imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Investasi Data Center Sanggup Hold Berapa Lama?

Lanjutan dari diskusi sebelumnya tentang data center di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Kalau kita ngomongin soal industri data center, jangan cuma terpaku sama jumlah rak server atau megawatt yang ada hari ini. Yang harus kita lihat adalah proses panjang yang dibutuhkan suatu negara untuk membangun industri ini dari nol sampai jadi mesin ekonomi digital. Amerika Serikat dan China udah punya ekosistem data center kelas dunia. Indonesia? Baru mulai belajar jalan. Dan jaraknya bukan cuma soal angka kapasitas, tapi soal waktu, komitmen pemerintah, kualitas infrastruktur, dan bahkan tingkat keributan sosial di lapangan. Jadi pertanyaannya: butuh berapa lama sebuah negara bisa bangun industri data center raksasa? Dan lebih penting lagi, Indonesia sanggup nggak nyusul mereka? Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Amerika Serikat mulai bangun fondasi industri data center dari tahun 1990-an, waktu internet masih pakai dial-up dan harddisk 1 GB dianggap besar. Di awal, data center cuma ruang pendingin penuh kabel buat simpan server bank, universitas, atau militer. Tapi momen krusial datang waktu Amazon meluncurkan AWS (Amazon Web Services) di tahun 2006. Dari situ, konsep cloud computing meledak. Perusahaan gak perlu lagi punya server sendiri—cukup sewa kapasitas dari penyedia cloud. Sejak itu, bisnis data center berubah drastis jadi komoditas infrastruktur yang sangat strategis.

Amerika punya modal infrastruktur energi yang mumpuni, hukum yang jelas, dan pemerintah daerah yang suportif. Misalnya, negara bagian seperti Virginia, Texas, dan Arizona berlomba-lomba kasih insentif pajak dan pasokan listrik murah buat menarik operator data center. Hasilnya? Sekarang Amerika punya lebih dari 2.000 fasilitas data center, kapasitas gabungan lebih dari 20.000 megawatt, dan menguasai sekitar 40% pangsa pasar global. Dari awal eksperimen sampai jadi raja dunia, AS butuh waktu sekitar 25 sampai 30 tahun. Prosesnya bertahap, tapi konsisten dan didukung semua elemen—baik swasta, pemerintah, maupun infrastruktur. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Beralih ke China. Mereka mungkin agak terlambat start, tapi begitu mulai, langsung gas pol. Di awal 2000-an, data center di China juga hanya digunakan oleh BUMN seperti China Telecom atau lembaga pemerintah. Tapi setelah booming-nya perusahaan seperti Alibaba, Tencent, Baidu, dan https://cutt.ly/KrhwAugJ, kebutuhan akan kapasitas server meroket. Pemerintah pusat langsung ambil kendali dan mengubah data center jadi bagian dari infrastruktur strategis nasional. Muncul proyek besar seperti Eastern Data, Western Computing, di mana pemerintah membangun fasilitas raksasa di provinsi energi murah di bagian barat seperti Xinjiang, Gansu, dan Inner Mongolia—untuk melayani permintaan dari kota besar seperti Shanghai dan Beijing di bagian timur.

China juga nggak main-main dalam eksekusi. Tanah disediakan pemerintah, listrik dijamin negara, dan gak ada yang berani ganggu proyek strategis. Gak ada pungli, gak ada ormas tutup gerbang, gak ada proposal “kordinasi pengamanan.” Hasilnya? Dalam waktu kurang dari 20 tahun, China sudah memiliki sekitar 1,95 juta rak server, dengan konsumsi listrik data center mencapai ~100 TWh per tahun. Mereka bahkan menargetkan angka itu naik jadi 400 TWh pada tahun 2035. Jadi meskipun mereka mulai sekitar 2005, sekarang China udah sejajar dengan Amerika. Bedanya, China pake model sentralistik, sedangkan AS bertumbuh lewat kekuatan pasar.

Sekarang kita balik ke Indonesia. Kalau Amerika dan China udah naik pesawat jet, kita baru beli sepeda. Sebelum tahun 2018, data center di Indonesia masih terfragmentasi, kecil-kecil, dan fungsinya lebih ke backup IT internal. Baru sekitar 2020-an, kita mulai masuk ke fase serius, dengan munculnya pemain seperti DCI Indonesia (DCII), NeutraDC dari Telkom, dan EDGEConnex. Tapi kapasitas kita masih sangat kecil: total nasional baru 210 sampai 514 megawatt. Bandingkan itu dengan Amerika yang udah 20.000 MW, alias kita masih di 1 sampai 2,5% dari level mereka. Bahkan kalau dibanding Vietnam atau Malaysia pun, kita belum tentu unggul. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dan tantangan kita bukan cuma di teknis. Kita punya PLN yang sering overload, izin yang ribet berlapis-lapis, dan yang paling menyedihkan: gangguan sosial dan premanisme yang belum beres. Di negara lain, pemerintah justru kasih kemudahan buat datangkan investor hyperscale. Di kita? Bahkan BYD yang bangun pabrik mobil listrik di Subang bisa dihentikan ormas. Belum bangun apa-apa, sudah ditutup paksa. Sekarang bayangin bangun data center yang butuh pasokan listrik stabil puluhan megawatt, kontraktor sensitif, pendingin canggih, dan konektivitas tinggi—tapi harus lewat jalan desa yang tiap minggu ada yang minta “biaya keamanan.”

Kalau pakai logika optimis, Indonesia mungkin butuh 20–25 tahun ke depan untuk bisa menyamai skala data center negara maju—kalau pemerintah serius dan gak ada lagi gangguan “non-teknis.” Tapi kalau kondisi sekarang dibiarkan, bisa-bisa Vietnam dan Malaysia malah makin jauh di depan. Kita akan tetap jadi pasar konsumtif cloud—bukan pemilik infrastrukturnya. Sementara server-server penting dunia akan tetap berputar di Singapura, Ashburn (AS), atau Chengdu (China), bukan di Cikarang atau Karawang.

Jadi kalau kita mau jujur, mimpi Indonesia jadi pusat data center regional bukan mustahil. Tapi butuh waktu lama, kerja konsisten, dan reformasi total—mulai dari kelistrikan, perizinan, sampai ketertiban sipil. Jangan sampai mimpi jadi pusat AI dan cloud computing hanya jadi meme karena realitas di lapangan masih dipenuhi proposal “THR Ormas” dan kabel server yang bisa diputus pakai cutter. Karena di industri data center, yang dibutuhkan bukan cuma rak dan ruang—tapi kepastian, keheningan, dan kestabilan. Dan sayangnya, tiga hal itu masih jadi barang langka di negeri ini. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$ELIT $AREA $DCII

Read more...

1/2

testes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy