imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Sentimen 10 April 2025

10 April 2025 adalah hari di mana dunia keuangan secara harfiah jungkir balik seperti habis dilempar dari atas jurang sambil berharap ada trampolin di bawah. Sayangnya, yang nunggu di bawah itu bukan trampolin, tapi jurang lagi. Wall Street berdarah-darah dengan S&P 500 anjlok -4,46% ke 5.213,67, Nasdaq longsor -5,26% ke 16.223,76, dan Dow Jones ikutan ngedrop -4,26% ke 38.876,93. Indeks VIX, yang biasanya tenang-tenang aja kayak satpam kompleks, sekarang naik +27,01% sehari dan sudah +148% sejak awal tahun. Artinya? Investor bukan cuma takut, tapi udah gemeteran kayak nunggu hasil PCR positif. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Anehnya, di saat Amerika panik, pasar Asia malah pesta pora. Nikkei Jepang terbang +9,13%, KOSPI Korea naik +6,60%, bahkan IDX30 Indonesia lompat +5,60%—kayak nggak sadar dunia lagi dilanda kekacauan. Padahal ETF EIDO yang mencerminkan sentimen asing ke Indonesia justru jatuh -1,61% ke USD 15,31. Ini ibarat rumah tetangga pesta nikahan padahal rumah kita kebanjiran—dan semua tamu malah milih numpang makan ke situ. Net sell asing Rp751 Miliar seolah bilang, “Kalian aja yang happy, gua sih cabut duluan.”

Eropa juga ikut euforia, dengan DAX Jerman +4,53%, FTSE Inggris +3,04%, dan Euro Stoxx 50 +4,26%. Sumber euforianya? Trump ngumumin “tariff pause” selama 90 hari. Tapi jangan senang dulu, karena sebelumnya dia juga ngumumin kenaikan tarif impor China sampai 145%. Kayak mantan toxic: pagi ngajak rujuk, sore ngajak ribut. Belum cukup, Trump juga nyerang industri farmasi, nyopot semua dewan HIV, cabut regulasi air pancuran, dan wajibkan semua imigran buka semua akun medsos. Gimana nggak stres tuh pasar?

Sementara itu, emas melonjak ke USD 3.154,40 (+3,20%) karena semua orang pengen pelukan dari benda kuning tua itu di tengah kekacauan ini. Minyak Brent jeblok -4,25% ke USD 62,70, padahal Trump bilang mau dorong batubara. Tembaga naik tipis +0,67%, kedelai +1,31%, tapi tetap nggak ada yang bisa ngalahin performa emas—satu-satunya yang dicintai semua orang di tengah badai. Mata uang juga ikut drama. Euro, Pound, Yen, semua menguat lawan dolar. Yuan? Tetap nyangkut di level terendah sejak 2007, biarpun naik +0,48%, mirip kayak orang yang bilang “aku baik-baik saja” padahal matanya sembab. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Investor global lari ke obligasi. Yield US 10Y turun ke 4,297%, Jepang 1,335%, Jerman dan UK juga turun. Ini klasik: saat saham ambruk, obligasi jadi pelampung. Tapi pelampung pun bisa bocor kalau yang megang orangnya panik. Masalahnya, inflasi AS turun ke 2,4%—pertama kalinya dalam lima tahun—tapi turunnya bukan karena barang jadi murah, tapi karena bensin dan mobil bekas jeblok. Jadi kalau kamu pikir ini sinyal positif, silakan beli mobil bekas dan isi bensin aja tiap hari buat ngerasain "deflasi".

Indonesia? IHSG rebound 4,79% ke 6.254, top gainer diisi oleh AKRA, MDKA, MAPI, bahkan saham gorengan kayak WIFI, GOTO, BREN ikut-ikutan terbang. Tapi ironisnya, asing tetap jualan. Biarpun IHSG naik, EIDO malah jatuh. Bagaikan pesta pernikahan di mana mempelai wanitanya kabur, tapi tamu masih joget-joget karena udah telanjur makan catering. Dana pensiun, BPJS, asuransi, semua masih wait and see. Tapi retail investor? Udah FOMO habis-habisan sambil teriak, “To the moon!”

Sektor farmasi globally kedinginan, saham-sahamnya turun gara-gara Trump ngancam tarif tinggi. PacBio PHK 120 karyawan, NIH dipotong anggaran, dan FDA kehilangan SDM penting. Bahkan measles di Texas tembus 505 kasus dan dua anak meninggal karena respons lambat. Di Hungaria, wabah mulut dan kuku dicurigai sebagai serangan biologis—entah hoaks, entah serius, pokoknya kayak plot film Hollywood yang kebanyakan plot twist.

Trump juga lagi hobi bikin gaduh di dalam negeri. Dari cabut green analysis untuk proyek energi, sampai copot semua anggota dewan HIV tanpa pengganti, dan bikin kebijakan wajib filter medsos buat imigran. Bahkan, perintah eksekutif baru dia termasuk menyerang dua mantan pejabat yang suka kritik—mirip gaya “gue gak suka, lo gue pecat.” Tapi anehnya, saham-saham AS rebound sebentar usai pengumuman tariff pause 90 hari, bikin kapitalisasi bursa AS naik USD 4 Triliun. Sayangnya, itu cuma jeda. Kayak napas terakhir sebelum tenggelam.

Dari sisi dalam negeri, Indonesia juga nggak kalah riuh. Sri Mulyani bilang tarif Trump bisa memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai 0,5%. BPJS belum full masuk ke saham, dana pensiun BTN lesu, dan banyak multifinance lapor pembiayaan turun. Tapi nggak semua suram—LPPF bagi dividen Rp300/saham, AVIA buyback dan tebar dividen Rp1,3 Triliun, ITMG juga bagi Rp2.245/saham. HRTA ekspansi pas harga emas naik, dan RS Hermina buyback Rp3,76 Miliar. Gaya-gaya bertahan di tengah badai kayak Titanic tapi masih sempet main biola.

Secara keseluruhan, pasar global berada di antara ilusi euforia dan realita chaos. Bursa Asia dan Eropa berpesta karena jeda tarif, padahal dasarnya tetap rapuh. Amerika? Masih dalam mode ketakutan tingkat dewa. Trump? Makin sulit ditebak: satu jam bisa nego, sejam kemudian bisa deklarasi perang dagang. Sentimen global benar-benar campur aduk antara optimisme palsu dan ketakutan hakiki. Kalau kamu merasa ini semua bikin pusing, tenang aja—itu berarti kamu masih waras. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Dari semua keributan tanggal 10 April 2025, ini poin-poin yang paling signifikan secara dampak ke pasar dan ekonomi — baik langsung maupun potensial:

1. Anjloknya Wall Street dan Lonjakan VIX (❌ Sangat Signifikan)

S&P 500 -4,46%, Nasdaq -5,26%, Dow -4,26%, dan VIX +27,01% (YTD +148%)

Ini bukan cuma "turun biasa", ini panic sell skala besar. Lonjakan VIX mengindikasikan ketakutan ekstrem dan bisa memicu koreksi global, terutama di emerging markets.


2. Trump Naikkan Tarif Impor China hingga 145% (❌ Signifikan & Strategis)

Ini bukan gertakan main-main. Ini trigger langsung yang bikin market ambruk.

Risiko lanjutan: perang dagang jilid dua, inflasi impor, dan potensi resesi global.


3. ETF Indonesia (EIDO) Turun -1,61% saat IHSG Naik (❌ Divergensi Serius)

Artinya: asing masih net sell, belum percaya dengan rebound lokal.

Kalau tren ini berlanjut, bisa jadi sinyal palsu buat retail yang FOMO.


4. Inflasi AS Turun ke 2,4% (✅ Positif Tapi Rapuh)

Ini angka penting karena bisa pengaruhi arah suku bunga The Fed.

Tapi turun bukan karena barang jadi murah, melainkan karena harga bensin & mobil bekas turun → bukan sinyal fundamental yang kuat.


5. Yield Obligasi Turun (✅ Flight to Safety, Dampak Nyata)

US 10Y turun ke 4,297%

Ini tanda uang besar pindah dari saham ke obligasi → konfirmasi ketakutan.


6. IHSG Rebound 4,79% Tapi Didampingi Net Sell Asing (⚠️ Signifikan Tapi Ambigu)

Secara teknikal bagus, tapi secara fundamental masih rapuh. Bisa jadi bull trap.


7. Rupiah Menguat ke Rp16.779/JSDR +0,97% (✅ Signifikan Buat Stabilitas)

Ini menenangkan sektor impor & korporasi utang USD. Tapi tetap bergantung arah dolar dan arus asing.


8. Kebijakan Trump Lainnya (❌ Multiplier Effect)

Misalnya:

Ancaman tarif farmasi → tekanan sektor kesehatan global

Tarik green energy support → potensi capital flight dari proyek ESG

Kebijakan filter medsos imigran → tegangkan hubungan internasional



9. Emas Tembus USD 3.154 (+3,20%) (✅ Safe Haven Mode Aktif)

Jadi pelarian utama saat saham, obligasi, dan mata uang bingung semua.


10. Asia dan Eropa Relief Rally (✅ Efek Jangka Pendek Positif)

Tapi fragile. Jika sentimen AS nggak pulih, rally ini bisa balik arah sewaktu-waktu.

Yang paling signifikan adalah kombinasi dari Wall Street crash, tarif Trump ke China, dan divergen EIDO-IHSG. Tiga ini menggambarkan ketidakpastian mendalam, tekanan dari luar, dan potensi koreksi lanjutan, terutama buat Indonesia yang pasar modalnya masih sangat tergantung sentimen global dan arus dana asing.

Dalam dunia investasi, strategi “selot-selot, never all in” makin terasa relevan, apalagi di tengah kondisi pasar yang gampang berubah arah. Maksud dari strategi ini simpel: jangan taruh semua uang sekaligus di satu instrumen. Masuk pelan-pelan, sambil nunggu timing yang pas, sambil pastikan setiap aset yang dipilih punya kualitas. Fokus utamanya jelas—cari dividen, bukan sekadar cuan cepat. Cari saham yang rutin bagi dividen dengan yield gede, idealnya di atas 7% per tahun, punya laba bersih konsisten, valuasi murah (PER di bawah 10, PBV di bawah 1,5), kas yang kuat, dan arus kas dari operasi yang positif. Jadi bukan cuma untung di atas kertas, tapi benar-benar ada uang masuk yang bisa dibagikan ke investor. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Tapi semua nggak harus dimulai dari saham dulu. Justru pondasi awal bisa dibentuk dari instrumen yang lebih aman dan cair. Reksadana pasar uang, misalnya, biasanya kasih return tahunan di kisaran 4–5%, cocok banget buat parkir dana darurat atau modal nunggu peluang. Kalau pengin yang lebih stabil dengan bunga tetap, ada deposito yang sekarang bunganya rata-rata 3,5–4,25%, tergantung tenor dan banknya. Nah, kalau mau yang ada cashflow bulanan dan dijamin negara, SBN ritel seperti SR atau ORI bisa kasih kupon sekitar 6,1–6,5% per tahun, dibayar tiap bulan. Modal minimalnya juga ringan, biasanya mulai dari Rp1 juta, jadi bisa mulai nyicil sambil tetap fleksibel.

Sementara itu, emas tetap jadi pilihan buat jangka panjang. Sekarang harga emas dunia sudah tembus USD 3.154 per troy ounce, dan di dalam negeri, emas Antam udah naik hampir 30% dalam setahun terakhir. Nggak kasih dividen memang, tapi buat lindungin nilai uang dari inflasi, emas masih relevan. Buat yang cari penghasilan pasif tambahan, sewa properti juga bisa dipertimbangkan. Misalnya, kalau punya properti yang bisa disewakan Rp3 juta per bulan, dalam setahun bisa dapat Rp36 juta. Kalau modal awal properti itu Rp500 juta, berarti gross yield-nya sekitar 7,2% per tahun—cukup bersaing bahkan dibanding saham dividen tinggi.

Nah, di luar pasar keuangan, arus kas aktif juga penting. Salah satunya dari usaha harian, kayak jualan makanan. Katakan saja jualan sederhana seperti bakso atau sate, bisa ngasih margin bersih harian yang lumayan kalau dikelola dengan baik. Kalau omzet per hari bisa Rp2 juta, dan margin bersih 30%, artinya ada Rp600 ribu masuk tiap hari. Dalam sebulan kerja 25 hari, itu bisa jadi Rp15 juta laba bersih per bulan. Uang segar harian ini bisa dipakai buat kebutuhan rutin, sambil sebagian ditabung atau diputar ke investasi lain. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau semua ini disusun rapi, hasilnya adalah portofolio yang lengkap. Ada bagian yang aman dan cair (reksadana, deposito), ada yang kasih arus kas rutin (SBN, properti, saham dividen), ada yang lindung nilai (emas), dan ada juga sumber penghasilan aktif harian (usaha kecil). Ini bukan sekadar strategi bertahan, tapi cara bertumbuh secara stabil. Dan yang paling penting, bikin tidur nyenyak tanpa harus khawatir tiap kali pasar merah.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$DVLA $PRDA $SIDO

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy