Apakah $GTSI Ini Jelek Banget?

Kalau kita bicara soal laporan keuangan GTS Internasional Tbk (GTSI) tahun 2024, kita seperti lagi ngebedah perusahaan kecil yang diam-diam punya fondasi keuangan jauh lebih kokoh dari banyak emiten gede yang setiap tahun gembar-gembor ekspansi tapi nggak pernah nyetor laba beneran. Market cap GTSI di pasar cuma Rp601 Miliar atau setara USD36,2 juta—tergolong mikro. Tapi begitu kita kupas satu-satu isinya, perusahaan ini seperti kapal kecil yang tahan ombak dan justru pelan-pelan mengarungi samudra keuangan dengan cara yang lebih sehat dan realistis dibanding banyak kapal besar yang sering bocor di mana-mana. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Total aset GTSI naik jadi USD112,88 juta, tumbuh 4,7% dari tahun lalu. Tapi yang menarik adalah komposisinya: aset lancar naik 19,3% jadi USD37,12 juta, artinya likuiditasnya meningkat. Dan yang paling menarik tentu cadangan kas yang naik ke USD24,6 juta. Di saat banyak perusahaan nyungsep karena kekurangan cash, GTSI malah punya kelebihan kas—bahkan lebih besar dari total utang berbunga yang stagnan di angka USD19,44 juta. Jadi kalau dihitung, posisi net debt-nya negatif alias net cash sebesar USD5,18 juta. Ini ibarat orang yang nggak cuma lunas semua utang, tapi masih punya sisa dana darurat di rekening. Padahal utangnya nggak nambah sepeser pun selama 2 tahun terakhir.

Di sisi liabilitas, nggak ada lonjakan yang mencurigakan. Total liabilitas naik tipis 0,7% ke USD46,53 juta, dengan liabilitas jangka pendek naik 8,5%—mayoritas karena utang pajak dan dividen yang belum dibayar. Tapi ini bukan masalah besar, karena cash on hand mereka lebih dari cukup buat nutup semua utang jangka pendek itu. Jadi secara struktur neraca, GTSI bisa dibilang konservatif dan sehat banget.

Revenue stagnan di USD32,15 juta, tapi jangan langsung nge-judge. Karena justru biaya pokok pendapatan turun 9,2%, bikin laba kotor naik 19,6% ke USD12,23 juta. Gross margin-nya naik dari 31,8% ke 38%—ini artinya efisiensi operasional mereka membaik, mungkin karena tarif sewa kapal tetap tinggi sementara biaya operasional turun. Memang beban usaha (SG&A) naik 41,5%, tapi itu masih tertutupi oleh kenaikan laba kotor. Akhirnya laba usaha tumbuh 10% jadi USD7,94 juta. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Yang bikin makin menarik, bagian laba dari entitas asosiasi yang tadinya rugi USD81 ribu di 2023, kini malah nyumbang laba USD496 ribu di 2024. Artinya anak usaha atau investasi mereka mulai berkontribusi real. Walaupun laba bersih sedikit turun ke USD7,54 juta (karena nggak ada gain one-off seperti tahun lalu), laba yang dinikmati pemegang saham GTSI justru naik 69,6% ke USD6,77 juta. Kenapa? Karena porsi kepentingan non-pengendali makin kecil. Jadi yang dinikmati pemegang saham GTSI makin banyak.

Arus kas operasional naik 75% jadi USD10,56 juta, dan karena belanja modal (capex) cuma USD5,44 juta, mereka mencetak free cash flow (FCF) positif USD5,12 juta. Ini bukan angka fiktif, ini duit beneran yang bisa dipakai buat bayar utang, ekspansi, atau bahkan bagi dividen. Dan mereka juga udah mulai nyalurin dividen dari anak usaha ke induk, bukti bahwa arus kas ini bukan numpuk di bawah tapi bisa mengalir ke atas. Bahkan, jika kita bandingkan arus kas operasional terhadap laba, CFO lebih besar dari laba (1,4x)—tanda bahwa laba GTSI bukan cuma angka akuntansi, tapi didukung kas riil yang masuk ke perusahaan.

Nah, kalau kita masuk ke ranah valuasi, GTSI ini kayak lagi diskon besar-besaran tapi nggak banyak orang ngeh. Dengan laba USD7,54 juta dan market cap USD36,2 juta, PER-nya cuma 4,8x. PBV-nya juga rendah di 0,55x, artinya harga saham masih lebih murah dari nilai bukunya sendiri. Bahkan P/FCF cuma 7x. Bandingin sama perusahaan yang FCF-nya negatif tapi PER-nya 20x—jauh banget. ROE GTSI 11,4%, ROIC 12,5%, artinya setiap dolar ekuitas dan modal yang ditanam bisa balik dengan imbal hasil yang di atas rata-rata cost of capital. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Gimana dari sisi bisnis? Ini yang bikin GTSI menarik: 98% dari pendapatannya berasal dari charter kapal jangka panjang, dan pendapatan diakui secara progresif sesuai masa kontrak. Jadi revenue-nya repeatable dan stabil. Bukan proyek musiman atau penjualan satu kali. Bahkan dijelaskan dalam CALK kalau semua kontrak berdasarkan kesepakatan waktu tertentu dan ada pembayaran reguler, bukan tergantung proyek lelang. Bisnisnya predictable dan sustainable.

Struktur modal bersih (kas > utang), revenue dan laba stabil, cash flow tinggi, free cash flow positif, valuasi sangat murah, dan ROE/ROIC bagus.

Tapi revenue stagnan, ketergantungan tinggi pada satu segmen (sewa kapal), dan beban SGA yang mulai naik signifikan.

Ada ekspansi anak usaha baru (GTS Energy Trading, Surya Gaschem), potensi kenaikan tarif sewa kapal global, serta peluang distribusi dividen ke depan karena saldo laba sudah balik positif.

Tapi ada risiko regulasi maritim dan pelayaran, potensi idle asset jika kontrak charter kosong, serta fluktuasi biaya operasional seperti docking atau bahan bakar.

Kalau kita mau mengenal lebih dekat siapa sebenarnya GTS Internasional Tbk (GTSI), jawabannya adalah: ini perusahaan pelayaran spesialis LNG yang mainnya kalem, tapi punya tulang punggung korporasi yang solid. GTSI berdiri di Indonesia sejak 29 Juni 2012, dan mulai beroperasi secara komersial sejak Agustus 2019. Perusahaan ini punya izin resmi SIUPAL dari Kementerian Perhubungan, artinya semua aktivitas angkutannya legal, terdaftar, dan sesuai regulasi. Kantor pusatnya berlokasi di Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan. Bidang usaha utamanya adalah transportasi laut, khususnya pengangkutan gas alam cair (LNG)—segmen yang butuh keahlian tinggi dan nggak semua perusahaan berani masuk. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Model bisnisnya terfokus tapi berlapis: GTSI bukan cuma nyewain kapal milik sendiri, tapi juga mengelola kapal milik pihak ketiga melalui jasa ship management, dan punya investasi strategis di entitas asosiasi seperti PT Jawa Satu Regas. Artinya, pendapatan mereka datang dari beberapa sumber yang berulang, berbasis kontrak, dan stabil tiap tahun. Ini bukan tipe perusahaan proyek-proyekan yang hari ini dapat tender, besok nganggur. Mereka bermain di dunia charter jangka panjang—dan hampir seluruh revenue-nya berasal dari sana. Dalam laporan keuangannya disebutkan bahwa 98% revenue-nya berasal dari jasa sewa kapal, dengan metode pengakuan pendapatan secara progresif selama masa kontrak.

Secara struktur, GTSI berada dalam payung besar grup Humpuss. Pemegang saham pengendali adalah PT Humpuss Maritim Internasional Tbk $HUMI yang menguasai 84,8% saham, dan entitas induk akhirnya adalah PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk $HITS yang mau go private. Jadi mereka bukan pemain baru yang tiba-tiba nyemplung ke bisnis pelayaran, tapi bagian dari konglomerasi yang memang sejak awal fokus di logistik energi laut. Total saham beredar GTSI saat ini adalah 15,8 miliar lembar, dengan hanya sekitar 15,2% dimiliki publik. Struktur kepemilikannya cukup terkonsentrasi—tidak mudah digoreng, tapi juga membuat saham ini cenderung sepi.

Menariknya, harga saham GTSI per hari ini hanya Rp38 per lembar, alias 62% lebih murah dari harga IPO-nya di tahun 2021 yang sebesar Rp100. Padahal dari sisi fundamental, mereka justru makin sehat. Dengan kurs Rp16.600, total market cap GTSI sekarang hanya sekitar USD36,2 juta. Kalau dibandingkan dengan kinerjanya—laba bersih USD7,54 juta, free cash flow USD5,12 juta, dan kas bersih USD5,18 juta—maka valuasinya bisa dibilang kelewat murah. PER-nya 4,8x, PBV 0,55x, dan P/FCF 7x. Bahkan ROE 11,4% dan ROIC 12,5% jadi bukti manajemen nggak cuma simpan aset, tapi bisa benar-benar memutarnya jadi untung. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari sisi struktur organisasi, jumlah karyawan GTSI hanya 37 orang per akhir 2024—naik satu orang dari tahun sebelumnya. Tapi efisiensi kerja mereka terbukti luar biasa. Di balik angka yang kecil, mereka berhasil mengelola aset USD112,88 juta, dan menghasilkan arus kas operasional USD10,56 juta. Direksi dan komisaris diisi nama-nama profesional seperti Gembong Primadjaya sebagai Direktur Utama dan Abdul Rachim Sofyan sebagai Komisaris Utama. Secara keseluruhan, GTSI ini seperti perusahaan yang tahu persis apa yang ingin dicapai: nggak neko-neko, nggak foya-foya, dan jelas menghasilkan.

Jadi kalau sekarang harganya nyangkut di Rp38 per lembar, itu bukan karena fundamentalnya jelek. Justru ini seperti ada rumah dengan fondasi baja, tembok kokoh, dan arus listrik stabil—tapi lagi salah pasang harga di e-commerce. Siapa tahu yang sabar ngopi dan tahan volatilitas, justru bisa nemu "hidden gem" dari kapal kecil yang tahu arah angin.

Kalau kita bicara soal pelanggan dan kontrak bisnis GTS Internasional Tbk (GTSI), kita sebenarnya sedang membahas fondasi utama yang menopang stabilitas revenue mereka. Perusahaan ini punya portofolio pelanggan yang memang tidak banyak, tapi justru kuat dan solid—alias “sedikit tapi pasti.” Dan tahun 2024 ini, PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) tampil sebagai pelanggan nomor satu yang menyumbang USD28,75 juta atau sekitar 89% dari total pendapatan GTSI. Artinya, satu kontrak besar ini jadi tulang punggung revenue perusahaan.

Menariknya, GTSI nggak cuma andalkan hubungan jangka pendek. Pada 19 Februari 2024, GTSI menandatangani perjanjian sewa waktu (time charter) dengan PLN EPI untuk kapal LNG bernama “Triputra.” Biaya sewanya sebesar USD28.500 per hari dan kontraknya berjalan hingga Desember 2026, dengan opsi perpanjangan. Jadi kalau dikalkulasi kasar, potensi nilai kontrak selama tiga tahun bisa tembus lebih dari USD30 juta, belum termasuk perpanjangan. Ini menjelaskan kenapa arus kas operasional mereka begitu stabil dan revenue-nya sangat repeatable. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Selain PLN EPI, di tahun sebelumnya GTSI juga mencatatkan pelanggan besar lain seperti BP Berau Limited dan PT PLN Gas & Geothermal, tapi di 2024 kontribusi mereka nol. Hal ini menguatkan sinyal bahwa kontrak GTSI cenderung berpola proyek besar yang bergantian, tapi tetap bertumpu pada institusi BUMN atau multinasional energi—bukan klien sembarangan.

Dari sisi akuntansi, GTSI mengikuti prinsip PSAK 115 untuk pengakuan pendapatan dari kontrak. Artinya, mereka mencatat revenue secara proporsional sesuai durasi layanan, bukan langsung di depan. Jadi misal kontraknya 2 tahun, revenue-nya akan masuk perlahan selama masa sewa. Ini penting karena memberi sinyal bahwa angka pendapatan yang muncul tiap tahun adalah hasil akumulasi kerja jangka panjang, bukan “tembakan proyek” sesaat yang bisa hilang tahun depan.

Kalau kita bicara soal risiko PT GTS Internasional Tbk (GTSI), maka kita nggak sedang membahas perusahaan yang “bahaya karena bobrok”, tapi lebih ke “rapi tapi tetap ada lubang-lubangnya” seperti kapal yang kokoh tapi tetap harus waspada sama badai. GTSI ini secara finansial sehat—kas besar, utang kecil, arus kas positif, dan revenue repeatable. Tapi bukan berarti nggak ada sisi rentan yang perlu diperhitungkan, apalagi buat investor yang pengin tahu kemungkinan jebakan yang tersembunyi.

Risiko pertama dan paling mencolok adalah konsentrasi pelanggan yang ekstrem. Di tahun 2024, 89% revenue GTSI berasal dari satu entitas saja: PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI). Jadi kalau kontrak sewa kapal LNG “Triputra” itu tiba-tiba dihentikan atau nggak diperpanjang setelah Desember 2026, bisa dipastikan revenue bakal anjlok drastis. Memang kontraknya jangka panjang dan saat ini statusnya aman, tapi ketergantungan pada satu pelanggan bikin posisi negosiasi GTSI lemah. Kalau PLN bilang "diskon dong", GTSI susah menolak. Ini seperti bisnis warteg yang semua pelanggannya cuma satu kontraktor—kalau kontraktornya pindah kantor, wartegnya bisa langsung sepi.

Risiko kedua datang dari sifat bisnis pelayaran LNG yang intensif aset dan padat biaya operasional. Meski revenue besar, biaya docking, perawatan kapal, dan sertifikasi teknis semuanya mahal dan terus naik. Kalau ada gangguan teknis, biaya bisa langsung melonjak. Misalnya, tahun 2024 mereka tetap harus keluarkan belanja modal (capex) lebih dari USD5 juta, walau sebenarnya nggak ekspansi besar. Artinya, margin kas mereka bisa kena tekanan jika ada kebutuhan maintenance besar yang mendadak.

Yang ketiga adalah risiko pasar charter. Memang sekarang mereka sedang nyaman dengan kontrak PLN, tapi industri pelayaran itu fluktuatif. Tarif sewa kapal LNG bisa naik-turun tergantung supply kapal global, permintaan gas, dan harga energi dunia. Kalau pasar global oversupply kapal, tarif bisa jeblok, dan GTSI mungkin harus sewa kapal dengan tarif di bawah biaya pokok. Walau saat ini aman karena mereka bukan main di spot market, tetap saja ancaman itu ada.

Keempat, GTSI juga terpapar risiko nilai tukar (forex) meskipun kecil. Semua pendapatan dan biaya mayoritas dalam USD, jadi relatif terlindungi. Tapi karena sahamnya diperdagangkan dalam Rupiah, investor retail di Indonesia tetap kena efek kurs saat menilai valuasi atau membandingkan dengan emiten lain. Apalagi kalau nilai tukar USD/IDR bergejolak, bisa pengaruh ke persepsi pasar walau bisnisnya jalan terus.

Dan terakhir, likuiditas saham GTSI yang sangat rendah. Dengan 84,8% saham dimiliki oleh Humpuss Maritim Internasional dan hanya 15,2% beredar di publik, saham ini tergolong sepi diperdagangkan. Artinya, meskipun valuasinya terlihat sangat murah, investor yang masuk dalam jumlah besar bisa susah keluar kalau tiba-tiba butuh dana cepat. Ini bukan masalah fundamental, tapi risiko teknikal yang nyata di bursa.

Singkatnya, GTSI itu ibarat kapal kargo LNG yang jalannya pelan tapi tenang. Tapi tetap saja, dia berlayar di laut terbuka yang penuh badai: ada risiko konsentrasi pelanggan, pasar sewa yang fluktuatif, biaya operasional tinggi, efek kurs, dan likuiditas saham yang tipis. Selama semua bisa dikelola, kapal ini bisa tetap melaju. Tapi investor perlu sadar bahwa stabilitas finansial bukan berarti anti-risiko—karena yang namanya laut, kadang bisa tenang, kadang bisa menggulung tanpa peringatan.

GTS Internasional Tbk (GTSI) berada dalam struktur kepemilikan yang ujung-ujungnya terkait dengan Tommy Soeharto, yang merupakan putra bungsu Presiden RI ke-2, Soeharto. GTSI dimiliki mayoritas oleh PT Humpuss Maritim Internasional (HUMI), yang selanjutnya adalah anak usaha dari PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS)—sebuah grup transportasi energi yang sejak lama dikenal sebagai bagian dari kerajaan bisnis keluarga Cendana. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dalam struktur ini, Tommy Soeharto menjadi tokoh sentral karena beliau merupakan pemilik dan pengendali utama Grup Humpuss, baik langsung maupun tidak langsung. Artinya, kendali strategis atas GTSI, meskipun dioperasikan oleh manajemen profesional, tetap berpulang pada keluarga besar Cendana. Yang menarik, secara sosial-politik, Tommy saat ini juga menjadi ipar dari Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, karena saudara perempuan Tommy menikah dengan Prabowo meskipun cerai juga akhirnya. Kombinasi ini menciptakan koneksi bisnis dan politik yang cukup kuat, meskipun tidak selalu terekspos secara langsung ke publik.

Kehadiran nama besar seperti Tommy Soeharto dan koneksi politik yang dekat dengan kekuasaan bisa dilihat sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi, ini memberi sentimen positif karena adanya potensi akses terhadap proyek-proyek strategis, terutama di sektor energi dan pelayaran. Tapi di sisi lain, investor juga harus menyadari potensi risiko reputasi atau ketergantungan pada dinamika politik nasional.

Namun yang pasti, kepemilikan dan pengaruh keluarga Cendana menjadikan GTSI sebagai perusahaan yang punya fondasi kuat dalam hal jaringan dan konsolidasi. Struktur pemilikannya bukan sembarangan, dan ini bisa menjadi salah satu faktor yang menjaga kelangsungan bisnis GTSI di tengah persaingan industri yang berat dan volatil.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy