imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$TPIA dan Rencana IPO CDIA: Apakah Bisa Seperti $BREN dan $CUAN

Diskusi hari ini tentang TPIA di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) punya cerita yang cukup kompleks di awal 2025. Dari sisi pendapatan, perusahaan berhasil mencatat revenue sebesar USD 622 juta di kuartal I 2025, naik signifikan dari USD 472 juta di periode yang sama tahun lalu. Tapi sayangnya, di balik pertumbuhan pendapatan itu, mereka tetap rugi bersih sebesar USD 25,6 juta. Margin tipisnya nggak bisa nutup biaya bahan baku dan beban keuangan yang tinggi. COGS-nya sendiri tembus USD 616 juta, yang berarti gross profit-nya nyaris flat. Jadi, meskipun jualan banyak, tapi margin tetap ditekan, apalagi sektor petrokimia emang terkenal sensitif sama fluktuasi harga minyak dan naphta. Pendapatan dari segmen polyolefin masih jadi penyumbang terbesar, sekitar USD 285 juta. Tapi segmen Olefin yang biasanya kuat, malah cuma cetak segmen result tipis USD 10,7 juta, jauh dari cukup buat cover beban usaha dan keuangan yang nggak kecil. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Sisi negatifnya, beban keuangan mereka bikin geleng-geleng. Total bunga dan biaya bank saja tembus USD 44 juta hanya dalam tiga bulan. Bandingkan dengan gross profit yang sekitar USD 6 juta, ini udah pasti tekor. Rugi sebelum pajak sebesar USD 31,8 juta justru terbantu oleh manfaat pajak tangguhan sebesar USD 8,4 juta. Jadi, rugi bersih jadi agak "terlihat lebih manis", tapi faktanya rugi usaha tetap signifikan. Ditambah, net liabilities dalam rupiah mencapai USD 512 juta, alias risiko kurs mereka tinggi karena aset dalam rupiah kalah jauh dibanding utang berbunga yang besar dalam IDR. Utang obligasi dalam rupiah mencapai Rp 9,57 triliun (USD 577 juta), sementara utang bank jangka panjang tembus Rp 10,16 triliun (USD 613 juta). Total utang berbunga ini sangat berat jika dibandingkan dengan free cash flow yang belum seimbang. Dan meskipun perusahaan punya goodwill dari akuisisi seperti KCE dan CAP2, beban depresiasi dan amortisasi infrastruktur baru masih tinggi banget—penyusutan kuartal ini saja mencapai USD 24 juta.

Tapi di balik semua tekanan itu, TPIA punya potensi besar dari sisi infrastruktur dan integrasi vertikal. Anak usaha CDI yang fokus di sektor infrastruktur energi dan kelistrikan jadi kuda hitam tahun ini. Pendapatan dari segmen infrastruktur (penjualan listrik dan sewa tangki-dermaga) naik dari USD 24 juta jadi USD 29 juta, dengan EBITDA tahunan CDI diperkirakan sekitar USD 15 juta. Kalau IPO dilakukan dengan valuasi konservatif EV/EBITDA 10x, valuasi CDI bisa USD 150 juta, atau bahkan USD 225 juta kalau investor optimis. Ini bisa jadi momen monetisasi aset dan deleveraging TPIA. Selain itu, investasi ke downstream (MTBE, Butene-1) juga mulai berbuah. Pendapatan dari segmen ini naik drastis, MTBE misalnya lompat dari USD 10,5 juta menjadi USD 20,2 juta. Artinya, ekspansi hilir yang selama ini dikeluhkan mahal mulai terlihat hasilnya, tinggal butuh waktu lebih buat EBITDA-nya bener-bener naik. Kalau berhasil stabilkan margin dan tekan beban utang, TPIA bisa bangkit, apalagi kalau harga komoditas mendukung. Jadi, meski short-term masih berdarah-darah, secara struktur jangka panjang mereka punya pondasi yang cukup solid buat recovery. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

CDI alias Chandra Daya Energi, anak usaha dari TPIA (Chandra Asri Pacific), tampaknya bakal jadi bintang baru yang siap naik panggung bursa tahun 2025 ini. Tapi ini bukan cuma sekadar rumor kosong, karena dari laporan keuangan TPIA sendiri, semua manuver korporatanya sudah menunjuk ke satu arah: IPO. Pertama-tama, modal CDI disuntik besar-besaran. Dalam setahun terakhir, mereka digelontorin dana total Rp 6 Triliun dari induk TPIA, ditambah suntikan Rp 2,84 Triliun dari investor asing bernama Phoenix Power BV. Setelah transaksi ini, Phoenix resmi pegang 33,33% saham CDI, sisanya 66,67% masih di tangan TPIA. Artinya, valuasi CDI sudah dipatok di angka Rp 8,52 Triliun—angka yang tidak main-main dan sangat menarik kalau dijadikan dasar valuasi pre-IPO.

Langkah berikutnya makin bikin yakin kalau IPO ini sudah di depan mata: CDI dan CSP (Chandra Samudera Port) sepakat untuk mengakuisisi PT Barito Investa Prima lewat perjanjian CSPA pada 16 April 2025. Transaksi ini belum tuntas karena masih menunggu hasil valuasi dan fairness opinion dari KJPP—tapi fakta bahwa semuanya dibuka transparan dan disiapkan seolah siap “dipajang” ke publik, menandakan bahwa IPO memang target akhirnya. Ditambah lagi, CDI sekarang punya anak-anak usaha yang keren-keren dari berbagai sektor: ada KCE yang bergerak di energi, Chandra Cold Chain di logistik dingin, CSI dan MIM di transportasi laut, sampai CDW yang urus pergudangan. Banyak dari anak usaha ini baru didirikan tahun 2024–2025, dan ekspansinya agresif banget. Jadi IPO bukan sekadar strategi cari dana, tapi juga etalase buat nunjukin ke pasar bahwa grup ini sudah siap naik level. Kalau semua ini bukan persiapan IPO, berarti mereka lagi bikin sinetron genre “drama korporasi”. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Selain CDI, anak-anak usaha TPIA yang juga punya potensi cukup menarik buat dipertimbangkan adalah CAP2, CATCO, dan CAPGC.

PT Chandra Asri Perkasa (CAP2), yang masih dalam tahap pengembangan, mengelola proyek petrokimia dengan aset per 31 Maret 2025 sebesar USD 725 juta—naik dari USD 642 juta di akhir 2024. Artinya, dalam tiga bulan aja ada peningkatan sekitar USD 83 juta atau sekitar 13%. Ini bisa jadi sinyal serius kalau proyek mereka makin mendekati fase operasional, apalagi dengan industri petrokimia yang jadi core bisnis TPIA.

Chandra Asri Trading Company Pte. Ltd. (CATCO), yang udah jalan sejak 2009 dan bergerak di bidang perdagangan besar (wholesale trading). Asetnya juga melonjak dari USD 248 juta di akhir 2024 jadi USD 1,07 miliar di Q1 2025—lonjakan hampir 4 kali lipat hanya dalam waktu 3 bulan. Ini jelas bukan angka main-main dan menunjukkan pertumbuhan agresif, mungkin karena positioning-nya dalam pengelolaan suplai dan distribusi produk TPIA secara global. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

CAPGC Pte. Ltd., anak usaha investasi yang baru berdiri di Singapura lewat CAC. Walaupun masih tahap pengembangan dan belum menghasilkan revenue, asetnya langsung muncul sebesar USD 733 juta. Kalau ini difungsikan sebagai SPV untuk ekspansi atau corporate restructuring lintas negara, bisa jadi andalan jangka panjang buat fundraising atau spin-off ke depan.

Kalau CDI itu fokusnya ke manajemen dan holding anak usaha strategis, maka CAP2 bisa jadi ujung tombak pertumbuhan organik dari sisi produksi, CATCO ngurus ekspansi perdagangan dan jaringan distribusi, dan CAPGC bisa jadi kendaraan finansial dan investasi luar negeri. IPO dari salah satu dari tiga ini, terutama CATCO atau CAP2, bakal punya story kuat tergantung momentum sektor energi atau kimia global.

Kalau ngelihat utang TPIA yang tembus hampir US$ 3 miliar per Maret 2025 alias setara Rp 49,9 Triliun, pertanyaan logis berikutnya memang: bisa lunas nggak? Jawabannya: bisa secara teori, tapi tergantung 3 hal—arus kas, manuver strategis (termasuk IPO anak), dan momentum sektor energi-petrokimia.

Pertama dari sisi arus kas. Operating cash flow (CFO) TPIA di Q1 2025 memang positif sebesar USD 36 juta. Tapi capex tetap besar, financing cash out juga besar, jadi posisi kas bersih justru turun dari USD 778 juta (akhir 2024) jadi USD 748 juta. Artinya, kalau hanya mengandalkan laba operasi dan tidak ada tambahan dari divestasi atau pendanaan baru, jelas berat buat lunasin utang jumbo itu. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kedua, manuver IPO anak usaha seperti CDI berpotensi jadi penyelamat. Phoenix Power BV sudah masuk dan valuasi CDI dipatok Rp 8,52 Triliun. Kalau IPO bisa menjual 20% saham CDI di valuasi itu, TPIA bisa kantongin Rp 1,7 Triliun dalam bentuk dana segar. Belum termasuk kalau nanti CAP2 atau CATCO juga ikut dijual sebagian.

Ketiga, momentum global juga berperan. Kalau harga minyak, nafta, atau margin petrokimia membaik, TPIA bisa cetak laba bersih lebih besar dan free cash flow naik. Tapi kalau margin mepet terus seperti 2023-2024 (di mana mereka rugi), ya opsi lunas utang makin tipis. Per Q1 2025 pun, mereka masih mencetak rugi bersih sekitar USD 16 juta, yang artinya belum ada ruang buat bayar pokok utang dari hasil usaha.

Jadi bukti konkret kalau mereka bisa lunas utang adalah: (1) IPO CDI bisa terjadi dan sukses, (2) kas tetap stabil di atas USD 700 juta, (3) margin industri petrokimia membaik, dan (4) tidak ada capex gila-gilaan baru. Kalau semua itu kejadian, barulah utang segede gunung ini pelan-pelan bisa dilibas. Tapi kalau nggak, ya kita bisa lihat skenario lain kayak refinancing, restrukturisasi, atau bahkan lepas aset. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy