Pemerintah baru saja menaikkan tarif royalti untuk sektor minerba (mineral dan batubara), yang memicu kekhawatiran di kalangan investor. Kenaikan ini diperkirakan akan membebani beberapa emiten, terutama di sektor nikel dan emas, karena tarif royalti yang cukup tinggi dapat menekan kinerja mereka dan berpotensi mengurangi nominal dividen.
Untuk batubara open pit, tarif royalti naik sedikit dari 5%-8% menjadi 5%-9%, sementara untuk batubara underground, tarifnya tetap sama. Namun, ada kabar baik untuk beberapa produsen batubara yang beroperasi dengan IUPK, di mana tarif royalti turun menjadi 19% untuk HBA antara US$120 hingga US$140 per ton, sebelumnya mencapai 28%.
Sementara itu sektor nikel dan emas yang paling merasakan dampak dari kebijakan ini. Tarif royalti untuk kedua komoditas ini naik cukup signifikan, bahkan tarif untuk bijih nikel naik hingga 19% dan emas naik hingga 16%. Hal ini berpotensi menekan kinerja emiten pertambangan nikel dan emas.
Pada akhirnya, kenaikan ini bisa berdampak pada penurunan nominal dividen yang biasanya dibagikan kepada para investor. Tentu dapat mempengaruhi daya tarik saham-saham dari sektor ini, terutama bagi investor yang mengandalkan pendapatan pasif dari dividen.
Secara keseluruhan, kenaikan tarif royalti ini pasti akan membebani emiten minerba, terutama di sektor nikel dan emas. Sementara batubara mengalami kenaikan royalti yang relatif kecil, produsen yang berada dalam IUPK bisa mendapatkan sedikit kelegaan dengan penurunan tarif royalti.
Sebagai investor hal ini perlu dicermati, apalagi yang mencari keuntungan dari dividen. Dengan adanya kenaikan tarif ini bisa berpotensi menurunkan dividennya. Sehingga perlu melakukan analisa ulang, apakah akan terjadi perubahan fundamental yang signifikan atau masih sesuai dengan strategi awal yang sudah ditentukan.
Mau dapat Insight lain seputar saham, join ke komunitas discord secara FREE melalui link馃憠馃徏聽https://cutt.ly/drgFq0v4
$IHSG $ANTM $INCO