Fake News Adalah Kunci Goreng Saham
Kalau ada yang bilang pasar saham itu murni soal fundamental dan laporan keuangan, ya mungkin dia baru buka akun sekuritas seminggu lalu. Karena faktanya, di balik grafik candlestick yang naik-turun tiap detik, ada yang namanya narrative engineering—cerita karangan versi bandar buat bikin harga sesuai rencana. Dan salah satu senjata favorit mereka? Fake news. Bukan sekadar bisik-bisik tetangga, tapi informasi yang terdengar resmi, dikemas rapi, kadang lewat “bocoran orang dalam,” dan seringnya malah disebar lewat media arus utama. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Lihat saja kasus terbaru: pasar saham global rontok gara-gara tarif Trump, lalu tiba-tiba muncul kabar Trump bakal kasih jeda 90 hari. Pasar langsung nyamber kayak ikan kena umpan, Nasdaq sempat naik. Tapi tak lama, Gedung Putih bilang itu “fake news.” Harga sudah keburu bergerak, posisi sudah keburu dimasukkan. Yang beli di bawah? Cuan. Yang FOMO di pucuk? Ya, selamat datang di dunia ritel. Bahkan di tengah kekacauan itu, saham Tesla sempat anjlok 20% sejak direkomendasikan langsung oleh pejabat negara. Elon Musk sempat adu tweet sambil bawa-bawa Milton Friedman, tapi ya... harga tetap cuek.
Dan jangan kira ini cuma terjadi di Wall Street. Di Indonesia, skenario sinetron semacam ini diputar ulang terus tiap musim. Ada emiten media yang katanya mau merger. Analis ikut manggut-manggut, influencer saham ikut ngegas, berita ramai. Tapi setelah euforianya habis, ternyata nggak ada dokumen legal, nggak ada rilis resmi—dan tentu saja, nggak ada merger. Harga sempat terbang, lalu diguyur bandar. Ritel? Nonton portofolio merah sambil nyeruput kopi pahit.
Ada juga cerita bank yang katanya mau merger dengan bank besar. Katanya mau jadi bank digital kelas kakap. Valuasi mau ke bulan. Tapi realitanya? Nggak ada kejelasan. Berita menguap, dan harga ikut-ikutan lenyap. Lalu muncul lagi rumor dual listing di luar negeri—judul berita bombastis, ritel langsung FOMO. Tapi kalau dicek lebih dalam? Nggak ada prospektus, nggak ada pengumuman resmi dari bursa asing mana pun. Dan tentu saja, nggak ada aksi korporasi. Cuma ada distribusi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Puncaknya? Emiten yang katanya mau ekspansi, bangun pabrik, masuk lini bisnis baru. Beritanya masif, euforianya luar biasa. Tapi setelah harga naik, pemegang saham pengendali malah jualan besar-besaran. Akhir cerita: 99% saham dikuasai publik, harga rontok, likuiditas kering, dan sekarang sahamnya suspend. Investor yang percaya berita? Ya, tinggal jadi korban harapan palsu yang dibungkus narasi indah.
Intinya, media di pasar saham bukan cuma saluran informasi. Mereka bisa—dan sering—jadi alat propaganda untuk menggiring opini, membentuk sentimen, dan menciptakan demand palsu. Selama belum ada regulasi yang menindak tegas berita tanpa dasar dan klarifikasi resmi, permainan ini akan terus berulang. Ritel akan terus jadi bahan bakar, dan bandar? Tetap tenang menikmati hasil panen. Karena demi cuan, bandar rela menghalalkan segala cara yang tidak bermoral.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BMTR $BABP $BREN
1/10