47 saham IHSG yang mencetak laba bersih di atas Rp500 Miliar seolah menjadi galeri kehormatan emiten-emiten papan atas Indonesia. Di atas kertas, angkanya luar biasa. Tapi seperti halnya foto grup angkatan sekolah—semua tampak tersenyum, tapi latar belakang dan jalan ceritanya beda-beda. Ada yang labanya tumbuh murni karena kekuatan bisnis, ada yang karena momentum sesaat dari harga komoditas atau pengampunan utang, dan ada juga yang tampak loyo bukan karena gagal, tapi karena struktur pelaporannya berubah. Dunia keuangan memang tidak bisa dibaca satu baris, apalagi cuma lihat total laba di kolom paling kanan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Mari mulai dari sektor yang paling stabil, perbankan. Kali ini, sorotan jatuh pada $BBCA, yang akhirnya kembali menjadi pencetak laba terbesar di bursa, dengan Rp14,15 Triliun laba bersih, naik +9.83%, dan laba usaha Rp17,45 Triliun. Ini pertumbuhan yang nyaris membosankan karena terlalu konsisten, tapi justru di situlah kekuatannya. BBCA tak pernah meledak, tapi juga tak pernah kehabisan bensin. Di sisi lain, $BBRI, yang selama beberapa tahun terakhir selalu di posisi pertama, harus mundur ke posisi dua. Laba bersihnya Rp13,67 Triliun, turun -13.93%, dengan penurunan laba usaha -12.04%. Ini bukan penurunan biasa. Tekanan bisa berasal dari sektor UMKM yang mulai goyah, naiknya cost of fund, atau beban pencadangan yang membengkak. Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, BBRI tidak hanya turun angka, tapi juga turun peringkat.

Lalu ada fenomena EMTK, yang melonjakkan laba bersih ke Rp3,63 Triliun atau naik +1301.07%—padahal laba usaha hanya Rp362 Miliar. Ini bukan pertumbuhan dari bisnis rumah sakit, media, atau digital. Ini murni hasil dua hal: penjualan saham Grab dan akuisisi BUKA di harga diskon (PBV < 1). Ketika EMTK mengambil alih BUKA sampai jadi anak usaha, mereka mencatatkan laba akuntansi dari bargain purchase. Artinya mereka membeli aset dengan nilai buku lebih besar dari harga beli, dan selisihnya dicatat sebagai keuntungan di laporan. Sah? Sangat sah. Tapi tidak bisa diulang. Jadi tahun ini EMTK terlihat kaya raya, tapi kita tahu di dalamnya bukan dari hasil jualan operasional.

Contoh lain adalah MDLN, yang tiba-tiba muncul dengan laba Rp761 Miliar, tumbuh +381.96%, dan laba usaha Rp794 Miliar. Tapi sekali lagi, bukan dari penjualan properti yang melonjak, melainkan karena pengampunan utang (debt forgiveness). Ini seperti kamu punya utang Rp1 Triliun ke bank, lalu sebagian dihapus dan sisanya dicatat sebagai keuntungan. Sah secara PSAK? Iya. Tapi sekali lagi: uang itu tidak benar-benar masuk kas, dan jelas bukan repeatable. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Berbeda dari dua di atas, CPIN adalah contoh sempurna dari pertumbuhan fundamental. Laba bersih Rp1,53 Triliun, naik +116.17%, didukung pertumbuhan laba usaha +97.19% dan revenue +11.26%. Ini bukan efek transaksi atau kejutan harga komoditas, tapi hasil efisiensi, pengendalian biaya, dan kekuatan pasar unggas. Satu lagi yang kuat secara fundamental adalah ICBP (Rp2,66 Triliun, +12.95%) dan INDF (Rp2,72 Triliun, +11.20%). Produk konsumsi tetap bertahan, walaupun daya beli belum sepenuhnya pulih.

Sementara itu, $ANTM tampil menggelegar: laba Rp2,13 Triliun, naik +794.05%, revenue +203.35%, laba usaha +647.91%. Tapi alasan utamanya bukan karena ekspansi besar-besaran, melainkan karena harga emas dunia menembus USD 3.000 per troy ounce. ANTM lewat Logam Mulia-nya adalah penikmat langsung dari lonjakan ini. Artinya, ketika harga kembali normal, kinerja ANTM juga akan ikut menyesuaikan. Ini jelas kategori “cuan karena situasi”, bukan kekuatan internal.

Nah, berbeda lagi dengan kasus ADRO. Laba bersihnya anjlok -78.60% ke Rp1,25 Triliun, dan revenue juga turun -18.89%. Tapi ini bukan sekadar karena harga batu bara Newcastle yang jatuh di bawah USD 100/ton. Penurunan juga terjadi karena ADRO tidak lagi mengonsolidasi AADI (Astra Otoparts). Setelah spin-off, kontribusi laba AADI hilang dari laporan keuangan konsolidasi ADRO. Jadi ya, ada efek siklus komoditas dan juga perubahan struktur. ADMR pun ikut tertekan: laba bersih turun -41.10%, laba usaha -48.68%. Komoditas yang tadinya memanas kini mulai dingin, dan hanya pemain dengan cost structure kuat seperti BYAN (laba Rp3,56 Triliun, +8.04%) yang bisa tetap berdiri tegak.

Di sektor consumer, UNVR (Rp1,23 Triliun, -14.59%) dan HMSP (Rp1,91 Triliun, -14.63%) masih dalam fase stagnan. Tekanan daya beli, perubahan perilaku konsumen, dan kompetisi dari produk lokal ikut menekan margin. Berbanding terbalik dengan LPPF yang mencetak Rp643 Miliar (+97.36%)—retail mulai bangkit, didorong efisiensi dan kenaikan volume.

Properti dan infrastruktur juga mulai ambil bagian. JSMR cetak Rp927 Miliar (+49.48%), dengan peningkatan lalu lintas pasca pandemi. CTRA naik +36.62% jadi Rp660 Miliar, sementara TAPG tumbuh +117.17%, meski basisnya masih kecil. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Secara garis besar, seluruh saham ini bisa dikelompokkan:
1. Laba besar dari bisnis inti yang sehat:
BBCA, CPIN, ICBP, INDF, NISP, BYAN, CTRA, JSMR
(Didukung revenue dan laba usaha yang juga naik)

2. Laba besar karena faktor luar biasa (non-recurring):
ANTM (harga emas), EMTK (jual Grab & akuisisi BUKA),
MDLN (pengampunan utang), TAPG (lonjakan sawit)
(Tinggi tapi tak bisa diulang dengan mudah)

3. Laba besar tapi sedang menurun karena siklus atau perubahan struktur:
BBRI (tekanan mikro), ADRO (spin-off AADI),
ADMR (harga batu bara), PGAS, HMSP, UNVR, MEGA
(Masih besar, tapi momentumnya melemah)

Jadi meskipun semuanya sama-sama mencetak >Rp500 Miliar laba, tidak semua punya cerita yang sama. Beberapa mencerminkan kekuatan jangka panjang, beberapa memanfaatkan momen emas, dan beberapa sedang menjalani masa transisi atau tekanan. Yang penting bukan hanya melihat besar kecilnya laba, tapi darimana asalnya, seberapa sustainable, dan apakah bisa tumbuh ke depan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Karena pada akhirnya, investor yang cerdas bukan hanya yang tahu mana saham yang untung hari ini, tapi yang bisa membedakan laba sesaat dan laba yang tahan uji waktu.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy