[%JPkM%] sumbernya dari mana yang bilang [%GADE%] jual Hotel Pullman ke perusahaan lain yang masih satu grup ?

@skydrugz27 sumbernya dari mana yang bilang $APLN jual Hotel Pullman ke perusahaan lain yang masih satu grup ?

$GPRA: Cetak Laba Tanpa Harus Revaluasi Aset

Di dunia properti, laporan keuangan itu bukan sekadar hasil dari jual beli rumah. Ia lebih mirip lukisan impresionis: tampak nyata dari jauh, tapi kalau didekati, baru kelihatan goresannya. Developer itu punya kebebasan yang cukup luas—dan sah menurut PSAK—untuk mengatur cara pengakuan revenue dan laba. Ada dua metode utama yang masih digunakan sampai sekarang dan bisa jadi pembeda besar dalam laporan keuangan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Pertama adalah metode serah terima, sesuai PSAK 72. Pendapatan baru boleh dicatat kalau properti sudah diserahterimakan. Mau SPK sudah ditandatangani, uang muka sudah masuk, bahkan progres bangunan 95%, tetap belum boleh dicatat sebagai revenue. Akibatnya, laporan keuangan developer bisa kelihatan loyo di tahun-tahun pembangunan, dan tiba-tiba meledak saat proyek selesai. Ini metode konservatif, dan paling sering dipakai untuk penjualan rumah, apartemen, ruko, atau properti strata.

Yang kedua adalah metode revaluasi properti investasi, sesuai PSAK 13 (Fair Value Model). Kalau developer punya properti yang tidak dijual, tapi disewakan atau ditahan untuk kenaikan nilai—seperti hotel, gedung kantor, atau mal—nilai properti itu bisa direvaluasi setiap tahun. Selisih kenaikan nilainya bisa langsung dicatat sebagai laba, walaupun tidak ada uang yang masuk, tidak ada transaksi yang terjadi, dan tidak ada pembeli. Ini metode yang sah, tapi bisa membuat laporan keuangan terlihat jauh lebih cantik dari kondisi kas sebenarnya.

Setelah itu, ada juga PSAK 22 tentang akuisisi perusahaan. Kalau sebuah perusahaan membeli entitas lain dengan harga di bawah nilai bukunya (PBV < 1), selisihnya bisa langsung dicatat sebagai laba bargain purchase. Laba ini cuma muncul sekali, tidak berulang, dan jelas bukan hasil dari jualan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Sekarang, mari kita lihat bagaimana GPRA, $BSBK, PWON, $BSDE, dan APLN bermain di lapangan ini—masing-masing dengan trik dan gayanya sendiri.

GPRA adalah contoh developer yang bermain lurus. Mereka tidak main appraisal, tidak beli perusahaan diskonan, dan tidak jual properti ke entitas sepupu. Semua revenue dicatat berdasarkan PSAK 72, alias diakui saat properti benar-benar diserahterimakan. Laba bersih tahun 2024 sebesar Rp121 miliar, naik 35,5%. Tidak spektakuler, tapi bersih. Free cash flow mereka Rp76,1 miliar, cukup buat bayar seluruh utang berbunga Rp227 miliar dalam waktu tiga tahun. Tapi GPRA juga bukan tanpa bumbu: piutang ke pihak berelasi Rp52,7 miliar, utang dari relasi Rp33,4 miliar, semuanya tanpa bunga dan tanpa jaminan. Ditambah lagi, properti mereka baru laku setelah rata-rata 1.588 hari alias lebih dari 4 tahun. Jadi meski jujur, likuiditas dan efisiensinya masih bisa dipertanyakan.

Lalu ada BSBK, yang bermain ekstrem. Mereka mencatat laba bersih Rp349,58 miliar, tapi 77% dari itu—Rp270,58 miliar—datang dari revaluasi properti investasi. Bukan dari jualan, bukan dari sewa, tapi dari appraisal yang bilang tanah dan gedung mereka nilainya naik. Sesuai PSAK 13, sah. Tapi uangnya? Belum tentu masuk. Kas cuma Rp18,7 miliar, utang jangka pendek Rp156 miliar. Jadi ini seperti orang yang ngaku tajir karena rumahnya naik harga, padahal gak ada yang mau beli. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

PWON adalah benchmark konservatif. Mereka pakai PSAK 13 model biaya, bukan fair value. Tidak ada revaluasi, tidak ada akuisisi murah, dan tidak ada jualan properti ke saudara sendiri. Revenue 2024 Rp6,67 triliun, laba bersih induk Rp2,07 triliun, arus kas operasi Rp3,35 triliun, free cash flow Rp1,95 triliun. Semua bersumber dari sewa mal, hotel, dan penjualan unit. Bahkan rugi kurs Rp201 miliar pun mereka catat tanpa malu-malu. Ini perusahaan properti yang tidak perlu trik akuntansi untuk terlihat kaya—karena mereka memang kaya beneran.

Nah, BSDE main di area tengah. Mereka mencatat laba bersih Rp4,92 triliun, tapi Rp1,55 triliun atau 31,5% berasal dari bargain purchase—selisih harga beli murah saat mengakuisisi SMDM. Sesuai PSAK 22, boleh dicatat sebagai laba. Tapi tetap saja ini bukan laba dari operasional, bukan dari jualan, dan bukan kas masuk. Ini laba akuntansi yang hanya terjadi sekali dan gak bisa diulang tiap tahun.

Terakhir, APLN yang menurut banyak orang pantas menang “trik akuntansi paling halus 2024”. Mereka jual Hotel Pullman Vimala Hills Rp1,68 triliun. Nilai buku hotel itu cuma Rp727 miliar, jadi margin sekitar Rp957 miliar. Tapi supaya gak kelihatan sebagai laba satu kali, APLN lebih dulu mereklasifikasi hotel dari aset tetap jadi persediaan. Hasilnya? Seluruh transaksi bisa masuk ke revenue biasa, margin-nya ke COGS dan laba usaha. Laba bersih APLN Rp770 miliar, dan kalau hotel itu gak dijual, sisa labanya tinggal Rp58 miliar. Jadi seluruh kinerja 2024 APLN berdiri di atas satu transaksi satu kali, tapi dikemas seperti hasil operasional. Dananya langsung dipakai bayar utang Rp2,8 triliun ke Danamon. Sah? Sah. Elegan? Banget. Tapi tahun depan belum tentu bisa diulang.

Jadi, dari kelima perusahaan ini, kita bisa tarik benang merahnya

PWON = Laba dari bisnis nyata. Tidak ada trik. Cash-nya lebih gede dari labanya.

GPRA = Jualan beneran. Bersih. Tapi inventory ngendon dan hubungan relasi terlalu “keluargaan”.

BSBK = Laba revaluasi. Tidak ada uang masuk. Laporan terlihat wah, tapi saldo rekening bikin ngelus dada.

BSDE = Laba besar dari beli murah. Sekali jadi. Tidak berulang.

APLN = Sulap penjualan hotel jadi revenue rutin. Cerdas, rapi, licin.

Dalam dunia properti, angka besar itu mudah dicetak. Tapi hanya sedikit yang bisa menjamin kalau angka itu lahir dari bisnis yang berulang, berkelanjutan, dan betulan menghasilkan uang tunai. Dan dari semua nama di atas, hanya satu yang tidak butuh sulap untuk terlihat hebat. Yang lainnya? Entah revaluasi, akuisisi murah, atau jual hotel ke sepupu—semuanya sah, tapi tetap saja, beda antara laba yang bisa dibelanjakan dan laba yang cuma bisa dipajang. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor. 

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU