[%fWAW%] tarif garmen 32% klo dihubungkan dgn emiten [%lhWT%], SRIL-nya dah kolaps duluan sblm perang.
Mati sebelum berperang.... 🥲

@MDMYASJA tarif garmen 32% klo dihubungkan dgn emiten $SRIL, SRIL-nya dah kolaps duluan sblm perang.
Mati sebelum berperang.... 🥲

Tarif Impor Trump ke Indonesia Kena 32%, Terus Kita Harus Ngapain? Momentum untuk Indonesia Bangun dan Berbenah!

Halo kamu yang lagi baca ini, ayo ngobrol sebentar ya soal berita yang lagi rame banget ini. Presiden Donald Trump (yang balik lagi jadi presiden AS tahun ini) ngeluarin kebijakan tarif impor buat negara-negara Asia, dan Indonesia juga kena! Barang-barang ekspor kita ke AS bakal dikenain tarif sampai 32%. Gede banget, kan?

Nah, karena ini topik yang serius tapi penting banget buat ekonomi kita, yuk kita bahas bareng-bareng. Santai aja, ku bakal ulas semuanya mulai dari latar belakang, dampak ke industri dan tenaga kerja, sampai solusi dan strategi ke depan.

Jadi gini, kamu pasti pernah dengar dong soal Presiden Amerika yang satu ini Donald Trump. Gaya bicaranya blak-blakan, kebijakan ekonominya frontal, dan sekarang... dia balik lagi jadi Presiden AS. Belum juga satu kuartal duduk di Oval Office, dia langsung ngegas kebijakan lamanya yaitu tarif impor buat produk dari Asia. Dan boom! Indonesia langsung kena getahnya. Tarif naik sampai 32% buat produk kita yang masuk ke pasar Amerika.

"Lho? Emang kita ngapa-ngapain? Bukannya adem-adem aja?"

Iya, kita gak bikin onar, gak ikut-ikutan perang dagang kayak China. Tapi tetep aja, kita masuk daftar negara yang "merugikan industri dalam negeri AS." Nah lho. Jadi ceritanya, produk-produk kita yang selama ini laku di sana dari baju, sepatu, mebel, sampe karet sekarang jadi mahal di pasar mereka. Dan ini bisa bikin ekspor kita turun tajam, industri megap-megap, bahkan bisa bikin orang-orang kehilangan kerja.

Serem? Iya. Tapi ini juga wake up call banget buat Indonesia.

1. Trump, Tarif, dan Ambisi Amerika First 2.0

Kita rewind dikit, yuk. Tahun 2016, Trump naik daun bawa slogan "Make America Great Again." Salah satu caranya? Ya itu tadi tarif impor. Buat dia, barang dari luar itu musuh utama industri lokal. China, Vietnam, Meksiko, semua disikat. Indonesia waktu itu aman-aman aja karena kita bukan target utama. Tapi sekarang beda.

Di periode keduanya ini, Trump lebih galak. Dia nargetin bukan cuma China, tapi juga negara-negara yang "terlalu untung" dari perdagangan sama AS. Dan Indonesia masuk ke daftar itu karena kita punya surplus perdagangan cukup gede sekitar USD16,8 miliar di tahun 2024.

Trump mikir gini: "Kok negara berkembang kayak Indonesia bisa dapet untung sebanyak itu dari kita? Ini unfair dong buat pekerja Amerika." Jadilah kita ikut disikat. Dan tarif yang dia tetapkan itu bukan sembarangan. 32% itu gede banget, bro. Bayangin kamu jualan sepatu, yang harga ekspornya $20. Sekarang, pembeli di AS harus bayar tambahan $6,4. Jelas aja mereka mikir dua kali kan buat beli.

2. Emangnya Indonesia Salah Apa?

Secara politik, kita adem. Gak ada konflik. Kita bukan musuh geopolitik AS. Tapi dari sisi dagang, ada beberapa alasan kenapa kita ikut kena:

A. Surplus Dagang Tinggi: AS ngerasa mereka rugi secara net karena beli banyak barang dari kita, tapi kita gak banyak beli dari mereka.

B. Industri Kompetitif: Barang-barang buatan Indonesia makin disukai di AS. Ini bikin perusahaan lokal mereka keteteran.

C. Efek Domino China: Banyak pabrik China pindah produksi ke Indonesia buat ngindarin tarif. AS curiga ini cuma akal-akalan doang.

D. Tidak Ada FTA: Indonesia belum punya perjanjian dagang bebas (Free Trade Agreement) sama AS. Jadi ya, kita gak punya tameng.

Kita bukan salah, tapi kita juga gak siap. Dan sekarang, kita harus mikir keras biar gak kebablasan.

3. Industri yang Kena Tampar Paling Keras

Biar lebih kebayang, kita ngomongin sektor-sektor yang sekarang lagi deg-degan:

A. Tekstil dan Garmen

Industri ini nyerap lebih dari 3 juta pekerja, bro. Banyak pabrik di Karawang, Bandung, Solo, dan sekitarnya ekspor baju ke AS. Dengan tarif 32%, pembeli bisa lari ke Vietnam atau Bangladesh. Bahkan ada satu pabrik garmen di Majalengka yang kehilangan kontrak senilai Rp70 miliar cuma gara-gara buyer AS mundur.

B. Sepatu dan Alas Kaki

Merek-merek besar kayak Nike dan Adidas produksi di Indonesia. Tapi mereka bisa cabut kapan aja kalau ongkos ekspor jadi mahal. Gak heran, banyak pabrik udah mulai ngurangin shift kerja.

C. Elektronik dan Komponen

Barang-barang kecil kayak kabel, switch, komponen lampu semuanya kena tarif. Dulu laris manis ke AS, mungkin sekarang akan stagnan.

D. Furnitur dan Produk Kayu

Jepara, Kudus, dan sekitarnya hidup dari mebel ekspor. Sekarang? Buyer AS minta negosiasi ulang harga. Banyak pengrajin kecil ketar-ketir.

4. Pemerintah Responnya Gimana? Udah Cukup Belum?

Pemerintah bilang mereka udah "bergerak cepat." Tapi ya, sejujurnya... belum cukup. Beberapa langkah yang perlu dilakukan:

A. Diplomasi Dagang: Kirim tim ke Washington, buka jalur negosiasi.

B. Diversifikasi Pasar: Dorong eksportir buat cari pasar lain Timur Tengah, Afrika, Latin.

C. Insentif Ekspor: Rencana kasih potongan pajak buat perusahaan yang ekspor ke luar AS.

Tapi yaa.. ini semua masih tahap awal. Yang dibutuhin sekarang bukan cuma "taktik," tapi strategi besar. Kita harus punya visi dagang jangka panjang. Gak bisa terus-terusan main defensif.

Dan satu lagi yang gak kalah penting, aku harus bilang ini dengan tegas: Pemerintah tuh wajib banget secara powerful mendukung UMKM. Bukan sekadar slogan di baliho atau campaign pas Pemilu doang. Tapi dukungan nyata. Fasilitasi ekspor mereka, beri pelatihan ekspor, kurangi birokrasi, dan buat sistem yang bener-bener bantu mereka berkembang. Karena UMKM itu tulang punggung ekonomi kita, bro. Kalo mereka kuat, kita semua kuat.

5. Potensi yang Belum Kita Mainkan

Kita tuh ibarat pemain bola yang jago banget, tapi mainnya masih di lapangan kampung. Padahal, skill udah internasional. Kenapa? Karena kita sering telat ngerespons, gak pede, dan gak punya strategi branding yang kuat.

Kita jago bikin sepatu, tapi nama kita gak pernah nongol di label.

Kita bikin furniture keren, tapi brand-nya diambil negara lain.

Kita punya bahan baku dan tenaga kerja, tapi cuma jadi "tukang jahit dunia."

Ini saatnya berubah. Kita bisa mulai bangun branding nasional buat produk unggulan. Bangun ekosistem industri kreatif dan teknologi manufaktur. Jangan cuma jual barang mentah, jual juga ceritanya, gaya hidupnya, value-nya.

6. Strategi Serius Bukan Cuma Bertahan, Tapi Nyerang Balik

Jangka Pendek (1–2 Tahun)

1. Bangun negosiasi bilateral buat minta pengecualian tarif.
2. Arahkan eksportir ke pasar alternatif: Uni Emirat Arab, India, Afrika Selatan.
3. Beri insentif logistik dan subsidi pengiriman buat sektor terdampak.

Jangka Menengah (3–5 Tahun)

1. Percepat FTA (Perjanjian Perdagangan Bebas) sama negara-negara strategis.
2. Bangun kawasan industri khusus ekspor dengan standar global.
3. Upgrade skill tenaga kerja biar bisa produksi barang bernilai tambah.

Jangka Panjang (>5 Tahun)

1. Kembangkan merek lokal jadi global brand.
2. Digitalisasi industri ekspor dan dorong industri kreatif.
3. Bangun "ekosistem ekspor" dari hulu ke hilir: dari riset, desain, produksi, sampe pemasaran digital.

Terakhir

Tarif impor Trump ini kayak cambukan. Sakit, tapi juga bikin kita sadar. Kita gak bisa selamanya jadi tukang jahit dunia, tukang rakit dunia, atau tukang kayu dunia. Kita harus naik kelas.

Krisis ini bisa jadi titik balik. Tapi cuma kalau kita serius. Kalau enggak, ya kita bakal terus dikasih tarif tinggi, ditinggal buyer, dan industri kita cuma jadi kenangan.

Kamu yang baca ini mau kamu pengusaha, mahasiswa, buruh, atau cuma penikmat berita ekonomi. Semua punya peran. Beli produk lokal. Dukung inovasi. Kritik kebijakan kalau perlu. Dukung UMKM. Dukung perusahaan lokal. Dan yang paling penting jangan pernah puas jadi bangsa penonton. Indonesia. Waktunya berbenah!

$IHSG $BBCA $BBRI