Seberapa Buruk $TUGU?
Request salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau ada satu saham di sektor keuangan yang jadi korban ketidakwarasan pasar, itu jelas TUGU. Di atas kertas, perusahaan ini kelihatan sekarat: laba bersih anjlok 42.3%, dari Rp1.30 triliun di 2023 jadi Rp750 miliar di 2024. Tapi begitu kamu bongkar laporannya, kamu bakal sadar bahwa penurunan ini bukan karena bisnis mereka buruk, melainkan karena tahun 2023 terlalu “manja” oleh pendapatan yang sifatnya sekali doang, alias one-off. Tahun ini, mereka justru tampil apa adanya—dan justru lebih sehat. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kita mulai dari yang bikin heboh: pendapatan lain-lain. Tahun 2023, pos ini menyumbang Rp1.05 triliun, sementara di 2024 anjlok jadi cuma Rp106 miliar. Apa isinya? Di 2023, mereka menang perkara litigasi lawan Citibank Hong Kong, dan dapet Rp84,4 miliar langsung masuk ke laba, plus “laba lainnya” sebesar Rp981,9 miliar, yang kemungkinan besar datang dari revaluasi properti dan keuntungan satu kali dari investasi. Tahun ini? Sisa-sisa litigasi doang, cuma Rp44,7 miliar yang bisa diakui. Laba lainnya juga susut ke Rp46 miliar. Jadi dalam satu langkah, laba langsung turun Rp948 miliar. Nah loh, siapa yang gak kelihatan “sekarat” kalau kehilangan satu triliun dari income gak berulang?
Tapi di balik angka turun itu, ternyata inti bisnis mereka—yaitu asuransi—justru makin kinclong. Premi bruto naik 16.3% jadi Rp6.91T, dan premi neto naik 22.1% jadi Rp3.76T. Ini bukti mereka tetap dipercaya nasabah dan makin agresif ekspansi. Lebih dari itu, mereka berhasil turunkan loss ratio dari 62.0% ke 54.5%, dan expense ratio dari 26.3% ke 20.2%. Gabungin dua rasio itu, combined ratio-nya tinggal 74.7%, jauh lebih efisien dibanding tahun lalu yang 88.3%. Hasilnya? Underwriting profit naik 70.1% ke Rp946 miliar. Inti bisnisnya makin tajam, makin disiplin, makin cuan.
Sayangnya, hasil investasi mereka lagi gak bersahabat. Reksadana rugi Rp37,9 miliar, properti investasi turun Rp25,3 miliar, dan dividen saham turun 57% dari Rp39,9 miliar ke Rp17,3 miliar. Ini tiga serangkai penyumbang stres. Saham-saham yang mereka pegang juga banyak yang ngambek: Summarecon rugi Rp3,04M, $ASII Rp2,02M, BSDE Rp1,12M, CTRA Rp999 juta. Total kerugian nilai wajar saham mencapai Rp8,9 miliar, net loss-nya setelah ditutupin sedikit sama gain $BBCA, INDF, UNTR, jadi Rp5,63 miliar. Semua ini sifatnya belum direalisasi, tapi tetap kena dampak ke laba. Saya yakin di LK Q1 2025 lebih buruk lagi floating Loss mereka di saham karena IHSG nyungsep. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ada juga satu hal penting yang orang sering lupakan: arus kas operasional anjlok dari Rp2.13 triliun ke Rp410 miliar. Sekilas kelihatan ngeri. Tapi kalau lihat lebih jeli, ternyata 2023 dibantu suntikan one-off sebesar Rp1.11 triliun dari litigasi, yang di 2024 udah gak ada. Selain itu, pembayaran kas ke tertanggung dan pemasok naik signifikan dari Rp5.07T ke Rp6.12T. Jadi bukan karena bisnisnya seret, tapi karena tahun lalu kelebihan bonus dan tahun ini kembali ke kondisi normal.
Tambahan satu faktor lagi: cadangan klaim IBNR naik drastis, hampir dua kali lipat, dari Rp216 miliar ke Rp423 miliar. Ini bukan klaim nyata, tapi bentuk kehati-hatian manajemen buat jaga-jaga kalau ada klaim besar di masa depan. Ini keputusan konservatif yang sehat secara manajemen risiko, tapi ya tetap potong laba juga.
Segmen luar negeri juga belum kasih kontribusi berarti—malah negatif Rp8 miliar. Lini offshore dan kapal? Parah. Margin offshore -189%, kapal -35%. Tapi segmen besar seperti kebakaran, properti, dan rekayasa tetap untung dan menyumbang mayoritas premi, jadi kerusakan di sisi lain masih tertutup.
Tapi tunggu dulu. Solvabilitas mereka mewah: RBC 432%, jauh dari batas OJK yang cuma 120%. Mereka gak punya utang berbunga, gak pernah rights issue sejak IPO, dan gak merengek cari modal. Bahkan, di tengah penurunan laba, mereka tetap naikkan dividen 91% dari Rp229 miliar ke Rp438 miliar. Gak banyak perusahaan yang bisa segagah ini. Dan jangan lupa, kas mereka Rp1.58 triliun, yang artinya hampir separuh dari market cap-nya (Rp3.45T) adalah uang tunai. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Valuasinya? PER 4.6x, PBV 0.33x. Ini valuasi perusahaan nyaris bangkrut. Padahal TUGU justru sehat, efisien, dan disiplin. Mereka juga udah siap masuk era baru PSAK 117 (IFRS 17), standar kontrak asuransi global yang bakal berlaku 2025. Semua sistem dan transisi udah dijalanin.
Tahun 2023 itu “gemuk” karena bonus litigasi dan revaluasi. Tahun 2024 ini “kurus”, tapi isinya otot semua. Kalau kamu cuma lihat laba bersih, kamu bakal kabur. Tapi kalau kamu lihat dalem-dalem, kamu bakal sadar: TUGU ini bukan saham yang sakit—ini saham sehat, undervalued berat, dan lagi nunggu dunia sadar. Dan seperti biasa, yang sadar duluan biasanya yang dapat cuan duluan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10