$HAJJ: Sebagus Apa?
Request dari salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau dilihat sekilas, PT Arsy Buana Travelindo Tbk alias HAJJ ini seperti kisah sukses startup travel religi yang lagi naik daun. Pendapatan naik 71% dari Rp501 Miliar di 2023 jadi Rp860 Miliar di 2024—sebuah lonjakan yang luar biasa. Tapi begitu kita buka-buka laporan keuangan dan gali lebih dalam, ceritanya berubah. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Masalah dimulai dari revenue yang gemuk tapi rapuh. Kok bisa? Karena Rp193,85 Miliar dari piutang mereka itu berasal dari anak usaha sendiri, Aston Al Hijaz. Jadi bayangkan, HAJJ jualan ke anaknya, anaknya ngutang, dan angka itu dicatat sebagai pendapatan. Real cash? Belum tentu. Bahkan dari total piutang Rp230 M, 84% itu internal, dan 36%-nya sudah jatuh tempo lebih dari 90 hari. Dan lucunya lagi, HAJJ hanya mencadangkan kerugian piutang sebesar 0,9%—seolah mereka yakin semua akan dibayar. Optimisme tingkat dewa.
Belum selesai di piutang, kita lihat ke inventory. Di sinilah kita sadar mereka bukan travel biasa—mereka kolektor kamar hotel. Nilai persediaan melonjak dari Rp2,34 M ke Rp316 M dalam setahun. Isinya? Kamar-kamar dari Hilton, Golden Tulip, dan Ayam Ajyad yang sudah dikontrak untuk 5–12 bulan ke depan. Masalahnya, kamar hotel itu bukan emas batangan. Kalau nggak dipakai sesuai waktu, ya hangus. Udah dibayar, tapi nggak dipakai, berarti kerugian. Dan HAJJ ini ibarat beli semua kursi di bioskop, lalu berharap ada penonton yang booking. Kalau nggak ada? Siap-siap nyalain lilin.
Sekarang kita bicara cash. Arus kas dari operasi (CFO) itu indikator paling jujur. Di tahun 2023, mereka negatif Rp100 M. Di 2024 masih merah juga, minus Rp78 M. Jadi dua tahun jualan, dua tahun juga kasnya tekor. Laba memang ada: Rp4,8 M di 2023 dan Rp1,2 M di 2024. Tapi itu lebih karena pengakuan revenue dan untung kurs, bukan karena kas masuk. Net Profit Margin tinggal 0,15%—itu pun lebih tipis dari margin tukang parkir. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dan jangan lupakan beban. Liabilitas naik dari Rp42 M ke Rp491 M, alias naik lebih dari 10 kali lipat. DER (Debt-to-Equity Ratio) dari 0,29 ke 3,19—bayangin kamu punya tabungan Rp100 juta tapi utang Rp319 juta. Beban bunga juga ikut meroket dari Rp0,8 M ke Rp10,2 M. Dan yang lebih serem, uang muka pelanggan cuma Rp2 M, artinya semua operasional ditalangi perusahaan, bukan dari advance payment jemaah. Coba sebut travel mana yang kasih semua layanan dulu baru dibayar nanti? HAJJ, jawabannya.
Mereka bilang ekspansi ke luar negeri adalah penyelamat. Tapi data bilang sebaliknya. Revenue luar negeri Rp634 M tapi segmen ini malah rugi Rp7,2 M. Gross margin-nya cuma 2,47%, net margin-nya negatif. Sementara segmen domestik yang kecil justru untung Rp12,5 M dan margin-nya lebih sehat. Jadi alih-alih jadi penopang, ekspansi luar negeri ini seperti galian lubang tempat mereka gali lebih dalam sambil berharap emas.
Dan jangan pikir pelanggan mereka stabil. Di 2023, pelanggan besar adalah Delegasi Haji Malaysia. Di 2024, berubah total: Roshan Aldar, Al Fajr Albadiea, dan Al Anshar. 66% revenue 2024 datang dari 3 pelanggan baru. Tidak ada kontrak jangka panjang, tidak ada jaminan bakal balik lagi tahun depan. Model customer seperti ini rentan banget. Hari ini beli kamar ratusan miliar, besok bisa pindah ke kompetitor tanpa pamit.
Kita lanjut ke rasio efisiensi. Cash Conversion Cycle (CCC) dari 4 hari melonjak ke 73 hari. Artinya makin lama uang yang keluar untuk modal kerja bisa balik jadi kas. DSO dari 21 hari ke 98 hari, DI dari 2 ke 139 hari, dan DPO juga makin molor ke 164 hari. Artinya mereka nunda bayar vendor karena memang udah nggak punya napas likuiditas. Kas akhir tahun? Tinggal Rp7,4 M, sementara utang vendor ratusan miliar. Kalau ini bukan alarm merah, mungkin manajemennya buta warna. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Tapi mari kita adil. HAJJ juga punya sisi terang. Mereka nggak rights issue, artinya nggak dilutif. Capex juga nol, artinya mereka nggak buang duit beli aset yang nggak perlu. Mereka pegang kontrak hotel besar yang kalau dimanfaatkan maksimal bisa jadi tambang uang. Dan anak usaha di Arab Saudi menunjukkan niat serius membangun rantai nilai dari hulu ke hilir.
Lebih dari itu, mereka berhasil meyakinkan investor institusi: PT Abraha Jaya Investama masuk dengan 7% saham. Artinya, masih ada yang percaya. Ekuitas naik dari Rp146 M ke Rp154 M, artinya belum ambruk. Dan segmen domestik terbukti bisa mencetak laba dengan margin wajar. Artinya: kalau mereka fokus, mereka bisa bertahan.
HAJJ adalah perusahaan dengan model bisnis yang punya potensi besar, pasar yang jelas, dan akses vendor kelas dunia. Tapi strategi mereka seperti orang baru gajian yang langsung nyicil rumah, mobil, gadget, dan kartu kredit, lalu lupa bayar listrik. Kalau mereka bisa turunkan inventory, tagih piutang internal, ubah model jadi prepaid, pangkas ekspansi luar negeri, dan fokus ke pasar domestik—masih bisa bangkit.
Kalau kita buka-buka rincian kontraknya, ternyata mayoritas kamar hotel yang bikin persediaan melonjak ke Rp316 M itu baru dikontrak di pertengahan hingga akhir 2024. Beberapa bahkan baru mulai aktif Desember 2024. Jadi ya wajar aja kalau revenue dari ekspansi itu belum kelihatan di laporan 31 Desember 2024. Istilahnya, mereka lagi nyebar benih di tanah Arab, tapi buahnya belum bisa dipetik.
Dan karena pengakuan revenue-nya tunduk pada PSAK 115—dimana pendapatan umrah baru boleh dicatat kalau jemaah udah pulang—maka walaupun kamar-kamar itu udah laku di-booking November 2024, kalau jemaah baru berangkat Januari 2025, HAJJ harus tahan diri, nggak boleh ngaku-ngaku dulu. Jadi wajar kalau laporan keuangan 2024 masih terlihat seperti proyek gagal, padahal mungkin baru pemanasan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Tapi sabar dulu, jangan langsung optimis berjamaah. Karena walaupun ada kemungkinan 2025 jadi masa panen, semua itu sangat bergantung pada satu hal penting: mampu jual kamar-kamar itu tepat waktu. Kalau sampai stok kamar Rp316 M itu nggak terjual atau cuma kejual separuh, efeknya bisa bencana. Kamar hotel nggak kayak aset tetap, nilainya bisa turun drastis bahkan jadi nol kalau nggak terpakai. Dan inget: sampai akhir 2024, advance payment dari pelanggan masih cuma Rp2 M. Artinya, belum ada jaminan permintaan itu ada.
Jadi, ya... kita kasih benefit of the doubt bahwa 2024 adalah fase “build up” dan “belanja besar”, dan 2025 adalah panggung ujian: apakah mereka bisa monetize atau malah tenggelam oleh beban sendiri. Ibarat lagi bangun warteg franchise se-Indonesia, tapi belum satu pun buka dapur. Harapannya, begitu dapurnya nyala semua, omzet langsung meledak. Tapi kalau pelanggan nggak datang? Ya dapurnya cuma ngabisin gas.
HAJJ bukan cuma kasus perusahaan yang tumbuh terlalu cepat, tapi juga eksperimen waktu dan momentum. Mereka bisa jadi turn-around story spektakuler di 2025, atau contoh klasik kegagalan karena salah strategi eksekusi. Di satu sisi, mereka punya semua amunisi untuk jadi raja pasar umrah. Tapi di sisi lain, mereka juga duduk di atas tumpukan bom waktu—stok kamar kedaluwarsa, piutang macet dari anak sendiri, kas yang menipis, dan utang yang mencekik.
Apakah HAJJ sedang menanam pohon yang buahnya bisa dipanen manis di 2025? Atau sedang gali lubang terlalu dalam untuk keluar? Satu yang pasti: kalau mereka gagal jual kamar itu, yang bakal kembali ke tanah Arab bukan cuma jemaah—tapi juga harapan investor.
HAJJ ini perusahaan yang sedang berjalan di atas tali tipis—di bawahnya jurang dalam, di depan sana ada potensi pasar umrah yang luas. Yang jadi pertanyaan sekarang: mereka bakal sampai ke ujung dengan selamat, atau jatuh di tengah jalan karena kepleset sendiri? Karena dari data yang ada, jelas banget kalau HAJJ sekarang hidup dalam fase ekstrem: bisa banget bangkit, tapi juga bisa langsung rontok. Dan dua-duanya sama besar kemungkinan terjadinya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Yang riskan dari HAJJ bukan revenue-nya yang kecil, tapi persediaan kamar hotel senilai Rp316 Miliar yang mereka beli kontrak di 2024. Kamar-kamar itu bukan aset jangka panjang yang bisa dijual tahun depan. Ini kamar hotel bintang lima di Mekkah dan Madinah yang punya masa pakai terbatas—kalau nggak terisi sesuai jadwal, ya hangus begitu saja. Dan perlu diingat, semua itu belum menghasilkan revenue di laporan 2024 karena jemaahnya baru jalan tahun depan. Jadi kalau 2025 mereka gagal jual dengan cepat dan penuh? Persediaan itu bisa berubah jadi kerugian yang mencederai langsung ekuitas perusahaan.
Belum lagi soal piutang usaha sebesar Rp230 Miliar, dan 84% dari itu datang dari anak usaha sendiri, Aston Al Hijaz. Jadi bukan duit dari konsumen ritel, tapi utang internal yang belum tentu dibayar balik. Tambah parah, 36% dari piutang itu sudah lewat 90 hari, tapi yang disisihkan buat kemungkinan gagal bayar cuma 0,9%. Optimisnya sih level surga. Dan selama dua tahun berturut-turut, arus kas dari operasional negatif terus—tahun 2023 minus Rp100 M, tahun 2024 minus Rp78 M. Jadi selama ini mereka jalan bukan karena bisnisnya ngasih uang, tapi karena ada pendanaan dari luar. Dan itu bikin jantung makin deg-degan karena kas akhir tahun 2024 tinggal Rp7,4 Miliar, sedangkan mereka punya vendor dan utang besar yang harus dibayar.
Tapi di sisi lain, kita nggak bisa tutup mata bahwa HAJJ juga punya amunisi buat bangkit. Mereka bukan perusahaan kosong. Mereka pegang kontrak hotel bintang lima yang langka, punya jaringan operasional di Arab Saudi, dan revenue-nya tahun 2024 naik 71,6% dari tahun sebelumnya—walau nggak sebanding dengan laba, tapi ini bukti permintaan pasar umrah memang nyata. Segmen domestik bahkan menghasilkan laba Rp12,5 M dengan margin yang sehat, artinya ada bisnis inti yang sebenarnya bisa diandalkan kalau mereka berhenti terlalu agresif ekspansi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dan satu hal penting: kebanyakan kontrak hotel itu baru dimulai paruh kedua 2024. Jadi memang wajar kalau pendapatannya belum muncul di laporan keuangan per 31 Desember 2024. Pengakuan revenue-nya juga tunduk pada PSAK 115, yang mengharuskan jemaah selesai umrah dulu baru bisa diakui sebagai pendapatan. Artinya, 2024 adalah fase tanam, 2025 adalah fase panen—kalau semuanya sesuai rencana. Kalau kamar-kamar itu laku keras di 2025, revenue bisa meledak dan marjin bisa pulih.
Jadi, apa yang bisa menghambat HAJJ? Kalau kamar nggak laku, piutang nggak ditagih, dan kas makin kering, selesai sudah. Tapi apa yang bisa membangkitkan? Kalau 2025 jadi tahun panen besar, piutang ditarik, pelanggan mulai bayar dimuka, dan mereka fokus ke segmen domestik yang terbukti menguntungkan—HAJJ bisa berubah dari bom waktu jadi kisah comeback yang menginspirasi. Tinggal pilih jalan: mau jadi perusahaan travel yang sukses dengan napas panjang, atau tinggal legenda IPO yang terlalu cepat bermimpi tapi lupa bawa uang jalan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$GIAA $BAYU
1/2