Mengenal Buffett $1 Test: Cara untuk mengetahui apakah perusahaan sudah mengalokasikan modal yang dimiliki dengan baik
Sebagai investor, kita tentu mengharapkan modal yang tanamkan dalam bentuk saham pada sebuah emiten akan dipergunakan dengan baik sehingga bisa memberikan return yang layak.
Ketika memperoleh keuntungan, perusahaan memiliki 2 pilihan dalam memberikan keuntungan tersebut kepada investornya:
1. Dengan membagikan dividen --> memberikan keuntungan secara langsung
2. Menahan sebagian laba untuk mengembangkan usahanya agar valuenya meningkat.
Poin nomor 1 jelas dan ada keuntungan langsung bagi investor. Namun untuk poin nomor 2 kita harus memiliki kriteria yang jelas untuk menentukan apakah kita bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga sahamnya. Kita harus memastikan apakah manajemen bisa memanfaatkan laba yang ditahan tersebut dengan baik.
Warren Buffett memiliki cara yang unik untuk mengetahuinya.
Bagi Buffett, perusahaan dikatakan bisa menggunakan modal yang dimiliki dengan baik jika setiap penambahan saldo laba (laba yang tidak dibagikan sebagai dividen) akan menghasilkan peningkatan market cap minimal $1 juga.
Dengan bahasa lain, jika EPS Rp 200 dan hanya Rp 50 yang dibagikan sebagai dividen, maka harga sahamnya setidaknya harus naik sebesar Rp 150.
Agar hal tersebut bisa tercapai, peningkatan saldo laba harus bisa menghasilkan kenaikan laba bersih yang layak.
Berapa besar kenaikan laba bersih yang layak?
Pada case di atas, dari EPS Rp 200 yang didapatkan, perusahaan menahan sebesar Rp 150. Jika seandainya Rp 150 tersebut tidak ditahan dan dibagikan sebagai dividen, maka jika kita kita investasikan ke ORI atau SRI akan mendapatkan return 6% atau Rp 9.
Jadi, laba sebesar Rp 150 yang ditahan tersebut harus bisa setidaknya menghasilkan kenaikan laba Rp 9 agar bisa dikatakan layak Artinya, EPS harus meningkat menjadi Rp 209.
Tapi kan belum tentu ekspansi perusahaan berhasil. Pasti ada kemungkinan gagalnya sehingga tidak bisa mencapai EPS Rp 209.
Kalau perusahaan hanya bisa meningkatkan EPS Rp 9 dan belum pasti, ya mendingan kita taruh uang kita ke ORI atau SRI yang jelas-jelas lebih pasti.
Kalau sama-sama mendapatkan return 6%, tentu kita akan memilih instrumen yang ketidakpastiannya lebih rendah.
Oleh karenanya, sebagai investor saya menginginkan return lebih besar dong kalau laba ditahan. Kan kenaikan EPS-nya tidak pasti.
Saya pribadi biasanya menambahkan 5% dari return ORI/SRI. Jadi, laba yang tidak dibagikan menjadi dividen harus bisa meningkatkan EPS sebesar 11% atau Rp 22 sehingga EPS menjadi Rp 222.
Pada prakteknya bagaimana?
Ketika perusahaan menggunakan tambahan saldo laba untuk ekspansi, tidak bisa dong kita mengharapkan hasilnya akan terlihat dalam jangka pendek. Mungkin saja perusahaan membutuhkan waktu beberapa tahun untuk itu.
Oleh karenanya, kita rentang waktu evaluasi kita sebaiknya cukup panjang, misalnya 5 tahun.
Sebagai contoh $SMSM
- Tahun 2018
EPS 97, DPS 58 --> laba ditahan 39
- Tahun 2019
EPS 100, DPS 59 --> laba ditahan 41
- Tahun 2020
EPS 85, DPS 70 --> laba ditahan 15
- Tahun 2021
EPS 115, DPS 85 --> laba ditahan 30
- Tahun 2022
EPS 147, DPS 105 --> laba ditahan 42
Jadi dalam kurun waktu 5 tahun (2018-2022) laba yang ditahan adalah sebesar Rp 167/saham.
Sementara itu, EPS SMSM naik dari 97 pada tahun 2018 menjadi 164 pada tahun 2023 atau meningkat sebesar 67.
Dalam 5 tahun laba ditahan sebesar 167/saham bisa menghasilkan kenaikan EPS sebesar 67.
Artinya, laba yang ditahan menghasilkan keuntungan sebesar 40,1% (67/167) yang jauh lebih tinggi daripada 11% (return ORI + 5%).
Dengan demikian syarat untuk melakukan Buffett $1 Test sudah terpenuhi.
Sesuai dengan Buffett $1 Test, dengan laba ditahan sebesar 167/saham, setidaknya harga sahamnya juga naik sebesar itu.
Sesuai dengan data, harga saham SMSM naik sebesar 595 dari 1.400 pada tahun 2018 menjadi 1.995 pada tahun 2023.
Artinya, SMSM lulus dari Buffett $1 Test.
Catatan akhir:
Umumnya, kemampuan perusahaan untuk mengalokasikan modal dengan menggunakan referensi cost of capital --> biasanya pakai WACC (weighted average cost of capital).
Perusahaan dikatakan bisa mengalokasikan modal dengan baik jika ROIC > WACC
Bisa dikatakan $1 Test adalah versi Buffett untuk cost of capital karena mengukur tingkat pengembalian terhadap modal investasi.
Sejauh ini kita telah mengukur apakah SMSM biss mengalokasikan modal dengan baik. Namun tentu saja apakah kita sebagai investor bisa mempereh keuntungan yang layak bergantung juga pada harga pembelian sahamnya. Jika terlalu tinggi tentu rate of return akan menurun.
Jadi jangan lupakan valuasi.
Disclaimer: Tulisan ini adalah media edukasi dan bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Segala kerugian sebagai akibat dari penggunaan informasi pada tulisan ini bukan menjadi tanggung jawab penulis.