Krisis? Resesi?

Di tengah rilis data ekonomi yang menunjukkan kontraksi pada pertumbuhan PDB Indonesia secara kuartalan (QoQ) sebesar -0,98%, reaksi pasar tampaknya jauh dari panik. IHSG justru ditutup menguat sebesar 0,47% ke level 6.847,81. Ini memberi sinyal kuat bahwa investor dan trader tampaknya tidak lagi terpaku pada ancaman resesi atau krisis ekonomi sebagaimana biasanya. Sikap ini mencerminkan adanya perubahan psikologis pasar yang mulai terbiasa dan lebih rasional dalam menyikapi gejolak ekonomi jangka pendek.

Secara tahunan (YoY), PDB Indonesia memang masih tumbuh 4,87%, meskipun sedikit di bawah ekspektasi pasar. Namun angka ini masih menunjukkan adanya fondasi ekonomi yang relatif stabil. Di masa lalu, ketidaksesuaian data ekonomi dengan konsensus analis seringkali memicu aksi jual besar-besaran. Namun saat ini, pelaku pasar tampak lebih fokus pada prospek jangka panjang dan tidak terlalu reaktif terhadap fluktuasi data ekonomi kuartalan.

Fenomena ini bisa juga menunjukkan bahwa likuiditas global dan optimisme terhadap arah kebijakan suku bunga oleh bank sentral menjadi faktor dominan yang lebih diperhatikan. Selain itu, banyak investor yang kini memegang pandangan bahwa setiap pelemahan ekonomi justru bisa menjadi alasan bagi pemerintah atau bank sentral untuk kembali memberikan stimulus, baik secara fiskal maupun moneter. Dengan kata lain, ‘bad news is good news’ mulai menjadi pola pikir baru di pasar modal.

Pada akhirnya, pasar yang tidak lagi mudah diguncang oleh kabar resesi mencerminkan kedewasaan dan adaptasi para pelaku pasar. Mereka tampaknya sudah memahami bahwa volatilitas adalah bagian dari siklus ekonomi yang wajar. Selama tidak terjadi gangguan sistemik yang besar, investor kini lebih berani untuk tetap bertahan bahkan menambah posisi saat terjadi pelemahan. Ini menjadi sinyal positif bahwa kepercayaan terhadap stabilitas jangka panjang ekonomi Indonesia masih cukup tinggi.

$BMRI $BBCA $IHSG