imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Menghindari Tarif Impor Trump Mustahil?

Ketika Amerika Serikat meledakkan bom tarif global pada April 2025, Indonesia kena getah paling kocaknya: tarif 32%—lebih tinggi dari Jepang (24%), India (26%), bahkan Uni Eropa (20%). Lucunya, kontribusi Indonesia ke total impor AS cuma 0,9%, tapi karena kita kebetulan punya surplus dagang $18 miliar, langsung disikat. Alasan Trump? Karena kita dianggap “pelanggar perdagangan” dengan hambatan teknis dan nggak cukup belanja barang Amerika. Solusinya? Tarif. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Muncullah strategi klasik ekspor Indonesia: lewat Singapura dulu. Kenapa? Karena Singapura punya FTA dengan AS, jadi kalau barang Indonesia dicuci, direpack, atau dimodifikasi dikit di pelabuhan Singapura, lalu dikirim ke AS, tarifnya bisa cuma 10%. Jauh lebih hemat ketimbang ngeloyor langsung dari Tanjung Priok ke California dengan tarif 32% dan ditolak buyer. Tapi strategi ini nggak semudah main kirim barang lewat agen ekspedisi. Ada syarat Rules of Origin. Kalau AS curiga cuma muter invoice dan ganti label, siap-siap kena audit dan penalti. Bagi perusahaan besar seperti $WOOD, SMSM, $MYOR, PBRX, $ICBP, mungkin bisa disiasati. Tapi buat UKM? Jangankan setup gudang di Singapura, bayar freight aja udah ngos-ngosan.

Lalu muncul pertanyaan besar: apakah Indonesia masih perlu ekspor ke Amerika? Di satu sisi, jawabannya jelas ya. AS adalah pasar konsumen terbesar dunia. Nilai ekspor kita ke AS di 2024 tembus $27 miliar, termasuk mebel, makanan, ban, garmen, hingga suku cadang. Bagi banyak perusahaan, label “buyer AS” itu penting untuk branding global. Belum lagi, sistem produksi kita memang sudah dirancang buat memenuhi standar dan selera pasar Amerika. Jual ke tempat lain nggak semudah ganti negara di alamat invoice. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Tapi di sisi lain, tergantung ke AS itu kayak pacaran sama orang yang tiap minggu ganti mood. Hari ini tarif murah, besok dituduh manipulasi, lusa ditendang pakai anti-dumping, minggu depannya disuruh investasi di Texas. Kita udah terlalu lelah dan terlalu lugu dalam permainan ini. Terlalu banyak ekspor bahan mentah ke AS juga bikin kita cuma jadi “penyedia bahan bakar industri mereka”—jual karet, lalu beli ban mahal dari sana. Jual kelapa sawit, lalu beli sabun branded. Mereka untung, kita nyanyi “ku rela, kau lukai hatiku…”

Jadi solusi terbaik? Bukan putus total, tapi juga jangan bergantung total. Kita tetap butuh AS, tapi perlu diversifikasi pasar ekspor, negosiasi FTA yang konkret, dan upgrade industri lokal supaya bisa jualan ke Timur Tengah, Afrika, Amerika Latin, bahkan dalam negeri sendiri. Sambil pemerintah jangan sibuk ngurus Coretax bug, makan bergizi 10 ribu, dan ormas rese. Fokus dong pada krisis nyata: kalau ekspor ke AS ambruk, bisa-bisa pabrik furnitur, garmen, dan makanan kita ikut ambruk.

Singkatnya, hubungan dagang dengan Amerika itu kayak hubungan toxic: menguntungkan, tapi nyakitin. Kita harus pintar-pintar manfaatin, sambil pelan-pelan siapin jalan keluar. Karena kalau terus begini, kita bukan hanya dipalak tarif tinggi, tapi juga ditertawakan karena gak punya rencana B. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/2

testes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy