Trump dan Keinginan Menurunkan Suku Bunga: Strategi Bisnis atau Ancaman Ekonomi?

Donald Trump, mantan Presiden Amerika Serikat yang juga dikenal sebagai pengusaha kawakan, memiliki kecenderungan kuat untuk menekan bank sentral agar menurunkan suku bunga. Ini bukan tanpa alasan. Suku bunga rendah memberikan stimulus ekonomi dengan membuat biaya pinjaman lebih murah, yang biasanya mendorong konsumsi dan investasi. Namun dalam konteks Trump, banyak analis beranggapan bahwa keinginannya itu tidak murni demi kepentingan rakyat. Alih-alih, ada anggapan bahwa Trump ingin menciptakan lingkungan bunga murah yang sangat menguntungkan bagi mereka yang berorientasi pada utang besar—seperti dirinya sendiri yang dikenal memiliki bisnis berbasis leverage alias pembiayaan utang. Ketika suku bunga turun, biaya bunga pun menurun, sehingga lebih mudah bagi pelaku bisnis untuk memperluas usahanya tanpa harus menanggung beban pembayaran yang tinggi.

Namun ada strategi yang lebih berisiko yang digunakan Trump untuk memengaruhi arah kebijakan suku bunga: perang dagang dan tarif. Dengan mengenakan tarif tinggi terhadap produk impor, terutama dari China, Trump sebenarnya sedang menekan stabilitas ekonomi global sekaligus domestik. Tarif membuat biaya produksi naik dan harga barang ikut meningkat, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan. Anehnya, kondisi ini bisa digunakan sebagai alasan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga karena pertumbuhan melambat. Di sini muncul teori kontroversial bahwa Trump sengaja menciptakan ketidakpastian dan perlambatan ekonomi sebagai alat tekan agar bank sentral mengambil langkah pelonggaran moneter. Jika benar demikian, maka strategi ini sangat berisiko dan mengorbankan kestabilan jangka panjang demi keuntungan politik atau bisnis jangka pendek.

Dari kacamata seorang pembisnis, Trump tentu paham bahwa bunga rendah menciptakan likuiditas tinggi di pasar. Hal ini bisa meningkatkan harga aset, termasuk saham dan properti, yang notabene menjadi sumber kekayaan utama kalangan elit. Dengan menurunkan suku bunga, Trump secara tidak langsung juga mendorong nilai pasar saham naik, yang akan meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintahannya. Dalam dunia bisnis, taktik ini sah-sah saja. Namun jika dilakukan dari posisi sebagai kepala negara, maka langkah tersebut rentan menimbulkan konflik kepentingan. Banyak ekonom mengkritik bahwa kebijakan tersebut lebih menguntungkan orang kaya dan investor besar ketimbang rakyat kecil yang terkena dampak inflasi dan PHK akibat perang dagang.

Jika dilihat dari data yield obligasi pemerintah Amerika seperti dalam grafik yang ditampilkan, tekanan terhadap suku bunga tampak jelas. Yield turun saat ada ketidakpastian dan naik ketika pasar mulai optimis. Trump mungkin memahami pola ini dan menggunakan kebijakan tarif sebagai "senjata" untuk menggiring pasar dan bank sentral ke arah yang ia inginkan. Tapi strategi semacam ini ibarat bermain api. Jika gagal dikendalikan, justru bisa merusak fondasi ekonomi dalam negeri dan mengundang resesi. Maka dari itu, penting untuk melihat lebih jauh apakah kebijakan ekonomi dijalankan demi kestabilan nasional atau hanya sebagai alat untuk memperkuat posisi pribadi dalam politik dan bisnis. Karena jika motifnya adalah yang kedua, maka masyarakatlah yang pada akhirnya harus menanggung risikonya.

$IHSG $HMSP $UNVR

Read more...

1/2

testes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy