imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Hari ini saya iseng ikut workshop dari Synchronize Fest. Awalnya cuma karena sedang menyusun strategi buat balik lagi ke musik, tapi kali ini saya mau mulai dengan cara yang berbeda: saya pengen paham dulu outlook industrinya.

Kebetulan awalnya saya sampai ke acara ini karena nyari podcast tentang “man behind the gun”-nya Sun Eater. Di kepala saya, kalau bicara soal musisi top, ya pasti Hindia. Dan kalau bicara tentang sistem di baliknya, ya pasti Mas Kukuh, salah satu sosok yang saya tahu jadi motor bisnisnya.

Dan ternyata benar: ilmunya gak jauh beda sama saham.

Intinya: bisnis harus profitable. Kalau sudah profit, efeknya bisa ambil keputusan strategis yang terukur. Laba bisa diputar, jadi compound modal dan compound laba. Mungkin gak selalu mulus, tapi setidaknya kita tahu arahnya ke mana.

Mas Kukuh berulang kali menekankan satu hal: data, data, data.

Sesuatu yang sangat sejalan dengan apa yang saya pelajari di saham: tanpa data, mending gak usah jalan. Tapi lucunya, prinsip ini justru belum saya pakai waktu dulu awal terjun ke musik.



Contoh paling konkret: lagu saya It All Happens Suddenly.

Waktu rilis, saya terlalu idealis. Saya gak pakai pendekatan data. Saya tidak melihat lagu-lagu dengan tema dan vibes seperti apa yang sedang perform secara streaming. Justru saya rilis lagu yang secara tema dan bahasa “nyebrang” — lagu berbahasa Indonesia di tengah tren lagu Inggris dengan tema tertentu. Dan hasilnya tentu saja… ya begitu.

Berbanding terbalik dengan pendekatan Suneater: mereka pakai data dulu, baru intuisi. Dari Feast, Hindia, sampai Lomba Sihir — semua dijalankan dengan sistem. Dan bukan cuma musiknya yang idealis, sistem kerjanya korporat banget. Gaji bulanan, ada BPJS, struktur kerja yang jelas. Label indie rasa perusahaan. Bukan PT rasa yayasan.

Saya juga cukup tersentil saat Mas Kunto Aji cerita kenapa dia ngerem bikin konten berulang setelah viral jadi Limas di TPS. Bukan karena gak bisa, tapi karena dia sadar bahwa kalau diterusin, personal branding-nya malah jadi meme. Bukan musisi. Akhirnya, sisi personal itu tetap ditampilkan, tapi seperlunya — supaya core-nya tetap musik.

Saya pun merasa ini kesalahan saya juga. Waktu belok dari musik ke saham, saya gak siapin brand yang rapi. Nama “fadhilonn” malah ketarik ke content saham, sampai orang-orang lebih kenal saya sebagai orang pasar modal, dan baru kaget waktu tahu saya punya lagu di Spotify dengan stream yang cukup banyak. Akhirnya, saya hapus IG — ya, memang harus mulai dari nol lagi, tapi kali ini dengan fondasi yang benar, masalah berhasil atau tidak yang penting ini jadi arena bermain "data" saya diluar saham siapa tau bisa jadi bisnis rill kedepannya.

Kesimpulan dari dua narasumber tadi — Mas Kukuh dan Mas Kunto Aji — adalah: bisnis musik itu irisan antara brand building dan segmen pasar. Kita harus tahu siapa segmennya. Biar musik yang dibikin juga tahu mau dikirim ke siapa. Karena kalau segmennya jelas, tujuan bisnisnya juga bisa dirancang. Bukan cuma seni yang mengawang.

Dan tamparan terakhir datang di sesi penutup: jangan berharap industri sehat kalau pelakunya gak punya arah profit. Kalau ini dianggap projek bakar uang, nanti semua yang ada di lingkaran itu ikut terbakar juga. SDM-nya lari, sistemnya gak sustain, lalu pelakunya bilang, “musik tuh emang gak bisa ngasih makan.” Padahal bukan soal musiknya, tapi soal sistemnya.

Mas Kunto bahkan menyebut sekarang banyak musisi besar kesulitan cari manajer karena SDM-nya langka. Jadi, kalau memang gak jadi musisinya, bisa juga ambil peran lain — asal tahu, ini bisnis, bukan yayasan.

Karena kalau sistemnya dibiarkan jadi PT rasa Yayasan, ya ujung-ujungnya seperti fenomena startup beberapa tahun lalu: bakar duit, growth at all cost, lalu masuk winter tech . Sampai unicorn seperti $GOTO yang IPO jumbo karena Gojek+tokopedia pun akhirnya Tokopedia harus dijual. Sebegitu bahayanya kalau bisnis gak profitable.


Dan kalau ditanya pelajaran terbesarnya?

Ya mungkin ini workshop gratisan, tapi tamparannya mahal.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy