$ACES Transisi ke AZKO yang Kurang Mulus?
Lanjutan analisis dari postingan sebelumnya tentang ACES di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau kita bahas ACES—yang sekarang resmi ganti nama jadi PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk—dari laporan keuangan Q1 2025 secara utuh, maka narasinya bukan lagi soal perusahaan ritel yang stabil dan konsisten seperti dulu, tapi lebih ke arah perusahaan yang sedang masuk fase transisi besar-besaran dan harus membuktikan apakah bisa tetap relevan tanpa embel-embel brand internasional. Transisi dari merek Ace Hardware ke AZKO ini bukan cuma soal ganti papan nama di toko, tapi juga ganti cara kerja, cara branding, sampai cara meyakinkan pelanggan bahwa "kami tetap punya value meski udah bukan Ace". Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Revenue memang naik 7,2% YoY jadi Rp2,14 Triliun, tapi ini nggak cukup nutup luka dalam yang ada di bawah permukaan. Gross margin masih di 48,4%—cukup bagus—tapi operating margin anjlok ke 9% dan net margin nyungsep ke 6,5%. Artinya? Penjualan naik tapi laba makin tipis. Beban usaha melonjak dari Rp729,8 Miliar ke Rp904,6 Miliar, naik 24%—jauh lebih cepat daripada pertumbuhan revenue. Komponen beban paling besar? Gaji dan kesejahteraan karyawan Rp331,7 Miliar, padahal jumlah pegawai turun sedikit dari 14.597 ke 14.471 orang. Lalu ada penyusutan aset sewa yang tembus Rp88,3 Miliar. Dengan struktur biaya segede itu, kalau pertumbuhan revenue nggak akseleratif, otomatis margin keuntungannya remuk. Ini jadi cerita klasik "jualan naik tapi untung makin habis".
Cashflow juga mulai keteteran. Arus kas operasi (CFO) tinggal Rp82,9 Miliar dari sebelumnya Rp123 Miliar tahun lalu. Setelah dipakai belanja modal Rp43,5 Miliar, sisa free cash flow cuma Rp39,4 Miliar. Sementara perusahaan harus tetap bayar liabilitas sewa Rp124,5 Miliar—jadinya cash outflow bersih minus Rp57,1 Miliar. Jadi, secara teknis, perusahaan sedang "bakar kas" buat nutupin operasional. Kas akhir masih kuat di Rp1,83 Triliun, tapi kalau pola ini terus berlanjut 2–3 kuartal lagi tanpa pembalikan performa, bisa-bisa bantalan kas juga mulai tipis. Apalagi piutang usaha melonjak dari Rp44,9 Miliar ke Rp97,4 Miliar (+117% QoQ), artinya banyak transaksi yang belum masuk uangnya. Sementara utang usaha ke supplier malah turun—menunjukkan ACES tetap disiplin bayar vendor, meski uang masuk dari pelanggan makin lambat. Ini adalah bentuk mismatch klasik: pengeluaran lancar, pemasukan tersendat.
Yang lebih bikin merinding adalah kondisi persediaan. Total persediaan per Maret 2025 naik 10,6% ke Rp3,76 Triliun, sementara penjualan cuma naik 7,2%. Itu artinya barang makin lama ngendon di gudang, dan rasio inventory-to-sales makin lebar. Dihitung dengan metode days inventory (DI), barang rata-rata bertahan 304 hari alias hampir setahun. Kalau ini berlanjut, risiko obsolescence alias barang usang makin tinggi, dan tekanan cashflow makin gede. Sementara rasio DSO (days sales outstanding) sih masih bagus—4,1 hari—menunjukkan piutang tetap cepat ditagih. Tapi karena volumenya membengkak, tetap jadi red flag tersendiri. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Transisi dari Ace ke AZKO juga belum jelas hasilnya. Memang, ACES sudah tidak bayar royalti ke Ace Hardware (Q1 2024: Rp17,3 Miliar, Q1 2025: Rp0), tapi penghematan ini tidak kelihatan langsung memperbaiki margin. Kemungkinan besar, royalti itu digantikan dengan biaya promosi, pelatihan SDM, perubahan sistem logistik, dan lain-lain. Segmen lifestyle yang dulu paling cepat tumbuh justru stagnan, sementara segmen home improvement naik signifikan. Bisa jadi pelanggan masih mengasosiasikan “AZKO” dengan produk rumah, bukan gaya hidup, atau memang AZKO belum berhasil menjual pengalaman belanja sekelas Ace.
Secara valuasi, harga saham Rp535, EPS tahunan diproyeksikan Rp33, maka PER sekitar 16,2x. PBV-nya 1,38x. Artinya, saham ini tidak murah, apalagi jika kita lihat tren laba yang menurun dan margin yang makin tipis. ROE juga turun ke 11,1%, masih dua digit sih, tapi sudah jauh dari era kejayaan ACES yang di atas 15%. Yang agak melegakan, perusahaan ini tidak punya utang berbunga konvensional—semua utangnya berasal dari sewa (IFRS-16) sekitar Rp1 Triliun. Struktur permodalannya masih konservatif, dengan rasio DER di kisaran 0,27x. Tapi jangan keburu tenang: liabilitas sewa ini tetap harus dibayar tunai, dan dalam kondisi cashflow seret, bisa menjadi tekanan jangka menengah.
Soal transaksi pihak berelasi, ACES memang masih berinteraksi dengan entitas grup seperti PT Omni Digitama Internusa dan PT Kawan Lama Inovasi, tapi volumenya kecil. Tidak ada tanda-tanda penyedotan dana yang mencurigakan. Yang agak mengganggu adalah piutang pihak berelasi yang melonjak dari Rp2-3 Miliar jadi Rp12,17 Miliar, tanpa penjelasan detail siapa penerimanya. Kalau dibiarkan, ini bisa jadi kanal risiko baru.
Secara umum, kalau dilihat dari segala sisi, ACES saat ini bukan lagi perusahaan ritel yang “bisa dibeli lalu ditinggal tidur”. Sekarang mereka masuk fase rawan: struktur kas masih kuat, tapi kualitas laba melemah, cashflow makin tipis, beban tetap tinggi, dan masa depan brand AZKO masih penuh tanda tanya. Investor harus hati-hati menilai apakah perusahaan ini sedang menata ulang fondasi dan bisa bangkit lagi, atau justru jalan pelan-pelan menuju valuasi yang makin murah karena kinerja yang makin tenggelam. Kuncinya akan terlihat di kuartal berikut: kalau margin membaik, piutang turun, dan segmen lifestyle mulai pulih, bisa jadi ACES akan bangkit jadi “retail lokal kuat” seperti MAPI. Tapi kalau tren ini lanjut, maka yang tersisa tinggal memori kejayaan brand Ace Hardware… dan AZKO yang belum tentu bisa melanjutkannya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Transisi dari ACE ke AZKO tidak mulus?
1. Laba Bersih Turun -32% YoY
→ Rp203,3 M (Q1 2024) turun ke Rp138,3 M (Q1 2025) ❌
→ Padahal seharusnya dengan penghematan royalti, laba bisa naik. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
2. Operating Margin Anjlok dari 13,3% ke 9% ❌
→ Menunjukkan efisiensi operasional memburuk pasca transisi.
3. Net Margin Turun dari 10,2% ke 6,5% ❌
→ Makin banyak beban non-produktif setelah lepas dari ACE.
4. Beban Usaha Naik 24% YoY ❌
→ Dari Rp729,8 M ke Rp904,6 M padahal revenue hanya naik 7,2%.
→ Kemungkinan karena biaya transisi AZKO (promosi, SDM, logistik, dll).
5. Cash Flow Operasi Turun 32,6% ❌
→ Dari Rp123 M ke Rp82,9 M, menunjukkan konversi revenue ke kas makin buruk.
6. Piutang Usaha Naik 117% QoQ ❌
→ Dari Rp44,9 M ke Rp97,4 M → revenue naik sedikit tapi uangnya belum masuk. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
7. Persediaan Naik 10,6% QoQ ❌
→ Dari Rp3,40 T ke Rp3,76 T → stok menumpuk, kemungkinan karena penjualan kurang lancar.
8. Days Inventory = 304 hari ❌
→ Terlalu tinggi untuk ritel → indikasi barang tidak cepat terserap pasar AZKO.
9. Penjualan Konsinyasi Turun 8,4% YoY ❌
→ Menandakan trafik toko kemungkinan menurun, atau loyalitas pelanggan menurun pasca rebranding.
10. Segmen Lifestyle Tidak Tumbuh ❌
→ Padahal sebelumnya jadi andalan, ini menandakan potensi kehilangan pelanggan setia ACE.
Semua poin di atas adalah bukti kuantitatif dari laporan keuangan bahwa transisi ke AZKO sejauh ini belum memperbaiki kinerja, bahkan memperburuk profitabilitas dan efisiensi operasional. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$MDIY $RALS
1/10