TUJUH DOSA BESAR DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN FINANSIAL
Esai ini dibuat dalam rangka gabut menunggu IHSG buka. Esai ini merujuk pada tulisan Denis J. Hilton (2001), seorang psikolog sosial lulusan Oxford (tulisan aslinya bisa diakses di: https://cutt.ly/FrgDTfLn ). Nubitol bukan siapa-siapa secara pengalaman, aset dan keilmuan (saya hanya mahasiswa S2 yang hampir DO). Saya hanya merangkum artikel Hilton ini dan menjadikan momen menulis esai ini sebagai kesempatan belajar dan self-reminder.
TL;DR
• Media punya agenda, jangan terlalu percaya
• Jangan merasa lebih hebat dari orang lain
• Tukang sampah di Inggris lebih akurat dalam memprediksi prospek dibandingkan mahasiswa ekonomi Oxford dan menteri keuangan
• Pertimbangkan korelasi yang tidak terlihat
• Bertanya pada diri sebelum mengambil posisi
• Jangan mudah terbawa arus
• Sudut pandang orang-orang itu berbeda
Pendahuluan
Behavioral Finance ini menarik karena para peneliti mulai tergerak dalam mengkaji psikologi dari aktor-aktor penjaga lilin. Peneliti dan para penulis buku biasanya cenderung menulis ‘kiat sukses’ dalam trading. Hilton (2001) ini berbeda, karena ia menghimpun faktor apa saja yang menjerumuskan para trader ke dalam kegagalan. Ada 7 faktor dan dia sendiri yang menggagasnya menjadi ‘7 Deadly Sins of Finansial Decision Making. Berikut ialah pointer yang ada di dalam penelitian tersebut.:
1. Bias Konfirmasi
a. Manusia cenderung mencari dan menafsirkan data untuk mengonfirmasi hipotesis daripada membantahnya.
b. Di stream, kita sering lihat orang-orang upload berita, seolah-olah menggunakan berita tersebut sebagai upaya meyakinkan diri terkait apa ia percaya (kemarin sering lihat di streamnya NINE)
c. Padahal, media hanya memberikan pemberitaan saja, belum tentu mengkonfirmasi tindakan pasar.
d. Kita mendewakan media, padahal mereka juga punya agenda
2. Bias Optimisme dan Ilusi Kendali
a. Manusia percaya bahwa mereka lebih baik dari pada orang lain
b. Optimisme ini bisa mendorong seseorang bekerja lebih baik.
c. Namun, terlalu optimis dan merasa bahwa pasar ada di kendalinya (dengan analisis corat-coret chart itu) bisa juga mendorong orang ke arah keboncosan.
d. Optimisme yang berlebihan mendorong frekuensi trading seseorang, namun tanpa memikirkan peningkatan pendapatan.
e. Ada pengaruh gender juga: laki-laki cenderung trading lebih sering dan mengambil keputusan yang berisiko dibandingkan perempuan
3. Terlalu Percaya Diri dalam prediksi
a. Koran ‘The Economist’ pada tahun 1984 bertanya kepada 4 kelompok untuk memprediksi prospek ekonomi dalam 10 tahun ke depan
b. Rangking keakuratan: #1 pebisnis, #2 tukang sampah, #3 mahasiswa ekonomi Oxford, dan terakhir #4 menteri keuangan
c. Kegagalan dalam mempelajari luaran dari suatu tindakan dapat terkait dengan atribusi pada diri terkait dengan keberhasilan dan kegagalan (bahasa Sunda: Asa Aing)
d. Main take away: kurang-kurangin ngefear lah, hati-hati bisa ngebalik ke diri sendiri kayak boomerang
4. Mengabaikan Korelasi yang tidak terlihat
a. Invisible correlation: suatu hubungan yang tidak terlihat dan pada mulanya tidak dikenali oleh para ahli
b. Contohnya, sebelum era modern (1945 onward), para dokter tidak melihat bahwa merokok berkontribusi terhadap kanker.
c. Kita kadang hanya percaya hubungan langsung (misalnya $XAU dan $ANTM), tapi banyak variabel di luar sana yang tidak terlihat, namun berpengaruh pada stabilitas emiten
d. Saya sendiri nyangkut di ALTO karena pas beli gak baca berita kalau ternyata yang punyanya ketangkap kasus
5. Efek Disposisi dan Penghindaran Risiko
a. Ketika ditanya lebih pilih (a) kesempatan 25% untuk mendapatkan $30,000 dengan adanya kemungkinan 75% untuk tidak mendapatkan apa-apa, atau (b) kemungkinan 20% untuk mendapatkan $40,000, sebagian orang memilih (b).
b. Ketika ditanya untuk memilih (a) mendapatkan $30,000 secara pasti, atau (b) 80% kemungkinan untuk memenangkan $40,000, sebagian orang memilih (a) (Kahneman dan Tversky, 1979)
c. Hal ini terkait dengan bias penghindaran risiko dan mencerminkan tendensi untuk mendapatkan kepastian nilai
d. Hal ini tercermin dalam perilaku trader yang cenderung langsung menjual sahamnya ketika mendapat keuntungan (efek disposisi)
e. Trader juga cenderung mengambil posisi yang berisiko jika kemarin mereka loss
f. Patel (1997) menyarankan bahwa trader harus membingkai ulang (reframe) dengan senantiasa bertanya kepada dirinya mengapa saya harus beli, jual atau tahan saham ini (tidak spontan panic selling/buying)
6. Kekakuan Mental
a. Adanya kecenderungan kalau seorang trader menerima berita negatif=sell
b. Informasi negatif menghasilkan revisi harga yang terlalu antusias, tanpa mempertimbangkan keadaan emiten yang sebenarnya
c. Kutipan menarik: “Markets are a form of groupthink. Part of what the markets do is self-reinforcing.” (p.44)
d. Kekakuan mental dapat menguntungkan (riding the wave) secara jangka panjang, maupun merugikan (panic selling) secara jangka pendek.
7. Bias dalam Akuntansi Mental
a. Kegagalan Akuntansi Mental terjadi akibat efek dari konteks evaluasi orang-orang pada suatu item
b. Sebuah penelitian membagi dua kelompok penonton bola
c. Kelompok X diminta untuk memerhatikan berapa banyak pelanggaran yang terjadi pada suatu pertandingan
d. Kelompok Y diminta untuk memperkirakan berapa banyak pelanggaran yang terjadi setelah pertandingan yang sama
e. Ditemukan bahwa jumlah perkiraan lebih tinggi dibandingkan jumlah asli pelanggaran yang terjadi
f. Jadi kalau ada yang ngefear atau pompom, tanya saja: memang pegang berapa lot?
g. Karena yang pegang lebih tahu dibandingkan yang sok tahu
h. Bias Akuntansi Mental ini juga berlaku dalam menilai gagasan dan sudut pandang
i. Day Trader akan ngaco kalau pakai kaca mata long term investor, begitu juga sebaliknya
j. Reversal yang dilihat dalam hitungan menit bisa jadi hanya sideway yang sudah terjadi berbulan-bulan (looking at $GOTO)
Penutup
Demikian tulisan copas-translate yang dibumbui oleh pendapat pribadi yang cenderung asbun ini. Bilamana dirasa bermanfaat, boleh like dan share tulisan ini. Kolom komentar selalu terbuka untuk diskusi yang membangun. Hatur Nuhun!