imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Menanyakan Aturan UMA

Hari ini saya dapat pertanyaan tentang UMA dari salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Harusnya pertanyaan tersebut bisa masuk kategori “pertanyaan rakyat ritel terbesar abad ini”, karena saking seringnya muncul tapi gak pernah dapet jawaban yang benar-benar memuaskan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

User Stockbit tersebut bertanya: “Bang, mo tanya... apa sih kriteria UMA? Kenapa selalu yang kena itu emiten yang lagi gacor naiknya, trus kenapa yang ARB berjilid-jilid nggak kena UMA?” Dan ya, itu bukan sekadar pertanyaan teknikal, tapi lebih ke jeritan hati investor ritel yang merasa diperlakukan seperti anak tiri di pasar modal sendiri.

UMA alias Unusual Market Activity adalah label "aneh" dari BEI untuk saham yang, menurut mereka, bergerak tidak wajar. Tapi masalahnya, yang disebut “tidak wajar” itu gak pernah dijelaskan pakai angka pasti. Kalau kamu bayangin akan ada rumus seperti “naik 30% dalam 2 hari = UMA”, lupakan. Gak ada. Dalam Peraturan BEI Nomor II-A (Kep-00061/BEI/07-2021), bunyinya cuma: “Bursa dapat menerbitkan UMA terhadap pergerakan harga atau volume yang tidak biasa dalam kurun waktu tertentu yang menurut bursa dapat mengganggu perdagangan yang teratur, wajar, dan efisien.” Udah, itu aja. Satu kalimat multitafsir yang bisa bikin saham kamu baru naik cantik dua hari langsung dijegal, padahal kamu belum sempat bilang “take profit”. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau kamu pernah pegang saham yang baru naik dua hari, volume lagi rame, belum sempat take profit... tiba-tiba keluar surat cinta dari BEI berjudul “Unusual Market Activity (UMA)”, kamu nggak sendirian. Banyak investor ritel yang pernah ngalamin dan sama-sama bingung: ini saham kenapa sih kena UMA? Salahnya apa? Apa karena terlalu semangat? Atau karena ritel lagi kompak? Tapi begitu saham yang ARB tujuh hari berturut-turut nggak kena apa-apa, semua orang jadi makin curiga—"Jangan-jangan aturan UMA ini cuma berlaku kalau saham naik, ya?"

Masalahnya, kalau kita cari ke aturan resmi BEI, kita juga nggak dapat banyak pencerahan. Dalam Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas, tepatnya di bagian II.12.3, UMA didefinisikan sebagai:
“Aktivitas perdagangan dan/atau pergerakan harga suatu Efek yang tidak biasa pada suatu kurun waktu tertentu di Bursa yang menurut Bursa berpotensi mengganggu penyelenggaraan perdagangan Efek yang teratur, wajar, dan efisien.” Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Udah. Itu aja. Nggak ada penjelasan lebih lanjut soal apa yang disebut “tidak biasa”. Nggak ada rumus, nggak ada persentase harga, nggak ada batasan volume, bahkan nggak ada indikator teknikal yang dipakai. Jadi ya, kriteria UMA ini seperti "perasaan pasar" versi lembaga. Kalau BEI merasa "ini nggak biasa", maka bisa keluar surat UMA. Kayak kamu baru beli martabak dua porsi, terus ditatap sinis sama tetangga—nggak salah sih, tapi... ya dianggap mencurigakan.

Coba bandingkan dengan sistem pengawasan pasar di beberapa bursa global seperti NYSE atau Nasdaq. Mereka setidaknya punya threshold deteksi otomatis. Misalnya, jika harga saham naik lebih dari 10% dalam 5 menit, maka akan masuk ke dalam radar monitoring. Kalau volume perdagangan melonjak 500% dibanding rata-rata 20 hari, sistem akan langsung flag dan analisa lebih lanjut dilakukan. Tapi di Indonesia? Nggak ada angka. Semua dikembalikan pada kebijakan bursa—alias, diskresi penuh BEI.

Di sinilah letak misteri UMA. Karena dalam praktiknya, banyak saham yang kena UMA justru saham yang baru naik karena laporan keuangan bagus atau sentimen yang memang wajar. Tapi yang anehnya lagi, saham yang jelas-jelas turun 10 hari berturut-turut, volume mendadak tipis, gak ada klarifikasi publik, bahkan kinerja minus—malah dibiarkan jatuh seolah-olah itu bagian dari ekosistem alami. Kalau ini bukan bias ke arah downside tolerance, entah apa namanya.

UMA memang bukan tuduhan manipulasi. Itu penting digarisbawahi. Tapi efek psikologisnya ke investor, terutama ritel, gede banget. Begitu saham kena UMA, langsung muncul rasa takut: “Ini bakal disuspensi?”, “Jangan-jangan ini saham gorengan beneran ya?”, padahal belum tentu ada yang salah. Dan yang lebih bikin kesel, emiten yang kena UMA juga nggak punya kewajiban klarifikasi yang menjelaskan “kenapa bisa kena UMA”—cukup jawab normatif, “Tidak mengetahui adanya informasi material.” Selesai. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Jadi UMA adalah salah satu regulasi yang ada tapi samar, berlaku tapi fleksibel, berwujud tapi tidak kasat mata. Mirip kayak perasaan seseorang yang bilang "nggak papa" padahal dalam hati udah panas. Ini bukan sekadar peraturan, tapi simbol dari “ketidakteraturan yang diatur”. Mungkin itulah sebabnya banyak yang nyebut UMA sebagai “senjata psikologis” pasar. Kalau sahamnya udah mulai naik dan ritel rame masuk, tinggal tembak UMA aja biar sepi. Harga turun sendiri.

Kalau BEI mau lebih adil dan bisa bangun kepercayaan dari ritel, satu hal sederhana bisa dilakukan: transparansi. Publish indikator apa yang digunakan. Threshold seperti apa yang bikin saham kena UMA. Dan kalau bisa, kasih statistik: berapa saham yang kena UMA karena naik cepat, dan berapa yang kena karena turun ekstrem. Biar jelas, biar kita bisa edukasi diri. Karena selama UMA masih beroperasi pakai sistem "feeling", maka selama itu pula investor ritel akan terus bertanya: “Hari ini sahamku naik... kira-kira BEI udah ngetik draft UMA belum ya?”

Lucunya, saham yang ARB berjilid-jilid malah sering gak kena apa-apa. Boleh nangis di pojokan, boleh turun pelan-pelan kayak kehabisan napas, tapi tidak dianggap mencurigakan. Kenapa? Mungkin karena dari kacamata BEI, yang jatuh dianggap ‘natural’, hasil force sell atau kapok massal. Tapi kalau naik, apalagi tanpa berita atau keterbukaan informasi, langsung dicurigai. “Jangan-jangan ini gorengan?” Padahal belum tentu. Kadang memang ada sentimen teknikal, kadang juga laporan keuangan bagus. Tapi tetap aja, begitu harga lari, ritel rame, dan volume naik, surat cinta bernama UMA pun mendarat.

Karena frustrasi, si penanya tadi lanjut nyeletuk: “Kalau gitu saya ngelamar kerja aja di BEI biar bisa hapus UMA sama FCA.” Saya bales dengan serius. Saya kasih link lowongan kerja beneran, karena kebetulan BEI lagi buka posisi Transaction Investigation Officer. Itu orang yang tiap hari mantengin data saham, cari kejanggalan transaksi, dan bikin rekomendasi siapa yang layak kena UMA. Tapi setelah tahu bahwa posisi ini bukan posisi pengambil keputusan strategis—cuma pelaksana teknis alias operator—si penanya langsung mundur. “Not worth to try. Jadi kacung. Mending saya fokus usaha aja,” katanya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Tapi belum sampai lima menit, masuk lagi DM baru. Kali ini ceritanya naik level. “Lowongan petinggi BEI seperti Pak G, karena saya dari Bali, saya akan coba tracking kampung beliau. Mungkin bisa silaturahmi sekalian nanya. Karena kemungkinan beliau hari Rabu akan pulkam, ada upacara besar di Bali.” Di titik ini saya antara ngakak dan salut. Ketika semua jalur formal terasa buntu, ternyata masih ada investor yang niat banget cari tahu soal UMA sampai rela ngintilin direktur BEI pulang kampung. Kalau ada award untuk "niat investigasi paling otentik", user ini pemenangnya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Tapi kalau kamu serius mau ubah sistem UMA, kamu gak bisa cuma curhat, apalagi cuma jadi investigator level bawah. Kamu harus naik kelas. Kamu harus jadi direktur BEI, orang yang benar-benar bisa ubah aturan main, bukan cuma menjalankan. Tapi ya tentu saja, jalan ke sana gak semudah kirim CV ke email HRD.

Pertama-tama, kamu harus punya pengalaman kerja di dunia pasar modal minimal 5 tahun. Dan itu bukan sekadar jadi investor atau trader ritel, ya. Itu artinya kerja di sekuritas, manajer investasi, bank kustodian, atau institusi finansial yang tunduk pada aturan OJK dan BEI. Lalu, kamu gak bisa daftar sendiri. Kamu harus dicalonkan oleh kelompok minimal 10 Anggota Bursa (AB), dan total transaksi mereka harus menyumbang minimal 10% dari total nilai dan frekuensi transaksi di BEI dalam 1 tahun terakhir. Dengan kata lain, kamu harus dapet restu dari para pemain besar yang transaksi hariannya miliaran sampai triliunan.

Setelah itu, kamu akan ikut fit and proper test yang digelar OJK dan BEI. Ini ujian kelayakan dan kepatutan yang menilai integritas, rekam jejak, pemahaman regulasi, dan visi kamu tentang masa depan bursa. Jangan bayangin ini cuma soal ngerjain soal pilihan ganda. Ini politik. Ini diplomasi. Dan ini penilaian penuh lobi. Bahkan setelah lulus uji itu pun, kamu masih harus dapat restu lewat RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), yang diisi oleh para pemilik suara bursa—lagi-lagi, orang-orang yang punya kepentingan besar dan pengaruh besar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Tapi kalau kamu berhasil tembus semua itu, dan duduk sebagai Direktur Pengawasan Transaksi atau Direktur Perdagangan, di situlah kamu bisa punya kuasa ubah kriteria UMA. Kamu bisa bikin aturan yang adil dan transparan: misalnya, “Jika saham naik 40% dalam 3 hari dan volume 5x rata-rata 20 hari terakhir tanpa informasi publik, maka masuk radar UMA.” Gak ada lagi drama saham naik dikit langsung dibekukan. Gak ada lagi misteri UMA yang jatuh dari langit kayak wangsit.

Kamu bisa bikin sistem deteksi otomatis yang terbuka, real-time, dan bisa diakses investor ritel. Kamu juga bisa reformasi pendekatan yang terlalu bias terhadap saham naik dan cuek pada saham yang turun. Pendek kata: kamu bisa cabut sistem "suka-suka" jadi sistem "jelas dan adil". Tapi ya, untuk sampai di situ, kamu harus siap jadi petarung di ring regulasi, bukan sekadar penonton di tribun ritel. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Jadi kalau kamu masih kesel karena saham kamu kena UMA padahal baru ARA dua kali, sementara saham sebelah udah ARB 10 hari nggak disentuh, kamu punya empat pilihan. Pertama, masuk sebagai petugas pengawas dan belajar struktur dari dalam. Kedua, mainkan game jangka panjang: bangun karier, kumpulkan jaringan, rebut kursi direktur, dan ubah sistemnya. Dan ketiga—kalau dua-duanya terlalu panjang jalurnya—ya bisa juga ikut gaya User Stockbit yang PM saya: lacak kampung halaman direktur BEI, tunggu momen upacara adat, lalu tanya langsung sambil bawa oleh-oleh, “Pak, UMA itu sebenernya ditentukan pake algoritma, perasaan, atau hasil musyawarah keluarga besar?”

Pilihan keempat, pasrahkan aja. Ikhlas Nyangkut.

Karena di pasar modal, seperti dalam hidup, kadang kamu gak butuh jawaban... kamu cuma pengen tahu siapa yang sebenarnya megang remote-nya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$WIFI $CENT $BBRI

Read more...

1/4

testestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy