Trade War Jilid 1 vs Jilid 2
Diskusi hari ini di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Waktu perang dagang jilid 1 dimulai tahun 2018, banyak pelaku pasar mikir ini cuma taktik politik Trump buat tekan China. Tapi begitu tarif 25% dikenakan ke produk impor senilai USD 34 miliar dan terus melebar sampai USD 550 miliar, semuanya langsung sadar: ini serius. China pun gak tinggal diam, mereka balas dengan tarif USD 185 miliar ke barang-barang dari Amerika. Hasilnya? IHSG jeblok dari 6.600 ke 5.700, rupiah melemah ke Rp15.000/USD, dan pasar obligasi negara berkembang kayak Indonesia ikut kena guncangan. Investor global langsung aktifin mode “selamatkan diri”, pindah ke emas, dolar AS, yen Jepang, dan obligasi US Treasury. Saat itu, emas naik ke USD 1.500 per troy ounce, yield US Treasury 10Y anjlok ke 1,5%, dan indeks VIX alias termometer ketakutan pasar, meledak ke atas 25. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Tapi di tengah semua kekacauan, ada satu barang yang tetap kalem: iPhone. Apple rilis iPhone XS Max 512GB dengan harga USD 1.449, dan meski diproduksi di China—yang jadi target tarif utama—Apple nggak naikin harga. Mereka tahan beban biaya sendiri, demi jaga loyalitas konsumen dan stabilitas margin. Strategi ini berhasil. Selama 6 tahun ke depan, harga flagship iPhone hanya naik 10,35%, atau sekitar 1,7% per tahun. Ini jauh di bawah inflasi rata-rata barang elektronik, apalagi barang mewah.
Sekarang tahun 2025, masuk perang dagang jilid 2. Trump kembali ke kursi presiden dan langsung pasang tarif 10% ke hampir semua impor. Tapi nggak sampai di situ. Kali ini dia tambahkan tarif khusus: China dihajar 54%, Vietnam 46%, India 38%, dan Indonesia ikut kena 32%. Kalau dulu cuma dua negara ribut, sekarang ini sudah jadi perang dagang global.
Dampaknya langsung menjalar ke semua lini.
Rupiah amblas ke Rp16.700/USD, dengan kekhawatiran bakal lanjut ke Rp20.000 kalau tekanan berlanjut.
IHSG terkoreksi, terutama saham ekspor dan manufaktur.
Harga emas terbang ke atas USD 2.250
yen Jepang menguat ke 146/USD
indeks dolar (DXY) tembus 104 dan US Treasury 10Y yield turun ke 3,2% karena investor besar pindah ke obligasi aman.
Pasar kembali masuk ke fase risk-off total: investor gak mau ambil risiko, semua balik ke instrumen lindung nilai. Yang dulu jadi tempat kabur, sekarang kembali dicari. Bahkan pola pelariannya hampir sama persis dengan 2018–2019. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dan kembali ke iPhone, Apple rilis iPhone 16 Pro Max 1TB akhir 2024 dengan harga USD 1.599. Kalau hanya lihat nominal, naiknya kecil banget dari iPhone XS Max—cuma USD 150 dalam 6 tahun. Tapi dengan tarif 54% sekarang, biaya produksi iPhone berpotensi naik tajam. Kalau Apple putuskan lempar semua beban ke konsumen, harganya bisa tembus USD 2.300. Skenario moderatnya, mereka tahan sebagian dan naik jadi USD 1.900–2.000.
Masalahnya bukan cuma di harga dolar. Di Indonesia, harga iPhone 16 Pro Max 1TB adalah Rp32.999.000, dengan asumsi kurs Rp16.600/USD. Kalau dolar tembus Rp20.000 dan iPhone naik ke USD 2.000, maka harga dasar bisa tembus Rp40 juta, dan kalau ditambah margin dan pajak, harga iPhone bisa naik ke Rp45–47 juta. Jadi, kita bicara kenaikan Rp12–14 juta, bukan sekadar Rp5 juta. Dan ini bukan karena fitur baru, tapi murni tarif dan pelemahan rupiah. Bahkan kalau Apple tetapin harga dalam USD, kurs bisa bikin semuanya jauh lebih mahal di Indonesia. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dari semua ini, ada banyak pelajaran dari Trade War Jilid 1 yang masih relevan untuk hadapi Jilid 2.
1. Pasar selalu panik dulu, baru sadar belakangan. Di 2018, semua turun drastis, tapi pulih dalam waktu 3–6 bulan setelah ketegangan mereda. Bagi investor yang sabar dan tahu baca sentimen, ini justru momen buat masuk.
2. Aset safe haven selalu jadi tempat pelarian pertama. Emas, US Treasury, yen Jepang, dan dolar AS terbukti jadi primadona setiap krisis muncul. Bahkan sekarang polanya persis sama.
Yang paling kena pukul tetap itu-itu juga seperti
1. Saham ekspor dan manufaktur
2. Komoditas logam industri seperti timah, nikel, dan baja
3. Mata uang negara berkembang
4. Obligasi emerging market
Perusahaan dengan brand kuat dan margin lebar bisa tahan tekanan—tapi nggak selamanya. Apple bisa tahan di 2018, tapi kalau tekanan dari tarif dan kurs sudah terlalu berat, mereka pun harus naikkan harga.
Kurs sangat menentukan harga barang impor. Bahkan kalau harga iPhone tetap USD 1.599, kurs yang naik dari Rp16.600 ke Rp20.000 bikin harga barang naik lebih dari 20%. Jadi kita harus waspadai faktor ini, karena kadang efeknya lebih besar dari tarif itu sendiri.
Geopolitik sekarang lebih besar pengaruhnya daripada inflasi biasa. Harga barang bisa naik bukan karena permintaan, tapi karena satu keputusan di Gedung Putih atau Beijing. iPhone jadi bukti nyata: harganya bisa melesat jutaan rupiah dalam waktu singkat hanya karena perang tarif dan pelemahan rupiah.
Trade War Jilid 2 adalah versi turbo dari Jilid 1. Skalanya lebih luas, tekanannya lebih dalam, dan negara seperti Indonesia yang dulu cuma nonton, sekarang sudah jadi bagian dari skenario. Investor harus mulai sadar: diversifikasi aset, lindungi portofolio, jangan terlalu berharap pada sektor yang terlalu sensitif pada ekspor, dan mulai pertimbangkan alokasi ke aset yang historically tahan banting saat krisis—seperti emas, dolar AS, atau instrumen yield rendah tapi stabil. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dan buat masyarakat umum, kalau harga iPhone atau barang impor lainnya naik drastis tahun ini, jangan kaget. Ini bukan karena Apple makin rakus atau spek makin canggih, tapi karena dunia sedang kembali bermain dalam medan konflik ekonomi. Dan kita, suka atau nggak, lagi-lagi ikut jadi korban dari permainan geopolitik.
Dampak trade war terhadap harga iPhone bisa dibilang seperti badai yang awalnya sunyi tapi ujung-ujungnya bisa bikin dompet konsumen menjerit. Kita mulai dari perang dagang jilid 1 tahun 2018. Saat itu, Trump menetapkan tarif 25% terhadap barang-barang dari Tiongkok, tempat utama pabrik iPhone. Secara logika, harga iPhone seharusnya naik. Tapi Apple memilih menyerap beban tarif, bukan langsung menaikkan harga. Hasilnya? Harga iPhone XS Max 512GB tetap USD 1.449. Dalam USD, harganya stabil, tapi Apple pasti mengorbankan sebagian margin. Konsumen tetap aman, Apple tetap terlihat tangguh.
Fast forward ke 2025, perang dagang jilid 2 jauh lebih liar. Trump bukan cuma menyasar China, tapi juga Vietnam, India, dan bahkan Indonesia dikenai tarif 32%. China, tempat produksi utama iPhone, dikenai tarif 54%. Ini bikin biaya produksi melonjak signifikan. Apple akhirnya dihadapkan pada pilihan sulit: serap semua biaya lagi (yang sudah terlalu berat) atau mulai naikkan harga. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Maka rilis iPhone 16 Pro Max 1TB di akhir 2024 seharga USD 1.599 jadi titik krusial. Kalau Apple akhirnya meneruskan beban tarif, harga bisa naik ke USD 1.900–2.300 tergantung seberapa besar biaya yang dilempar ke konsumen. Kenaikannya bisa 20–40% dibanding harga sebelumnya. Ini belum termasuk efek depresiasi mata uang.
Di Indonesia, dengan kurs Rp16.600/USD, harga iPhone tersebut sudah Rp32.999.000. Kalau kurs melemah ke Rp20.000/USD dan harga iPhone global naik ke USD 2.000, maka harga iPhone bisa tembus Rp40–47 juta. Jadi yang tadinya setara motor matic, bisa naik jadi setara motor sport.
Perang dagang bikin biaya produksi iPhone naik tajam karena tarif.
Apple yang dulu masih bisa tahan, sekarang punya ruang lebih sempit buat menyerap beban.
Harga iPhone dalam USD berisiko naik 20–40%, dan dalam rupiah bisa naik lebih dari Rp12 juta karena kombinasi tarif dan depresiasi rupiah.
Konsumen Indonesia berisiko membayar harga iPhone paling mahal sepanjang sejarah, bukan karena fitur baru, tapi karena konflik antarnegara.
Jadi, iPhone adalah contoh nyata bahwa perang dagang bukan sekadar urusan antarnegara, tapi bisa langsung terasa ke kantong masyarakat di mana pun, termasuk kita. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Tapi kita tidak perlu khawatir karena orang desa tidak makan iPhone dan tidak main saham. Yang penting ketahanan pangan.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$GGRM $HMSP $BREN
1/7