Short Squeeze Northern Pacific 1901: Ketika Perang Akuisisi Mengguncang Wall Street
Pada 9 Mei 1901, Wall Street mengalami salah satu short squeeze terbesar dalam sejarah, ketika harga saham Northern Pacific Railway melonjak dari $170 ke hampir $1000 dalam sehari. Fenomena ini dipicu oleh perang akuisisi sengit antara dua taipan kereta api: James J. Hill (dengan dukungan J.P. Morgan) dan E.H. Harriman (didukung Kuhn, Loeb & Co.).
🍸Mengapa Northern Pacific Begitu Diperebutkan?
Sebagai salah satu perusahaan kereta api paling strategis, Northern Pacific Railway menghubungkan Midwest ke pantai barat AS. Menguasai perusahaan ini berarti memonopoli jalur perdagangan utama, menjadikannya aset yang sangat berharga bagi kedua investor.
James J. Hill ingin mengintegrasikan Northern Pacific dengan Great Northern Railway, sementara Harriman berusaha memasukkannya ke dalam jaringan Union Pacific Railroad. Kedua belah pihak pun berlomba membeli saham di pasar terbuka untuk mendapatkan kendali atas perusahaan.
🍸Short Seller Terjebak dalam Kekacauan
Saat harga saham naik akibat aksi beli besar-besaran, banyak spekulan mengira saham sudah terlalu mahal dan mulai melakukan short selling, berharap harga akan segera turun. Namun, ketika kedua kubu terus membeli saham, pasokan saham yang tersedia di pasar menyusut drastis.
Ketika harga terus naik, para short seller terkena margin call, memaksa mereka membeli kembali saham dengan harga yang jauh lebih tinggi untuk menutup posisi mereka. Fenomena ini menciptakan efek bola salju: semakin banyak yang dipaksa membeli, semakin tinggi harga saham melonjak.
Dalam hitungan jam, harga melonjak hingga mendekati $1000, menghancurkan banyak investor yang bertaruh melawan pasar. Beberapa bahkan kehilangan segalanya, termasuk seorang brewer yang dilaporkan bunuh diri akibat kerugian besar yang ditimbulkan.
🍸Pelajaran dari Sejarah: Market Bisa Bergerak di Luar Nalar
Peristiwa Northern Pacific 1901 menjadi salah satu contoh paling ekstrem dari bahaya short selling. Ini membuktikan bahwa dalam pasar saham, seovervalued apa pun sebuah saham, market bisa menjadi liar dan tidak terkontrol.
Fenomena ini berulang dalam sejarah, termasuk di pasar saham Indonesia dengan kenaikan luar biasa saham seperti $BREN dan $DCII, yang melonjak ke level yang dianggap tidak masuk akal secara valuasi. Namun, seperti yang terlihat dalam kasus Northern Pacific, menganggap valuasi sebagai batasan absolut dan nekat melakukan short selling bisa berujung pada kehancuran finansial.
Selain itu, euforia pasar juga dapat menyesatkan investor ritel. Contohnya, selama pandemi COVID-19, saham seperti $KAEF dan INAF melonjak tinggi akibat optimisme vaksin. Meskipun di Indonesia tidak ada mekanisme short selling saat itu, banyak investor terpancing membeli tanpa memahami fundamentalnya. Ketika harga saham anjlok drastis setelah hype mereda, beberapa investor mengalami kerugian besar, bahkan ada yang mengalami tekanan psikologis berat hingga dilaporkan bunuh diri akibat kerugian finansial yang tidak terkendali.
Warren Buffett sendiri mengingat tragedi ini dengan memajang artikel berita tahun 1901 di kantornya di Kiewit Plaza, yang menceritakan bagaimana seorang brewer mengakhiri hidupnya setelah terkena margin call akibat short squeeze Northern Pacific. Ini menjadi pengingat keras bahwa dalam dunia pasar modal, spekulasi melawan pasar bisa lebih berbahaya daripada sekadar “salah perhitungan”—bisa menghancurkan hidup seseorang.
Sejarah berulang, dan bagi para pelaku pasar yang terlalu percaya diri pada valuasi atau kekuatan modal mereka, pasar selalu memiliki cara untuk memberi pelajaran mahal. Seperti kata investor kawakan Lo Kheng Hong:
“Tuhan Maha Pengampun, tapi pasar modal tidak kenal belas kasihan.”
video Buffet bahas Northern Pacific : https://cutt.ly/Pro4IphW