Dirjen Pajak yang Tidak Berprestasi dan Bikin Penerimaan Pajak Negara Januari - Februari 2025 Anjlok kok Bisa Jadi Komisaris?
Bayangin kamu telat lapor SPT tiga hari. Langsung denda Rp100.000. Sistem error? Itu urusan kamu. Tapi sekarang bayangin pejabat tertinggi di Direktorat Jenderal Pajak—yang seharusnya jadi simbol integritas fiskal—nggak cuma gagal bikin sistem Coretax jalan mulus, tapi juga gagal menjaga penerimaan pajak negara yang jeblok di awal tahun, eh malah dikasih jabatan baru yang lebih empuk sebagai Komisaris Utama $BBTN. Gajinya? Tenang, miliaran rupiah per tahun. Katanya negara butuh ASN berprestasi, tapi kalau prestasinya bikin frustrasi nasional lewat Coretax, ya tetap naik pangkat. Biasa aja, bro. Upgrade skill dodol https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Awal 2025, DJP menghadapi kenyataan pahit: penerimaan pajak Januari–Februari anjlok. Bukan cuma lebih rendah dari target, tapi juga lebih buruk dari periode sama tahun lalu. Padahal kebutuhan fiskal negara makin tinggi, dan rakyat makin dicekik beban. Alih-alih introspeksi, evaluasi, atau reshuffle, yang terjadi malah promosi: Suryo Utomo, Dirjen Pajak, dilantik jadi Komisaris Utama BTN tanggal 26 Maret 2025 lewat RUPS. Bank Tabungan Negara, lembaga keuangan milik negara yang juga termasuk wajib pajak besar, sekarang punya dewan komisaris yang dipimpin langsung oleh pengawas perpajakannya sendiri. Ibarat guru yang juga jadi murid di kelas yang sama—cuma di dunia nyata, ini bukan kekonyolan fiksi, ini realitas birokrasi Indonesia.
Dan mari kita bicara soal Coretax—proyek ambisius DJP yang digelontorkan dengan dana Rp1,3 triliun, katanya sih buat memodernisasi layanan pajak. Tapi yang diterima rakyat? Sistem penuh bug, server sering down, dan antarmuka digital yang lebih mirip uji kesabaran daripada alat bantu. Banyak pelaku usaha kecil dan profesional harus bolak-balik ke kantor pajak gara-gara sistem error. Tapi lucunya, di tengah kerusakan sistem yang bikin seluruh negeri mengeluh, Dirjen-nya nggak dituntut bertanggung jawab. Malah dapat promosi. Ironis? Nggak juga. Ini udah lazim kok di negeri ini: yang gagal itu biasanya justru yang dilestarikan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
IWPI (Ikatan Wajib Pajak Indonesia) sampai ngomong blak-blakan: ini bukan sekadar persoalan etika, tapi sudah menyentuh pelanggaran hukum terang-terangan. Setidaknya enam aturan besar dilanggar sekaligus:
UU No. 25/2009: ASN dilarang rangkap jabatan di perusahaan.
UU No. 20/2023: ASN wajib bebas konflik kepentingan.
UU No. 30/2014: larang abuse of power demi kepentingan pribadi.
UU No. 19/2003: komisaris BUMN wajib independen.
Putusan MK No. 80/PUU-XVII/2019: larang rangkap jabatan pejabat negara.
Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945: jaminan perlakuan hukum setara.
Tapi ya itu tadi, kalau kamu rakyat biasa dan telat bayar pajak, hukum langsung tajam. Tapi kalau kamu pejabat tinggi dan melanggar enam undang-undang sekaligus? Tenang, malah dikasih ruang kerja baru dengan AC dingin dan ruang rapat fancy.
Masalah tambah konyol ketika kita ingat bahwa BTN bukan institusi sembarangan. Ini bank negara dengan puluhan triliun portofolio pembiayaan, ratusan ribu transaksi pajak, dan beban kepatuhan yang besar. Sekarang pengawas pajaknya jadi komisaris di sana. Kalau ada pelanggaran pajak, siapa yang bakal periksa? Dirjen? Tapi dia juga komisaris. Jadinya kayak maling ngasih hukuman buat dirinya sendiri—bedanya, ini malingnya digaji dua kali.
IWPI juga bilang, ini bukan cuma rusak di permukaan, tapi udah keropos di akar. Rakyat disuruh taat pajak demi pembangunan. Tapi pembangunan siapa? Kalau sistemnya sendiri diserahkan ke orang yang gagal bikin aplikasi dan gagal capai target, lalu dia malah dikasih bonus jabatan, kepercayaan publik akan ambruk. Bukan karena rakyat nggak mau bayar pajak, tapi karena mereka sadar: pajak bukan lagi kontribusi mulia, tapi alat pemerasan dari negara yang gagal membedakan pengawas dan pemain. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kesimpulannya? Nggak ada. Karena sistem ini emang nggak butuh kesimpulan. Yang penting jaga jabatan, jaga gengsi, dan pastikan rakyat tetap bayar pajak meski disuguhi aplikasi error, aturan tumpang tindih, dan pejabat rangkap jabatan dengan gaji miliaran. Kalau semua itu dianggap biasa, mungkin kita juga harus mulai biasain nyumbang pajak sambil pasang senyum sarkas: “Selamat menikmati fasilitas negara, Pak. Dari pajak kami yang disetor pakai sistem error bikinan Bapak sendiri.”
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BBRI $BBCA
1/10