imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Apakah Wamenag adalah Duta THR Ormas Indonesia?

Di atas kertas, Indonesia kelihatan menjanjikan: negara kepulauan dengan bonus demografi, kekayaan alam segudang, dan pasar domestik raksasa. Tapi coba tanyakan ke para investor, terutama yang sudah pernah bangun pabrik di sini. Banyak dari mereka malah angkat kaki, tutup pabrik, lalu cabut pelan-pelan tanpa pamit. Bukan karena Indonesia kurang cuan, tapi karena satu hal klasik yang selalu jadi cerita horor di lapangan: ormas. Bukan ormas dalam pengertian idealis yang membantu rakyat, tapi versi "modifikasi lokal" yang lebih mirip debt collector pakai seragam dan stempel. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Gimana enggak? Menjelang Lebaran, beberapa pengusaha ngaku sering “ditekan” buat kasih THR bukan ke karyawan, tapi ke ormas lokal. Alasannya? Ya katanya demi ketertiban dan dukungan lingkungan. Keren, ya. Seolah perusahaan wajib setor jatah biar bisa tetap beroperasi dengan tenang, padahal udah bayar pajak ke negara. Contohnya, menurut Kompas, para pengusaha sampai pusing kepala karena ormas minta THR tiap tahun—bukan cuma sekali dua kali. Masih dianggap wajar? Belum selesai.

Di kawasan industri strategis seperti Bekasi, Karawang, sampai Batam, gangguan dari ormas lokal bahkan bikin ratusan triliun potensi investasi jadi batal. Iya, ratusan triliun rupiah. Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, terang-terangan bilang di Republika bahwa aksi-aksi "kreatif" ormas di kawasan industri udah bikin investor ilfeel duluan sebelum tanda tangan MoU. Bahkan Menperin Agus Gumiwang juga ngaku kalau keberadaan ormas di sekitar kawasan industri seringkali jadi biang masalah dan penghambat investasi. Artinya, bukan cuma suara minoritas—ini udah pengakuan pejabat negara.

Sayangnya, nggak banyak emiten yang mau blak-blakan soal ini di laporan keuangan atau paparan publik. Mereka tahu, sekali sebut "ormas" secara terbuka, bisa langsung didemo atau dicariin pengurusnya. Tapi kita bisa ngintip realitasnya lewat gelagat bisnis. Contohnya? Perusahaan manufaktur multinasional mulai banyak yang alihkan pabrik ke Vietnam atau Thailand. Alasannya klasik dan sederhana: biaya operasional lebih pasti, tidak ada pungutan tak resmi, dan gak ada “THR” buat ormas. Bahkan beberapa perusahaan di Karawang kabarnya terpaksa rekrut tenaga kerja dari luar komunitas sekitar karena tekanan dari ormas lokal terlalu besar, sampai operasional jadi gak efisien. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Jadi kenapa banyak pengusaha pilih tutup pabrik dan cabut dari Indonesia? Karena berbisnis itu tentang kalkulasi untung-rugi, bukan adu nyali lawan ormas. Investor butuh kepastian hukum, bukan dagelan lapangan yang bikin CEO harus ikut rapat koordinasi sama “tokoh masyarakat” tiap minggu sambil disodorin proposal “pengamanan”. Bayangin aja, lo buka pabrik buat produksi, tapi malah sibuk bayar "biaya damai" biar gak didemo. Mau buka lowongan kerja, tapi yang ngatur siapa yang boleh kerja itu malah kelompok luar sistem.

Lucunya, negara seolah diam, atau pura-pura nggak tahu. Padahal polisi pun mengakui akan menindak kalau ada laporan, tapi semua tahu kenyataannya jarang ada yang berani lapor. Jadi, ya sudah, bisnis minggat. Vietnam senyum, Thailand tepuk tangan, sementara kita masih sibuk debat soal penting tidaknya ormas di kawasan industri. Investor asing pun akhirnya ngelus dada, sambil bilang: "Indonesia punya potensi besar... asal nggak ada pungli dan ormas yang sok berkuasa." Tapi selama kita masih anggap ormas sebagai "pengaman lingkungan" alih-alih pembuat onar, ya begini terus. Welcome to the jungle.

Secara resmi, tentu saja Wamenag Muhammad Syafi’i bukan “duta THR ormas”. Tapi setelah pernyataannya yang menyebut permintaan THR oleh ormas itu bagian dari budaya Lebaran dan tidak perlu dipermasalahkan, warganet langsung gercep memberi “gelar kehormatan” sarkastik: Duta THR Ormas Nasional. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Pernyataan itu dianggap oleh sebagian publik sebagai bentuk pembiaran terhadap praktik yang dalam realitasnya sering kali mengandung unsur intimidasi atau pemerasan. Di lapangan, pengusaha banyak mengeluh, bukan karena sekadar dimintai sumbangan, tapi karena sering disertai tekanan halus hingga ancaman halus. Tapi ketika pejabat publik justru menyebutnya “tradisi”, ya pantas saja orang langsung menuduh beliau seolah melegitimasi praktik tersebut. Makanya muncul berbagai meme dan komentar sinis di media sosial soal “Wamenag jadi juru bicara ormas pra-Lebaran”. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Jadi, meskipun bukan duta resmi, dari sudut pandang sarkastik netizen, dia udah dapat titel itu secara de facto.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BSDE $BBRI $ANTM

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy