Belakangan ini, dalam waktu senggangnya Ibu saya sering menatap layar hape dalam waktu cukup lama.
Sebelumnya, kalau begini Ibu saya biasanya sibuk cari cari barang belanjaan di e-commerce. Tapi kali ini, saya melihatnya beda. Anteng bener. Dengan rasa penasaran, saya kemudian melirik ke layarnya dan beliau ternyata nonton Dracin, alias Drama Cina. Saya pikir, ini tren baru ternyata. Ibu saya sebenernya bukan yang 100% suka nonton drama. Nonton film pun juga pilih pilih, itupun kebanyakan yang muncul di TV. Bahkan Ibu saya ngga paham dengan nama nama seperti Netflix, Disney+, WeTV, Amazon Prime, Vidio dsb. Namun, sekalinya suka dengan satu cerita atau judul, beliau biasanya akan mantengin layar dengan serius. Termasuk, dengan Dracin yang beredar dengan gratis di Youtube.
Fenomena ini ternyata melanda banyak perempuan di luar sana. Viral gitu ya. Mereka mulai membicarakan soal Dracin dimana mana, bahkan tergila gila olehnya, tercandu candu olehnya. Penonton yang terbiasa dengan Drama Korea atau Drakor pun punya alternatif baru cerita dengan Dracin ini.
Namun, sebenernya bagaimana sih Dracin ini bisa viral dan mulai merebut perhatian penonton yang selama ini tersedot di Drakor? Saya bahas fenomena unik ini dalam post kali ini.
=====
Kalau berbicara dunia drama, biasanya orang akan memilih Amerika Serikat (Hollywood) sebagai acuan utama. Mungkin bisa geser dikit ke Eropa maupun Amerika Latin (ingat tren telenovela?), tapi Hollywood umumnya bisa mempertahankan dominasinya. Khusus pasar Asia, sejak lama dikenal film dan drama India (Bollywood) sebagai acuan utama. Pilihan lainnya ada film dan drama Jepang, serta film dan drama dari Hongkong. Ada pula drama Turki yang sempat viral di Indonesia, serta drama asal negara Asia Tenggara, misalnya drama dan film Malaysia dan Filipina.
Namun, Hollywood dan Bollywood yang mulai memperoleh saingan seimbang dengan hadirnya Drama Korea (Selatan) atau Drakor, yang viral di era 2000an awal, serta memuncak di era 2010an sampai sekarang. Pasar Indonesia sudah dimasuki Drakor di era tersebut, dimana dulu secara konsisten dimainkan oleh beberapa stasiun TV, seperti Indosiar yang sempat terkenal dengan citra Drakornya. Memasuki era digital platform, Drakor berhasil mendominasi film dan drama Asia di OTT streaming platform (seperti Netflix dkk), bahkan tak jarang viral. Contoh yang terbaru adalah When Life Gives You Tangerine (WLGYT) yang viral dibahas dimana mana, bahkan ada tren mencari versi nyata dari tokoh utamanya, Gwansik, si suami greenflag (super baik).
Namun, di tengah keramaian WLGYT, viral tren Dracin atau Drama Cina. Seperti namanya, Dracin ini kemungkinan berasal dari Tiongkok Daratan (Cina Daratan). Oh ya, Tiongkok Daratan ini maksudnya adalah wilayah Tiongkok yang dikenal di peta, yang luas itu. Jarang jarang Tiongkok Daratan ini ada karya yang terkenal, di luar produk KW dan produk asal Amerika dan Eropa yang ternyata diproduksi disini.
Popularitas Dracin sangat moncer di media sosial, termasuk di iklan media sosial. Saya mengetahui Dracin ini, salah satunya berkat iklan media sosial sejumlah aplikasi OTT streaming Dracin seperti Dramawave, Short Max dsb. Iklannya menampilkan potongan adegan Dracin, yang ujungnya mendorong orang mendownload apps tersebut. Ada pola berulang : memasukkan awal yang “clickbait” - alias ada adegan ranjangnya (hampir setiap Dracin ada adegan ini), selalu mengangkat jabatan CEO (Chief Executive Officer) - setara dengan Direktur Utama dan ikapun bukan cerita orang kaya jatuh cinta, selalu ceritanya antara cerita fantasi, cerita keluarga atau cerita kerajaan.
Sebelum Dracin viral seperti sekarang, saya kemudian teringat dengan drama pendek buatan sejumlah kreator asal Indonesia di media sosial, yang kemungkinan juga ada yang terinspirasi konten Dracin. Bedanya dengan Dracin, selain kebanyakan tidak terformalisasi dalam “subscription” alias kebanyakan free (meski sudah mulai ada yang berbayar), episode drama pendek Indonesia cenderung lebih pendek dibandingkan Dracin - menyesuaikan resources. Tren Dracin dan drama pendek Indonesia ini mulai diikuti oleh sejumlah pemain industri media dan konten Indonesia. MNC Pictures menformalisasi serial drama pendek dalam fitur subscription Instagram. Sementara, baru baru ini Vidio juga meluncurkan Vidio Mini Drama.
Tentu menarik melihat mengapa Dracin bisa viral.
Pertama, Dracin terbantu oleh tren media sosial vertical video + durasi pendek pendek. Tren yang juga dipopulerkan oleh media sosial Tiongkok : Tiktok/Douyin, dimanfaatkan dengan baik oleh kreator atau produser Tiongkok untuk mempopulerkan karyanya. Tren ini sudah terbukti sukses membuat orang nonton vertical video berjam jam, berefek ketagihan, dan hasilnya lebih bagus dibandingkan menayangkan full langsung satu episode tayangan drama 30-60 menit (atau lebih), selayaknya yang dilakukan oleh produser dari drama negara lain selama ini - meski tentu drama dari Tiongkok ini tetap ada versi yang full durasi 30-60 menit. Apalagi (secara ironis) terjadi penurunan time span (durasi) menonton akibat tren ala Tiktok tersebut, sehingga durasi pendek (2-3 menit) menjadi koentji. Meski demikian, secara mengejutkan total durasi keseluruhan episode Dracin (per judul) jauh lebih panjang dari film layar lebar, bahkan bisa mencapai 3 jam.
Kedua, Dracin punya magnet. Jalan cerita Dracin, meski bukan hal baru di dunia drama dan film negara lain, namun cenderung dibentuk dengan konflik konflik yang sederhana - menyesuaikan dengan durasinya. Tipikal jalan ceritanya pun cenderung diulang ulang (seperti CEO tadi), dengan modifikasi cerita sedikit. Selain itu, Dracin umumnya juga menawarkan tingkat halu (halusinasi) yang lebih tinggi dibandingkan kebanyakan drama serupa, dimana banyak fantasi dan cerita ala Cinderella (orang kaya jatuh cinta pada orang miskin, misalnya), yang dianggap bisa membuat orang lupa pada capek akan realitas yang ada.
Ketiga, Dracin berkonsep sama dengan FTV di Indonesia, sehingga cenderung lebih mudah diterima. Sifat jalan cerita Dracin yang sederhana, mirip FTV di Indonesia, menjadikan Dracin cukup bisa dipahami oleh kebanyakan penonton Indonesia. Apalagi Dracin umumnya juga menggunakan sinematografi (teknik pengambilan gambar) yang lebih sederhana dan ngga semendalam film (artinya biayanya sama rendahnya dengan FTV), sehingga tidak membuat kebingungan dan ada faktor familiaritas (kedekatan). Bahkan, saking ingin menjaga familiaritas tersebut sejumlah OTT streaming Dracin mulai mengunakan wajah wajah pemain FTV di Indonesia, misalnya pemain FTV Indosiar dan SCTV - pemimpin pasar tayangan FTV, untuk bermain dalam adaptasi Dracin ala Indonesia.
Tentu saja viral tak selamanya dan begitupun untuk Dracin. Namun, saya melihat bahwa Dracin sudah mulai dipertimbangkan untuk menjadi alternatif tontonan baru, selain drama Korea, drama Indonesia maupun negara negara lainnya. Artinya dalam jangka panjang Dracin akan cukup menarik untuk dipantau terus. Hmm…
Bacaan menarik soal saham, investasi dan bisnis lainnya, cek Instagram, TikTok dan Threads @plbk.investasi, serta Twitter/X @plbkinvestasi. Cek juga tulisan lainnya di s. id / plbkrinaliando.
$SCMA $MNCN $FILM
1/2