Gajah Tunggal: Konglomerat Ban atau Raksasa Tambang yang Tersembunyi?
Sebagai investor ritel dan seorang Geologist yang bekerja di sektor pertambangan, saya cukup kaget waktu pertama kali tahu bahwa Gajah Tunggal ($GJTL) ternyata punya “sayap” bisnis yang jauh lebih dalam dari sekadar ban mobil.
Ya, selama ini publik—termasuk saya dulunya—mengenal Gajah Tunggal sebatas sebagai pabrik ban terbesar di Indonesia. Identitas mereka kuat di otomotif, mulai dari ban motor sampai ban truk. Tapi ternyata, di balik wajah yang publik ini, tersimpan kekuatan besar yang jarang dibahas: pertambangan.
Mungkin ini bukan informasi baru buat para pemain industri tambang, tapi buat saya sebagai investor retail, fakta bahwa Gajah Tunggal punya divisi pertambangan dengan portofolio sebesar ini benar-benar game changer.
Mereka punya Gajah Tunggal Mining Division, dan unit ini menaungi sejumlah nama besar di dunia tambang Indonesia, seperti:
PT Kasongan Bumi Kencana
PT Indo Muro Kencana
PT Pelsart Tambang Kencana
PT Indexim Coalindo
Dan belum lama ini, mereka juga mengakuisisi tambang emas Natarang Mining di Lampung dari Kingrose Mining Limited (ASX: KRM)—perusahaan asal Australia.
Kalau saya bandingkan, holding pertambangan Gajah Tunggal ini sudah bisa disejajarkan dengan nama-nama seperti $ABMM atau bahkan $UNTR. Tapi bedanya, mereka tidak banyak bicara.
Ini yang bikin saya makin penasaran: kenapa mereka nggak buka-bukaan?
Tidak ada expose besar-besaran. Tidak ada presentasi publik tentang rencana ekspansi tambang. Bahkan di laporan tahunan GJTL pun, pembahasan soal pertambangan nyaris nihil. Low profile banget.
Apakah ini strategi untuk menjaga kestabilan? Atau justru karena struktur korporasinya begitu kompleks, sehingga investor ritel pun susah menelusuri jalurnya? Bisa jadi. Tapi bisa juga ini adalah cara mereka melindungi aset tambang dari riuhnya pasar modal dan politik.
Apa pun alasannya, saya pribadi melihat ini sebagai "hidden value" yang menarik. Karena investor publik pada umumnya masih fokus pada fundamental ban-nya—padahal ada sektor lain yang bisa jadi jauh lebih profitable di masa depan, apalagi jika harga komoditas rebound.
Dan menurut saya, mungkin sudah waktunya kita mulai melihat Gajah Tunggal bukan hanya dari permukaan jalan, tapi juga dari kedalaman tanah tempat mereka menambang.