Saham dan Mudik: Ketika THR Nyangkut di Kota, BBM Irit, dan Investor Nongkrong di Shibuya
Lebaran 2025 jadi semacam eksperimen sosial-ekonomi berskala nasional yang bisa bikin ekonom garuk-garuk kepala dan analis saham menatap chart sambil ngopi dua gelas. Kalau dilihat dari data, banyak hal tampak kontradiktif. Jumlah pemudik nasional turun, tapi volume kendaraan di tol naik. Konsumsi bensin dan avtur turun, tapi trafik bandara dan mall tetap ramai. Mall meledak pengunjung, tapi saham ritel kayak LPPF dan RALS malah lesu. Sementara itu, trafik internet naik gila-gilaan, tapi sinyal bisa hilang entah ke mana, dan investor ramai-ramai healing ke luar negeri karena bursa keburu tutup sebelum harga saham bisa diselamatkan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Menurut Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi, jumlah pemudik Lebaran 2025 hanya 154,6 juta orang, turun 4,69% dari 2024 yang mencapai 162,2 juta orang. Ini bukan sekadar angka, tapi sinyal shifting besar-besaran dalam pola konsumsi dan mobilitas. Apalagi, data Kadin menunjukkan Rp19,4 triliun uang Lebaran tahun ini gak sempat jalan-jalan ke kampung, alias mandek di kota. Biasanya uang itu mampir dulu ke pasar tradisional, bengkel motor kampung, toko baju pinggir jalan, atau paling tidak buat traktir ketupat ke tetangga. Sekarang? Mungkin sebagian besar berubah jadi tiket ke Jepang, iPhone di mal, atau langganan YouTube Premium.
Yang bikin bingung: kalau pemudik turun, kenapa jalan tol tetap padat? Ternyata volume kendaraan di tol Jabodetabek justru naik +8,48%, dan di Tol Trans Sumatera juga meningkat. Artinya, orang-orang memang gak mudik jauh, tapi tetap keliling: staycation ke Puncak, makan sop buntut di Bogor, atau buka puasa hari ketiga di Bandung sekalian mampir ke outlet. Ini juga sesuai dengan data dari XL Axiata, yang menyebut hanya 27% pelanggan Jabodetabek yang mudik, sisanya tetap stay. Bahkan trafik internet Jabodetabek naik +18%, Telkomsel naik +15,7%, dan XL tembus +21%. Warga kota gak ke kampung, tapi tetap eksis—main TikTok, silaturahmi lewat WA, dan nonton series Korea sambil rebahan.
Nah, semua pergerakan lokal ini bikin mal di kota besar tetap ramai, khususnya mal premium. Saham seperti MAPI dan MAPA bisa senyum-senyum tipis karena meski pengunjung banyak, mereka gak perlu repot pasang diskon besar. Tapi emiten seperti LPPF dan RALS, yang basis tokonya di daerah dan kota lapis dua, mungkin harus gigit jari. Gak ada arus uang dari kota, gak ada belanja massal di Ramayana. Bahkan, data Pertamina dan BPH Migas menunjukkan konsumsi bensin turun dari 105.081 KL ke 103.843 KL per hari, dan akumulasi nasional mencapai penurunan -6%. Jadi walaupun mobil tetap banyak, ternyata orang jalan pendek-pendek dan kendaraan makin irit BBM. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kalau naik mobil irit masih bisa nyambung, tapi bagaimana dengan maskapai? Jumlah penumpang pesawat justru naik +0,8% (data Dirjen Perhubungan Udara), tapi jumlah penerbangan turun -5,1%, dan konsumsi avtur turun -4% (data Kementerian ESDM). Efeknya? Maskapai kayak GIAA (Garuda) dapat momentum efisiensi: kursi penuh, frekuensi terkontrol, dan BBM hemat. Tapi cerita paling menarik datang dari luar negeri. Gara-gara bursa tutup dari 28 Maret sampai 7 April, banyak investor milih jalan-jalan ke luar negeri. Tiket promo, hotel diskon, dan volatilitas saham sementara “pause”—kenapa gak sekalian cari matcha asli di Uji, kan?
Data dari Traveloka dan Google Trends menunjukkan lonjakan pemesanan tiket ke luar negeri selama periode 28 Maret – 11 April. Bandara Soetta rame di terminal internasional. Hotel di Jepang, Thailand, dan Korea Selatan mencatat okupansi naik, sedangkan di dalam negeri justru turun. Contohnya? Okupansi hotel di Bali Selatan anjlok ke 40–50%, padahal tahun lalu tembus 60%. Bahkan, pengelola kawasan wisata mengaku kecewa karena wisatawan lokal lebih pilih keluar negeri ketimbang stay di vila Ubud.
Yang lebih dramatis, banyak dari mereka yang “healing” ini adalah kelas menengah-atas: para profesional, pebisnis, dan ya… para investor. Mereka punya dana standby, THR utuh, dan waktu panjang tanpa transaksi. Daripada nyangkut di saham dan baca berita perang dagang Trump, mending nongkrong di Harajuku. Efeknya jelas: segmen ritel premium domestik stagnan, bukan karena lesu daya beli, tapi karena dompetnya lagi nyangkut di Tokyo Tower, bukan di Grand Indonesia.
Sektor perhotelan di dalam negeri juga terbagi dua. Di sisi lain, Malang dan Bukittinggi mencatat okupansi 80–100% dan naik 100% dibanding 2023. Artinya, wisata lokal tetap ada, tapi lebih ke keluarga menengah yang staycation di kota yang masih bisa dijangkau via darat. Ini bisa jadi kabar bagus buat emiten seperti SHID (Hotel Sahid) atau SSIA, yang portofolionya banyak di luar Bali. Mereka gak terlalu bergantung sama turis premium atau bujet kementerian. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Transportasi umum juga ikut berubah. Kementerian Perhubungan mencatat jumlah pengguna angkutan umum naik +8,5%, dengan bus naik +19% dan kapal laut +21%. Tapi karena moda ini efisien secara energi, konsumsi solar stagnan atau turun. Ini membuka peluang buat saham seperti BIRD (Blue Bird) dan ASSA (logistik & rental) yang melayani mobilitas jarak pendek, kurir, atau armada sewa di kota-kota besar.
Jadi Lebaran 2025 itu bukan anomali ngawur. Justru sangat logis—kalau dibaca pakai kacamata shifting gaya hidup. Lebaran kini jadi kombinasi antara urban staycation, digital silaturahmi, dan manajemen volatilitas ala investor kelas menengah yang healing ke luar negeri. Pasar saham pun merespons melalui saham sektor gaya hidup urban, data, efisiensi transportasi, dan telekomunikasi naik daun. Saham ritel berbasis mudik, konsumsi kampung, dan mall daerah mulai kehilangan momentum. Dan sektor yang tanggap terhadap perubahan—bukan yang ngotot dengan model lama—yang akan bertahan.
Jadi kalau kamu buka Instagram dan isinya bukan ketupat, tapi pemandangan Fuji atau caption “sunrise from Seoul”—itu bukan tren iseng. Itu refleksi shifting arus uang Lebaran. Welcome to Lebaran 2025: Lebaran tanpa macet, tanpa mudik massal, tapi penuh sinyal Wi-Fi dan koper Samsonite. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$MAPI $TLKM $EXCL
1/8