Kenaikan tarif impor yang diberlakukan oleh Donald Trump, sebagaimana diumumkan pada 2 April 2025, memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia.
Berdasarkan informasi yang tersedia, Trump memberlakukan tarif dasar 10% untuk semua negara, ditambah tarif resiprokal yang lebih tinggi untuk negara tertentu, termasuk 32% untuk Indonesia.
Kebijakan ini terutama memengaruhi emiten dengan eksposur ekspor besar ke AS, khususnya di sektor padat karya dan komoditas yang sensitif terhadap kenaikan tarif. Dampak negatif meliputi penurunan daya saing, berkurangnya permintaan, dan tekanan pada laba.
Emiten yang Terdampak Positif
Di sisi lain, beberapa emiten bisa mendapat manfaat dari kebijakan ini, terutama yang berfokus pada pasar domestik atau mampu memanfaatkan peluang dari pelemahan pesaing (misalnya, Vietnam dengan tarif 46%).
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk $ICBP
Sektor: Konsumsi domestik
Dampak: Berfokus pada pasar lokal, ICBP relatif terlindung dari tarif ekspor. Permintaan domestik yang stabil dapat menjadikannya "safe haven" bagi investor, mendukung kenaikan saham.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM)
Sektor: Telekomunikasi
Dampak: Sebagai perusahaan berbasis layanan domestik, TLKM minim terdampak langsung oleh tarif impor AS. Stabilitas pendapatan domestik dapat meningkatkan minat investor di tengah volatilitas pasar.
PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)
Sektor: Konsumsi domestik
Dampak: Fokus pada pasar dalam negeri membuat UNVR kebal terhadap tekanan ekspor. Saham ini bisa menjadi pilihan investor yang menghindari risiko sektor ekspor.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk $BBRI
Sektor: Perbankan
Dampak: Meski ada risiko tak langsung dari pelemahan rupiah dan kredit bermasalah, BBRI memiliki basis domestik kuat (UMKM) yang dapat menjaga kinerja. Dividen tinggi juga mendukung ketahanan saham.
PT Perikanan Nusantara Tbk $UDNG
Sektor: Perikanan
Dampak: Tarif tinggi pada Vietnam (46%) membuka peluang Indonesia merebut pangsa pasar udang di AS.