$UCID Tiap Tahun Laba Anjlok = Perusahaan Bosan Cuan?
Request salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau kamu hanya melihat laporan konsolidasi PT Uni-Charm Indonesia Tbk (UCID) per Maret 2025 sekilas, mungkin kamu bakal mikir ini perusahaan masih sehat-sehat aja: kas-nya gede, ekuitas tinggi, dan masih mencetak laba. Tapi coba kamu buka lembar per lembar, gali laporan entitas induk dan bandingkan sama anak usahanya, kamu bakal sadar: ini perusahaan yang dari luar kelihatan solid, tapi dalemnya lagi ngos-ngosan. Kayak rumah tangga yang keliatannya harmonis di foto keluarga, padahal anaknya kerja rodi, ibunya ngurus dapur sambil stres, dan bapaknya cuma duduk di ruang tamu sambil bilang, “Kita harus hemat, ya.” Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Laba bersih perusahaan di Q1 2025 cuma Rp21,7 miliar. Bandingkan dengan Q1 tahun lalu yang masih bisa cetak Rp128,6 miliar. Itu artinya anjlok 83,2%. Bukan turun pelan-pelan, tapi seperti jatuh bebas dari lantai tujuh. Pendapatannya juga sama menyedihkannya. Dari Rp2,49 triliun tahun lalu turun ke Rp2,20 triliun tahun ini, alias minus 11,5%. Di sektor barang konsumen yang mestinya stabil, penurunan dua digit itu udah tergolong darurat. Dan lebih lucu lagi, yang nyumbang mayoritas laba justru entitas induk, bukan anak usaha yang jungkir balik jualan. Tapi pas dicek arus kasnya, ternyata si induk malah defisit Rp50,8 miliar. Jadi gimana ceritanya laba positif tapi duitnya keluar? Ya itu dia, selamat datang di dunia laporan keuangan yang penuh ilusi optik.
Masalah margin juga bikin kepala cenat-cenut. Gross margin turun dari 22,2% jadi 19,1%. Net margin malah cuma 1%, dari sebelumnya 5,2%. Artinya dari setiap seribu rupiah pendapatan, UCID cuma ngantongin sepuluh perak. Sisanya ludes buat bahan baku, promosi, distribusi, dan segala tetek bengek operasional. Kalau kamu buka warung kopi dengan margin kayak gini, kemungkinan besar kamu udah jual etalase buat bayar listrik. Dan jangan lupa, meskipun anak usaha kayak UCIT dan UCNWI nyumbang revenue sampai Rp440 miliar, sumbangan laba mereka kecil banget. Yang paling besar justru datang dari pos “lain-lain” di laporan induk yang mencatat Rp45,4 miliar—misterius tapi krusial. Bisa jadi dividen dari anak, bisa jadi penghasilan kertas dari eliminasi, tapi intinya: bukan laba operasional yang sehat.
Lanjut ke arus kas. CFO grup memang masih positif Rp89,1 miliar, tapi turun tajam dari tahun lalu yang masih Rp265,8 miliar. Turunnya 66%. Padahal ini napas utama perusahaan. Apalagi CFO entitas induk justru negatif. Jadi perusahaan ini sebenarnya hidup dari kucuran uang anak usaha. Yang jualan anak, yang ngurus gudang anak, yang handle pelanggan anak. Tapi yang tampil di panggung laporan? Tetap si induk. Kas perusahaan juga masih Rp1,8 triliun, tapi ya itu tadi—lebih dari Rp1,2 triliun ada di anak usaha. Induk cuma pegang sekitar Rp600 miliar. Jadi kalau kas-nya kelihatan besar, jangan langsung GR. Itu bukan karena induk pintar kelola uang, tapi karena anak-anaknya belum sempat kirim semua ke pusat.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau kamu lihat posisi aset, grup pegang Rp8,57 triliun, dan induk hanya Rp6,72 triliun. Sisanya, Rp1,85 triliun ditopang anak usaha. Aset lancar dominan di anak, termasuk kas dan piutang. Piutang pihak ketiga naik dari Rp2,53 triliun ke Rp2,67 triliun, sedangkan persediaan masih tinggi di Rp913 miliar. Artinya barang banyak yang belum laku, dan penjualan pun belum menghasilkan uang masuk yang signifikan. Di sisi lain, liabilitas total grup Rp2,68 triliun, induk cuma tanggung Rp1,51 triliun. Beban akrual jadi yang paling menonjol—Rp1,13 triliun di grup, tapi cuma Rp143 miliar di induk. Jadi yang bayar diskon, promosi, dan biaya-biaya lain, ya anak-anaknya lagi.
Sekarang kita masuk ke soal valuasi. Di harga Rp540 per saham, banyak yang bilang UCID murah. Tapi mari kita lihat lewat angka, bukan perasaan. Laba bersih Q1 2025 Rp21,7 miliar, kalau disetahunkan (x4) jadi Rp86,8 miliar. Dengan jumlah saham 4,156 miliar lembar, EPS-nya sekitar Rp20,89. Itu artinya PER-nya di 25,8 kali. Mahal, apalagi buat perusahaan yang lagi lemas. Lalu kita lihat ekuitas Rp5,89 triliun, berarti BVPS Rp1.417 per saham. Jadi PBV-nya cuma 0,38 kali. Ini diskon besar-besaran. Pasar kayaknya udah hilang kepercayaan kalau nilai buku ini bisa dikonversi jadi laba nyata. Sementara itu, dari sisi free cash flow, masih ada harapan. CFO Q1 Rp89,1 miliar, capex Rp43,5 miliar, jadi FCF Rp182 miliar per tahun. Dengan market cap Rp2,24 triliun dan net cash Rp1,81 triliun, enterprise value (EV) tinggal Rp433 miliar. EV/FCF jadi cuma 2,38 kali. Ini murah banget. Tapi ya itu tadi, murah karena apa? Karena pasar nggak yakin sama masa depannya.
Laporan keuangan Q1 2025 UCID bukan sekadar kurang bagus. Ini laporan yang secara fundamental lemah dan secara psikologis bikin merinding. Revenue turun tajam, margin menipis, laba hampir hilang, cashflow induk negatif, dan anak usaha jadi tulang punggung yang kerja tanpa tepuk tangan. Valuasinya memang “murah” dari sisi PBV dan EV/FCF, tapi PER-nya tetap mahal karena earnings lagi ngedrop. Jadi kalau kamu tertarik masuk ke saham ini, kamu bukan cari pertumbuhan—kamu lagi ngelirik bangkai yang belum sempat dikubur, dengan harapan masih bisa bangun dan jalan sendiri.
Mau untung dari sini? Harus kuat iman, sabar, dan berani pasang wajah poker sambil bilang, “Saya yakin laba bisa bounce back.” Kalau nggak? Ya siap-siap nyangkut, sambil lihat manajemen mikir keras, anak usaha kerja terus, dan laporan berikutnya tetap dibuka dengan kata “tertekan.”
Setiap investor punya cara pandang berbeda ketika membaca laporan keuangan, dan UCID di Q1 2025 adalah contoh menarik untuk melihat bagaimana empat tipe investor—value investor, turnaround investor, growth investor, dan spekulan—merespons laporan yang, jujur aja, penuh drama dan angka-angka yang bikin kening mengernyit. Dari luar, UCID kelihatan seperti perusahaan stabil: kas Rp1,8 triliun, tidak punya utang bank, dan masih untung. Tapi begitu dikupas, laporannya penuh kejutan: laba anjlok 83%, revenue turun 11,5%, margin makin tipis, dan induknya malah defisit arus kas. Nah, di sinilah karakter masing-masing investor mulai terlihat.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Seorang value investor klasik yang mengidolakan Benjamin Graham mungkin bakal merasa tergoda. Dengan PBV hanya 0,38x dan EV/FCF cuma 2,38x, UCID kelihatan seperti "barang diskonan" di rak paling bawah yang sepi peminat. Secara teori, value investor akan berpikir, “Saya beli aset dengan diskon 60% dari nilai bukunya, ini margin of safety yang menarik.” Tapi value investor yang benar-benar disiplin pasti akan nyinyir juga: “Loh, kalau margin makin turun, laba makin kecil, dan free cash flow makin seret, ya nilai buku itu gak ada artinya. Saya bukan beli tanah, saya beli bisnis hidup.” Jadi ujung-ujungnya, sebagian value investor akan nunggu dulu—mereka suka harga murah, tapi ogah beli kinerja yang makin melemah.
Di sisi lain, turnaround investor justru akan menajamkan mata. Bagi mereka, kondisi UCID sekarang itu sempurna: jelek, muram, suram, dan penuh tekanan. Tapi kalau ada tanda-tanda perbaikan, mereka bisa masuk lebih awal dan panen saat laporan keuangan mulai pulih. Dengan PER 25x mereka mungkin akan bilang, “Memang mahal sekarang, tapi ini bukan harga masa depan. Kalau laba balik ke Rp120 miliar setahun, PER-nya bisa turun jadi belasan.” Mereka akan cari petunjuk: apakah manajemen punya rencana perbaikan? Apakah anak usaha bisa dikembangkan? Kalau iya, mereka bakal beli diam-diam. Tapi ya itu, turnaround investing butuh waktu dan mental baja. Salah perhitungan, bukan untung yang datang, tapi nyangkut panjang.
Sementara itu, growth investor akan langsung mundur pelan-pelan, mungkin sambil bilang, “Nope, not for me.” Mereka cari perusahaan yang revenue-nya naik 20% setahun, margin melebar, dan EPS yang naik konsisten. UCID? Revenue-nya turun 11,5%, gross margin dari 22% turun ke 19%, net margin dari 5,2% jeblok ke 1%. Laba anjlok 83%, dan tidak ada cerita pertumbuhan di sini. Kalau growth investor masuk ke UCID, itu sama aja kayak vegetarian masuk ke restoran all-you-can-eat daging kambing. Gak cocok.
Lain lagi dengan spekulan. Mereka tidak peduli PBV, tidak peduli FCF, bahkan gak terlalu mikirin laporan keuangan. Yang mereka cari adalah momentum. Mereka akan tanya: “Kapan laporan Q2 keluar? Ada right issue gak? Ada berita corporate action gak? Ada kabar akuisisi?” Kalau ada sentimen, mereka masuk duluan dan berharap orang lain ikut beli. UCID di mata spekulan adalah permainan probabilitas. Kalau market lagi sunyi dan tiba-tiba saham ini naik 5% dalam sehari, mereka bisa langsung loncat masuk, cari cuan cepat, lalu kabur sebelum berita buruk keluar lagi. Mereka bukan pedagang fundamental. Mereka pedagang emosi pasar.
Jadi, laporan keuangan UCID Q1 2025 ini seperti cermin yang memantulkan empat wajah berbeda. Value investor akan bilang, “Menarik tapi belum layak beli.” Turnaround investor akan bilang, “Oke, ini target, tapi tunggu sinyal balik arah.” Growth investor akan bilang, “Terima kasih, saya skip.” Dan spekulan? Mereka cuma tanya, “Besok ada rumor apa?”Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Untuk benar-benar memahami kenapa laporan keuangan UCID Q1 2025 bisa dibilang jauh dari kata sehat, kita juga perlu tengok ke dalam isi dapurnya—tepatnya ke segmen operasi. Kadang kita lihat total revenue turun, tapi gak tahu siapa yang bikin turun. Nah, kali ini jelas: produk diapers alias popok bayi dan dewasa yang selama ini jadi andalan UCID, ternyata justru yang paling berdarah-darah di laporan kuartal ini.
Mari kita lihat angkanya. Pendapatan segmen diapers di Q1 2025 tercatat sebesar Rp1,64 triliun, padahal tahun lalu masih Rp1,87 triliun. Itu penurunan sebesar -12,2%, dan tetap menyumbang 74,6% dari total revenue. Jadi, walaupun masih jadi motor utama pendapatan, ternyata mesinnya udah mulai batuk-batuk. Di sisi lain, segmen non-diapers—yang mencakup produk seperti pembalut, tisu basah, dan sejenisnya—juga turun, tapi tidak separah diapers: dari Rp614 miliar ke Rp558 miliar, alias -9%, dengan kontribusi 25,4% dari revenue.
Tapi cerita sesungguhnya bukan cuma di angka penjualan, melainkan di laba bruto dan margin. Segmen diapers mencatatkan laba bruto Rp272,9 miliar, turun dari tahun lalu yang Rp368 miliar—itu artinya turun 25,8%, alias lebih dalam dari penurunan revenue-nya. Ini menunjukkan bahwa efisiensinya makin parah. Margin kotor diapers juga jeblok dari 19,6% ke 16,6%. Artinya, makin kecil cuan yang bisa disimpan dari setiap popok yang dijual. Dan meskipun masih menyumbang 64,8% dari total laba bruto, kontribusi ini makin rapuh.
Di sisi lain, non-diapers masih terlihat jauh lebih sehat. Laba bruto segmen ini turun dari Rp183,7 miliar ke Rp148,4 miliar (-19,2%), tapi margin kotor tetap tinggi di 26,6%, meskipun juga turun dari 29,9%. Kontribusi terhadap total laba bruto mencapai 35,2%. Jadi walaupun segmen ini kecil dari sisi revenue, tapi lebih efisien dan lebih tahan banting terhadap tekanan biaya atau harga jual.
Apa artinya semua ini? Total penurunan laba bruto UCID di Q1 2025 bukan hanya karena revenue turun, tapi juga karena margin makin hancur—terutama di diapers, yang ironisnya adalah tulang punggung pendapatan mereka. Produk yang mestinya jadi andalan, justru jadi penyumbang utama kemerosotan profitabilitas. Sementara produk non-diapers, yang kadang dianggap pelengkap, ternyata jauh lebih profitable.
Kalau UCID ingin bangkit, mereka harus segera perbaiki efisiensi di segmen diapers. Entah itu lewat renegosiasi bahan baku, distribusi, atau bahkan reposisi harga di pasar. Karena kalau mereka terus andalkan segmen yang kontribusi besar tapi margin makin tipis, itu sama aja kayak lari pakai sepatu bolong: makin jauh kamu lari, makin lecet juga kakinya. Dan kalau diapers gak bisa dipulihkan dengan cepat, mungkin saatnya UCID mulai serius mendorong pertumbuhan segmen non-diapers sebagai mesin laba masa depan.
Jadi sekarang gambarannya makin jelas: revenue turun, margin amblas, cash flow induk negatif, anak usaha kerja keras, dan segmen utama justru paling bermasalah. Ini bukan laporan keuangan biasa. Ini sinyal keras bahwa UCID lagi masuk fase kritis, dan kalau tidak ada perubahan signifikan di strategi produk dan efisiensi operasional, cerita turnaroun-nya bisa berubah jadi cerita pelan-pelan tenggelam sambil tetap berkata, “Kita sedang efisiensi.”Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Langkah pertama yang wajib dilakukan UCID adalah balikin margin ke level sehat. Di kuartal ini, gross margin turun dari 22,2% jadi cuma 19,1%. Net margin? Cuma 1%—turun jauh dari 5,2% tahun lalu. Ini sinyal bahwa ada tekanan harga atau kenaikan biaya yang gak berhasil ditransfer ke konsumen. Artinya, UCID harus berani evaluasi dua sisi: apakah harga jual produknya terlalu “bermain aman” dan nggak fleksibel terhadap inflasi, atau biaya produksinya yang udah nggak efisien lagi? Kalau kompetitor bisa jaga margin, tapi UCID enggak, itu artinya ada yang salah di proses internal. Apakah distribusinya boros? Apakah biaya promosi terlalu agresif? Semua harus dibongkar ulang.
Langkah kedua: benahi arus kas induk yang negatif. CFO entitas induk minus Rp50,8 miliar, padahal anak usaha masih setor laba. Ini sama aja kayak punya orang tua yang selalu bilang “hemat ya” tapi tiap bulan minta pinjaman ke anaknya. UCID harus restrukturisasi pengelolaan dana antar entitas. Kalau kas besar dipegang anak, tapi induk yang harus bayar semua beban pusat, itu bukan strategi, itu jebakan. Bisa jadi solusi sederhana seperti internal cash pooling, atau penyesuaian struktur biaya operasional induk supaya nggak boros dan tidak menumpuk beban di pusat.
Langkah ketiga: dorong efisiensi piutang dan perputaran persediaan. Piutang pihak ketiga malah naik dari Rp2,53 triliun ke Rp2,67 triliun. Persediaan juga masih tinggi di Rp913 miliar. Ini bukan soal revenue-nya turun doang, tapi soal cash conversion cycle yang makin panjang. Barang masih numpuk, penagihan makin lama, dan kas masuk makin seret. UCID perlu renegosiasi sistem pembayaran dengan mitra distribusi, mungkin dengan insentif untuk pembayaran lebih cepat, dan evaluasi produk mana yang geraknya lambat di gudang. Kalau nggak berputar cepat, lebih baik dikurangi.
Dan tentu saja, langkah paling krusial adalah recovery revenue. Turunnya -11,5% itu bukan hal remeh untuk bisnis consumer goods. UCID harus cari cara untuk rebut kembali pasar: lewat inovasi produk baru, penetrasi channel e-commerce, atau bahkan promo agresif yang tidak menggerus margin. Kalau perlu, rombak cara pendekatan ke konsumen. Jangan-jangan kompetitor udah main di ranah digital dan UCID masih pakai strategi konvensional lewat toko tradisional.
Tapi, kalau semua langkah itu gagal? Kalau margin tetap tipis, kas makin habis, piutang makin menggunung, dan revenue tetap stagnan? Maka skenario terburuk yang bisa terjadi adalah UCID jadi zombie company: hidup segan, mati tak bisa. Perusahaan yang masih jalan, tapi gak punya energi untuk tumbuh. Laba tipis, kas makin menipis, dan akhirnya cuma jadi tempat numpang kerja buat karyawan sambil menunggu diakuisisi atau disuntik dana oleh grup globalnya. Bahkan bisa lebih buruk: harga saham terus loyo, investor mulai pergi satu per satu, dan kepercayaan pasar hilang sepenuhnya.
Jadi, UCID sedang di titik krusial. Ini bukan sekadar soal laporan jelek satu kuartal. Ini titik belok antara bangkit atau nyangkut selamanya di tengah. Kalau manajemen bisa bergerak cepat dan rasional, masih ada harapan besar—apalagi dengan modal kas yang tebal. Tapi kalau terlalu sibuk bikin presentasi internal dan tidak mendengarkan suara pasar, ya siap-siap jadi contoh klasik: perusahaan besar yang kalah karena malas berubah.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$RALS $PRDA
1/10